Culture

Papan Kayu Ema, Papan Khas Jepang Bertuliskan Doa dan Harapan

Papan kayu Ema, sebuah karya seni religius yang merentang melintasi zaman digunakan ribuan orang yang berharap doa-doa mereka dikabulkan. Dari desain yang halus hingga gambar-gambar penuh warna yang mencakup simbol-simbol keberuntungan, papan kayu Ema menjadi saksi bisu dari setiap doa yang terucap di kuil-kuil dan tempat suci di seluruh Jepang.

Di artikel ini, Pandai Kotoba akan mengulas lebih jauh tentang papan Ema ini, mulai dari sejarah, proses ritual hingga makna mendalam di baliknya. Tak perlu berlama lagi, yuk simak Minasan!

Apa itu Papan Kayu Ema?

papan kayu ema

Papan kayu Ema adalah sejenis papan kayu datar yang digunakan dalam tradisi Jepang sebagai media yang digunakan untuk menyampaikan doa atau harapan. “Ema” sendiri berasal dari bahasa Jepang yang berarti “gambar kuda”, “e” berarti gambar atau lukisan, dan “ma” dari kata “uma” yang berarti kuda.

Papan kayu Ema biasanya terbuat dari kayu cedar dan memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari yang kecil hingga yang lebih besar. Lukisan pada Ema dapat mencakup gambar-gambar hewan, karakter zodiak Jepang, tokoh-tokoh mitologis, atau bahkan karakter-karakter populer dari anime dan manga. Pemohon menuliskan doa atau harapannya di bagian belakang papan kayu tersebut, dan kemudian Ema dipasang di area khusus di kuil atau tempat suci.

Masyarakat Jepang percaya bahwa menulis doa di papan kayu Ema dan menaruhnya di kuil akan membuat doa mereka dikabulkan oleh dewa yang terkait dengan tempat tersebut. Ema juga seringkali terkait dengan perayaan atau festival tertentu di kuil, di mana papan kayu ini dihias dan dipajang sebagai bagian dari perayaan. Tradisi papan kayu Ema merupakan contoh unik bagaimana seni dan spiritualitas terjalin harmonis dalam budaya Jepang.

Asal Usul Papan Kayu Ema

Asal-usul papan kayu Ema dapat ditelusuri kembali ke zaman kuno Jepang, khususnya periode Nara (710-794 M). Pada awalnya, orang-orang membawa hewan persembahan, terutama seekor kuda, ke kuil atau tempat suci sebagai tanda penghormatan dan doa. Namun, seiring berjalannya waktu, kepraktisan membawa hewan hidup ke tempat-tempat ibadah menjadi semakin sulit, dan inilah saat papan kayu Ema mulai muncul sebagai alternatif.

Pada abad ke-8, gambar-gambar kuda mulai digantikan oleh gambar-gambar yang diukir di atas papan kayu. Gambar-gambar ini mencerminkan harapan, doa, atau permintaan bantuan secara spiritual. Dengan demikian, papan kayu Ema berkembang sebagai media untuk menyampaikan aspirasi dan keinginan pribadi kepada kekuatan dewa-dewa.

Nama “Ema” sendiri berasal dari bahasa Jepang. “E” berarti “gambar,” dan “ma” berasal dari kata “uma,” yang berarti “kuda.” Oleh karena itu, nama ini mengingatkan pada asal-usul tradisi ini ketika gambar kuda menjadi elemen sentral dalam persembahan.

Seiring berjalannya waktu, bentuk dan desain papan kayu Ema terus berkembang, mencerminkan perubahan dalam seni dan budaya Jepang. Meskipun asal-usulnya terkait dengan praktik keagamaan Shinto, papan kayu Ema juga telah menjadi simbol budaya populer, dihiasi dengan gambar-gambar dari dunia modern seperti tokoh-tokoh anime dan manga. Tradisi papan kayu Ema tetap hidup dan menjadi bagian integral dari warisan budaya Jepang yang kaya.

Ragam Motif Papan Kayu Ema

Motif-motif pada papan kayu Ema dapat sangat bervariasi dan mencakup berbagai elemen simbolis, dekoratif, atau bahkan tulisan. Berikut adalah beberapa jenis motif yang umum dijumpai pada papan kayu Ema, di antaranya:

  • Ume (Bunga Plum): Bunga plum juga sering digunakan sebagai motif pada papan kayu Ema, bunga ini melambangkan keberanian dan kekuatan, 
  • Shouchikubai (Pohon bambu, bunga plum, dan pinus): Kombinasi ini melambangkan kebahagiaan, keberuntungan, dan umur panjang.
  • Motif Dewa atau Roh Tertentu: Papan kayu Ema menggambarkan dewa atau roh tertentu yang dianggap dapat mendengar doa-doa dan harapan-harapan pemohon.
  • Motif Kitsune (Rubah Suci): Dalam mitologi Jepang, kitsune sering dihubungkan dengan kuil Shinto dan dianggap sebagai makhluk berkekuatan spiritual.
  • Gambar Karakter Zodiak Jepang: Seperti Shio atau Tahun Hewan, dapat digunakan sebagai motif tergantung pada tahun kelahiran pemohon.
  • Motif Bunga Sakura: Simbol musim semi dan kecantikan yang sementara.
  • Motif Gunung Fuji: Simbol kekuatan dan keabadian, Gunung Fuji sering diabadikan dalam lukisan-lukisan Ema.
  • Gambar Anime dan Manga: Papan kayu Ema yang dihiasi dengan karakter-karakter dari dunia anime atau manga yang sedang populer.
  • Motif Abstrak atau Modern: Seni Abstrak: Motif-motif yang lebih bersifat abstrak, dengan warna-warna mencolok dan bentuk-bentuk yang lebih ekspresif.
  • Pemandangan atau Tempat Tertentu: Ema dapat menggambarkan gambar-gambar yang terkait dengan tempat khusus di mana papan tersebut dipasang.

Pemilihan motif pada papan kayu Ema sering kali terkait dengan makna simbolis atau keinginan pribadi pemohon. Desain-desain ini menciptakan keberagaman visual dan makna di dalam tradisi Ema di Jepang.

Proses Ritual Ema

papan kayu ema di depan kuil

Proses ritual Ema melibatkan serangkaian langkah yang dilakukan oleh pemohon doa atau pengunjung kuil untuk menyampaikan doa atau harapan mereka kepada kekuatan rohaniah atau dewa yang terkait dengan kuil tersebut. 

Proses ritual Ema diawali dengan pemohon doa harus membeli atau menyewa papan kayu Ema di kuil atau tempat suci. Papan kayu ini biasanya sudah diukir dengan berbagai motif atau gambar simbolis. Kemudian, pemohon menuliskan doa atau harapannya di bagian belakang papan kayu Ema. Doa ini bisa berupa permintaan keberuntungan, kesehatan, keberhasilan, atau keinginan pribadi lainnya.

Setelah doa ditulis, papan kayu Ema dipasang di suatu tempat khusus di kuil, seringkali di sekitar area yang berhubungan dengan dewa atau roh tertentu yang dianggap dapat mengabulkan permohonan. Tempat ini sering dihias dan dikenal sebagai “Ema-kake,” yang merupakan dinding atau pagar khusus untuk papan kayu Ema.

Beberapa orang memilih untuk melakukan ritual pemujaan tambahan atau doa di depan kuil setelah menempelkan Ema. Mereka dapat melakukan gerakan-gerakan tertentu atau membaca mantra sebagai bagian dari ekspresi spiritual mereka.

Beberapa kuil mengadakan perayaan atau festival khusus yang berkaitan dengan Ema. Pada acara-acara ini, pemohon dapat menghadiri upacara-upacara khusus atau menikmati suasana perayaan yang melibatkan banyak papan kayu Ema yang dihias dengan indah.

Ada tradisi di mana pemohon kemudian bisa mengambil pulang papan kayu Ema mereka setelah beberapa waktu. Ini bisa dilakukan sebagai bentuk penutupan atau penghormatan terhadap jawaban doa yang diterima atau sebagai simbol pembaruan harapan dan impian.

Proses ritual Ema menciptakan hubungan khusus antara pemohon dan kuil, dan melibatkan unsur kepercayaan, penghormatan, dan ekspresi spiritual. Meskipun tahap-tahapnya dapat bervariasi, prinsip dasar tersebut mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan budaya Jepang yang kaya.

Mengapa Kuda yang Dijadikan Hewan Persembahan di Jepang Zaman Dahulu?

Sekadar tambahan Minasan, mengingat Ema adalah papan kayu berisi doa yang menggantikan persembahan kuda pada kuil-kuil di Jepang zaman dahulu, maka menjadi timbul pertanyaan mengapa kuda yang dijadikan hewan persembahan, tidak sapi, kambing, unta, atau ayam?

Ternyata, praktik membawa kuda sebagai persembahan ke kuil di Jepang pada zaman dahulu berkaitan erat dengan kepercayaan dan mitologi Shinto, agama asli Jepang. Beberapa alasan di balik penggunaan kuda sebagai persembahan antara lain:

  • Kuda dianggap sebagai makhluk yang suci dan memiliki kekuatan spiritual di dalam kepercayaan Shinto. Kehadiran kuda dianggap membawa berkah dan keberuntungan. 
  • Dalam mitologi Shinto, kuda dianggap sebagai kendaraan para dewa. Membawa kuda ke kuil dianggap sebagai cara untuk membawa dewa atau roh suci ke dalam wilayah kuil.
  • Ada juga dewa-dewa kuda dalam kepercayaan Shinto seperti Take-Mikazuchi, dewa keberanian dan kekaisaran, yang dianggap memilih kuda sebagai kendaraannya. Membawa kuda sebagai persembahan diharapkan dapat menghormati dewa-dewa kuda tersebut.
  • Kuda dianggap sebagai simbol kesejahteraan, kekuatan, dan kemakmuran. Membawa kuda ke kuil diharapkan dapat membawa berkah dan keberuntungan bagi masyarakat yang memberikan persembahan.
  • Membawa hewan sebagai persembahan sering kali melibatkan tindakan pengorbanan. Dalam hal ini, membawa kuda dapat dianggap sebagai pengorbanan yang berarti untuk menunjukkan penghormatan dan kepatuhan terhadap dewa atau roh-roh pelindung semesta.

Itulah Minasan, seulas tentang papan kayu Ema, yaitu papan kayu yang dijadikan media doa di kuil-kuil di Jepang. 

Jika dipandang dari sudut pandang lain, papan kayu ema adalah cerminan betapa luar biasanya budaya Jepang mengawinkan seni dan kehidupan religi. Seni papan kayu Ema menjadi sarana bagi para pendoa untuk berkomunikasi dengan kekuatan rohaniah, sementara sekaligus menciptakan karya seni yang memikat dan bermakna.

Dengan begitu, papan kayu Ema bukan hanya suatu bentuk cara berdoa, melainkan juga perwujudan harmoni antara ekspresi spiritual dan kreativitas seni yang menjadikan tradisi ini tetap relevan dan memikat dalam perjalanan budaya Jepang. 

Bagaimana Minasan, berminat untuk menuliskan doa-doamu di papan kayu Ema?


Bagi Minasan yang ingin mencari tahu info lebih lanjut tentang Jepang, jangan lupa untuk ikuti Instagram Pandai Kotoba dan Youtube Pandai Kotoba.

Mata!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *