Kisah

Kisah Sadako Sasaki Dan Seribu Bangau Kertas

Apa yang muncul di kepalamu ketika mendengar nama Sadako? Hantu sumur salah satu urban legend Jepang kah? Nah, kisah Sadako yang ini berbeda. Berikut ini kisah Sadako Sasaki, seorang anak yang selamat dari bom atom Hiroshima, namun terpapar radiasi yang menyebabkan dirinya menderita penyakit berat, ia berharap dirinya sembuh lewat harapan yang ia selipkan di antara lipatan-lipatan bangau kertas.

これはぼくらの叫びです これは私たちの祈りです 世界に平和をきずくための
(Kore wa bokura no sakebi desu. Kore wa watashitachi no inori desu. Sekai ni heiwa o kizuku tame no.)
“Ini adalah seruan kami. Ini adalah doa kami. Untuk membangun kedamaian di dunia.”

Kelahiran Sadako Sasaki

Seminggu setelah pergantian tahun pada 1943, tepatnya tanggal 7 Januari. Keluarga Sasaki melahirkan anggota keluarga baru, seorang bayi perempuan yang tangis pertamanya pecah menjelang tengah malam.

Keluarga Sasaki menjalankan bisnis keluarga yaitu jasa potong rambut. Salah seorang pelanggannya dikenal sebagai orang “pintar”, yang mampu membaca segala sesuatu yang tidak bisa dibaca orang biasanya.

Salah satu pelanggan tersebut menerawang sebuah ramalan, bahwasanya bayi perempuan yang baru lahir tersebut akan menjadi seorang perempuan yang sehat dan kuat.

Keluarga Sasaki meminta pelanggan tersebut untuk memilihkan sebuah nama untuk anak perempuannya itu. Lalu diputuskanlah sebuah nama, yaitu Sadako.

Perang Mengubah Semuanya

Datangnya peperangan menyebabkan kehidupan menjadi serba sulit. Pada tahun yang sama dengan kelahiran Sadako, Ayahnya harus menjalani wajib militer. Ayah Sadako ditugaskan di rumah sakit Angkatan Darat Hiroshima, ia menjadi tenaga medis untuk merawat tentara yang sakit atau terluka akibat pertempuran.

Selepas kepergian ayahnya, ibunda Sadako meminta bantuan kerabat dekatnya untuk ikut membantu mengurusi usaha pangkas rambutnya.

keluarga sadako sasaki bom hiroshima
Keluarga Sadako
Shigeo Sasaki (Ayah Sadako, berdiri paling kanan). Fujiko Sasaki (Ibu Sadako, di tengah foto bersama Sadako di pangkuannya). Masahiro Sasaki (Kakak Sadako, jajaran paling depan ketiga dari kanan).

Pagi Hari Pada Musim Panas

Sepanjang tahun 1945, pesawat terbang milik Amerika Serikat memang kerap beterbangan melintas di atas kota-kota Jepang. Serangan udara dilancarkan dengan menjatuhkan bom di beberapa kota di Jepang.

Ketika pesawat-pesawat Amerika terbang di atas kota, sirene peringatan berbunyi menandakan akan ada serangan udara, dan para penduduk kota mesti segera bersembunyi di bunker-bunker untuk keselamatan diri.

Pagi itu, ketika musim panas tanggal 6 Agustus 1945. Mendadak sirine peringatan bahaya serangan udara berbunyi sekitar pukul 7 pagi. Serentak keluarga Sasaki yang tengah berada di rumah, langsung bergegas menuju bunker untuk bersembunyi.

Kemudian sirine pun berhenti, dan tanda-tanda aman di luar bunker adalah pertanda bahwa keadaan sudah aman. Orang-orang mulai keluar bunker dan kembali ke rutinitas harian mereka.

Keluarga Sasaki yang berada di rumah, yaitu Sadako, ibu, nenek, dan Masahiro kakak Sadako (kecuali sang ayah karena harus wajib militer), baru saja memulai sarapan bersama.

Sejurus kemudian, muncul kilatan cahaya yang menyilaukan mata, dan gelegar ledakan yang memekakkan telinga.

Hujan Hitam

Seketika dinding rumah roboh. Sadako dan anggota keluarga lainnya yang tengah sarapan langsung terpental. Kakak dan neneknya terluka, tetapi anehnya Sadako dan ibunya tidak mengalami luka-luka.

Di tengah keterkejutan, mereka membebaskan diri dari reruntuhan rumah dan langsung berlari ke arah sungai. Di tengah perjalanan menuju sungai, nenek Sadako tiba-tiba kembali ke rumah yang sudah luluh lantak itu, dengan alasan akan mengambil sesuatu yang tertinggal. Namun, setelah itu nenek Sadako tak pernah terlihat lagi

Api berkobar di segala penjuru. Dan hujan mulai turun. Air hujan tersebut meninggalkan noda berwarna hitam di pakaian Sadako dan kota Hiroshima.

bom atom jepang
Sadako adalah salah seorang yang selamat dari ledakan bom atom Hiroshima.

Perang Berakhir

Tak ada lagi peperangan. Perang telah berakhir. Secara bertahap, bangunan-bangunan mulai kembali didirikan. Kota yang luluh lantak mulai dibangun kembali. Keluarga Sasaki membuka kembali usaha potong rambutnya di jantung kota Hiroshima.

sadako sasaki
Sadako ketika memasuki sekolah dasar Nobori-cho. April 1949.

Tak lama kemudian, lahirlah Mitsue, adik perempuan Sadako. Dan selang setahun setelah Sadako masuk sekolah dasar, adik laki-lakinya yang diberi nama Eiji lahir. Kini, total anggota keluarga Sasaki berjumlah 6 orang.

Kedua orang tuanya sibuk menjalankan usaha potong rambut dan mengurus rumah. Sedangkan Sadako dan kakaknya (Masahiro), membantu orang tuanya dengan mengurus dan merawat adik-adik mereka yang masih kecil.

Di sekolah dasar, Sadako termasuk anak yang rajin. Ia aktif dan sehat. Tak sekalipun ia absen masuk sekolah karena sakit. Ia senang bernyanyi dan berolahraga. Bahkan, ia bisa berlari lebih cepat dari kawan-kawan sekolahnya yang lain.

Sadako pun sangat disenangi oleh teman-temannya di sekolah. Ia sangat setia kawan. Pernah ia membawa tim kelasnya menjadi juara di lomba estafet sekolah. Sadako-lah penentu kemenangan tim tersebut, karena ia berlari paling cepat di antara anggota timnya.

sadako sasako dan kawan-kawan
Sadako dan tim estafet.

Sadako Sasaki Masuk Rumah Sakit

Tak lama berselang setelah menjuarai lomba lari estafet, terdapat tanda-tanda yang tidak wajar pada kesehatan tubuh Sadako.

Sadako tampak menderita flu dan kekakuan pada lehernya. Namun, meskipun flu hilang, kekakuan pada lehernya semakin menjadi. Awal 1955, wajah Sadako tampak membengkak. Ia pun dibawa ke rumah sakit Hiroshima.

Setelah menjalani beberapa tes, dokter memberi tahu ayah Sadako (Shigeo), bahwasanya Sadako menderita penyakit leukimia. Sisa umurnya tak akan lebih dari satu tahun.

Mendengar kabar tersebut, kawan-kawan Sadako sontak terkejut dan merasa sedih. Mereka berinisiatif untuk saling bergiliran menjenguk Sadako setiap hari di rumah sakit.

Berharap Pada Bangau Kertas

Lima bulan setelah Sadako rawat inap di rumah sakit, ada seorang pasien anak yang juga dirawat di rumah sakit yang sama. Pasien tersebut meninggal karena leukimia di usianya yang baru menginjak 5 tahun.

Sadako berkata,”Mungkin aku akan meninggal seperti itu juga.” Ia tahu bahwa dirinya menderita leukimia dan sudah divonis mati. Sadako berjuang melawan teror kematiannya di usia 12 tahun.

Bulan Agustus 1955, 1000 kertas yang dilipat berbentuk bangau dikirim oleh para siswa menengah dari Nagoya yang ditujukkan untuk semua pasien di rumah sakit. Termasuk ruang rawat inap Sadako, kini dihiasi oleh bangau-bangau kertas.

Bangau kertas tersebut adalah simbol dari sebuah harapan. Jika melipat 1000 buah bangau kertas maka harapan akan terkabul. Mendengar hal tersebut, Sadako mulai melipat bangau kertasnya sendiri. Dalam setiap lipatannya, Sadako berharap dalam hati: “Aku ingin sembuh.”

Cahaya Lilin Kehidupan Sadako Padam

Dalam penderitaan karena leukimia, Sadako tak pernah sedikitpun mengeluh atau berbicara tentang rasa sakit yang dialaminya. Ia terus menerus menyelipkan doa dalam lipatan demi lipatan bangau kertasnya.

Terlepas dari kesungguhannya tersebut, penyakit Sadako semakin parah. Demamnya semakin meninggi, kepalanya semakin berat. Namun ia tak pernah berhenti berharap untuk sembuh dengan cara melipat 1000 bangau kertas.

Pagi hari, tanggal 25 Oktober 1955, Sadako menghembuskan napas terakhirnya di usia 12 tahun, di sebuah ranjang rumah sakit yang dikelilingi seribu bangau kertas buatannya.

Persahabatan Tanpa Akhir

Teman-teman sekelas Sadako teramat berduka dengan kematian Sadako karena penyakit leukimia. Mereka pun tahu, bahwasanya Sadako adalah orang yang selamat dari bom atom ketika era perang. Paparan radiasi bom atom itulah yang menyebabkan Sadako menderita penyakit serius.

Kawan-kawan Sadako pun ingin mengabadikan Sadako dengan cara membuat monumen Sadako sebagai pernyataan bahwa mereka sangat membenci bom atom dan perang telah merenggut nyawa sahabat terbaik mereka.

Mereka mulai mengumpulkan dana untuk membuat monumen Sadako. Rencananya monumen Sadako akan ditempatkan di Taman Perdamaian Hiroshima.

Kabar rencana pembuatan monumen Sadako menyebarluas, dan mendapat respon positif dan banyak dukungan bahkan dari pemerintah kota.

Lebih dari 3000 sekolah di Jepang mengirimkan bantuan dana untuk mewujudkan rencana tersebut.

Pada Januari 1957, resmi diputuskan bahwa akan dibangun Monumen Perdamaian Anak di Taman Peringatan Perdamaian.

Patung Sadako selesai dibangun pada tepat pada hari anak yaitu tanggal 5 Mei 1958, dua tahun setelah kematian Sadako Sasaki.

Patung tersebut memang tidak akan menghidupkan raga Sadako yang telah mati, namun akan menghidupkan kenangan dan peringatan, sekaligus pernyataan bahwa “jangan ada lagi, anak-anak yang menjadi korban bom atom.”

Sadako Sasaki Simbol Perdamaian

Beberapa buku dan film telah mempopulerkan semangat perdamaian dari kisah Sadako. Monumen Sadako semacam peringatan bahwa perang hanya akan menggerogoti kehidupan orang-orang tak bersalah dengan cara yang amat kejam.

patung sadako sasaki
Patung dalam monumen dirancang oleh Kazuo Kikuchi, seorang profesor seni rupa dan musik dari Tokyo.

Kisah Sadako adalah kisah tentang korban perang yang menjadi simbol perdamaian. Lalu, apa yang pertama kali muncul di benakmu ketika mendengar kata Sadako?

Tentu setelah membaca artikel ini, bukan cuma hantu Sadako saja yang hanya muncul di kepalamu kan?


Referensi:

Sadako and The Atomic Bombing.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *