Culture

Jepang Dan Sake

Mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam sehingga tidak terbiasa minum alkohol. Di Jepang sendiri, sake dan shochu adalah minuman alkohol yang khas. Kali ini Pandai Kotoba akan membahas sake mengingat kebiasaan minum sake merupakan bagian dari tradisi yang sangat penting bagi orang Jepang.

sake jepang

Momen Sakral Minum Sake di Jepang

Saat Tahun Baru

Saat tahun baru di Jepang, ada tradisi meminum sejenis sake yang dinamakan otoso. Otoso diminum tepat saat tahun baru dimulai, untuk menangkal sial dan memohon berkat umur panjang untuk setahun ke depan. Ada beberapa tipe otoso yang baik untuk kesehatan seperti ‘yakushu’ (minuman alkohol tetapi untuk tujuan kesehatan).

Upacara Pernikahan

Dalam upacara pernikahan, sake juga memegang peranan yang penting. Orang Jepang, meskipun bukan pemeluk agama Kristen, juga terkadang melangsungkan pernikahan mereka di gereja. Bahkan belakangan ini semakin banyak yang melangsungkan pernikahannya di gereja.

Tetapi di sisi lain, hingga saat ini tetap banyak yang melangsungkan pernikahannya di hadapan dewa dalam tradisi Shinto. Dalam upacara pernikahan semacam ini, mempelai pria dan mempelai wanita melakukan tirual minum sake di hadapan dewa. Bukan hanya minum satu gelas kemudian selesai, tetapi masih ada tata cara setelahnya yang sangat rumit.

Untuk melakukan ritual ini, pertama akan disiapkan tiga macam sakazuki (sejenis gelas) yang berbeda ukurannya. Gelas yang pertama akan diterima dulu oleh mempelai pria dilanjutkan dengan mempelai wanita, dan saat diminum bukan dihabiskan dalam satu kali teguk, tetapi dibagi menjadi tiga kali.

Pada kali pertama dan kedua, sake diminum sedikit saja, kemudian pada kali ketiga, sake dihabiskan semuanya. Gelas yang kedua akan diterima dulu oleh mempelai wanita, dilanjutkan dengan mempelai pria, kemudian kembali ke mempelai wanita. Gelas yang ketiga sama tata caranya dengan gelas yang pertama.

Ritual ini dinamakan “san-san-kudo” (3 x 3 9 kali) karena meminum 3 gelas sake sebanyak masing-masing 3 kali per gelas. Tata cara ritual san-san-kudo yang benar sebanrnya sangat rumit, maka dalam pelaksanaannya sekarang, san-san-kudo menggunakan versi yang lebih sederhana.

Upacara Pemakaman

Ada pula tradisi ketika kerabat berkumpul dan makan-makan sambil minum sake setelah selesai upaca pemakaman. Mungkin ada yang berpikir minum sake di saat ada orang yang meninggal dunia dangat tidak berperasaan atau tidak pantas, dan orang Jepang sendiri pun ada juga yang berpikir seperti itu.

Minum sake di sini tentu saja bukan dilakukan karena berbahagia ada yang meninggal dunia, tetapi untuk mengenang kembali hari-hari yang telah dilalui bersama orang yang telah meninggal dengan membicarakannya dan makan-makan sambil bernostalgia bersama.

Diyakini bahwa jika keluarga yang ditinggal terus bersedih, orang tang telah meninggal tersebut tidak akan bisa pergi dengan tenang ke surga.

Oleh karena itu, supaya jiwanya dapat pergi dengan tenang, anggota keluarga yang ditinggal pun melewati waktu senang bersama-sama dengan minum sake dan makan-makan dan dengan senyum tersungging di wajah.

Tidak Semua Orang Jepang Minum Sake

Di Jepang, hampir tidak ada orang yang menghindari minum alkohol karena alasan kepercayaan, melainkan karena pertimbangan daya tahan tubuh masing-masing. Karena tidak semua tubuh kuat menguraikan alkohol dari bawaan lahir, ada orang Jepang yang memutuskan untuk hanya minum sedikit atau bahkan tidak menyentuh alkohol sama sekali.

Menurut data dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Profesor Shoji Harada, pengajar di Universitas Tsukuba di Jepang, sekitar6-7 persen orang Jepang tidak minum alkohol karena pertimbangan daya tahan tubuh, 37-38 persen karena memang tidak kuat dengan alkohol.

Akan tetapi, masih menurut penelitian Profesor Harada, di kalangan orang Barat (kaukasia), mereka yang tidak minum alkohol karena pertimbangan daya tahan tubuh tampaknya tidak ada. Orang Jepang lebih lemah terhadap alkohol dibandingkan orang Barat, dan hal ini juga dibuktikan dari pengalaman mereka sewaktu bertemu dan minum-minum dengan orang Barat.

Minum Sake Sarana Mencairkan Kekakuan Orang Jepang

Adat dan aturan sangat dijunjung tinggi di masyarakat Je[ang sehingga sikap di tempat kerja maupun di tempat-tempat bisnis lainnya banyak yang terkesan sangat formal dan kaku.

Tatemae dan Honne

Orang Jepang dituntut untuk selalu menghormati rekan lain dan tidak boleh bersikap tidak sopan, bahkan menunjukkan perasaan secara terang-terangan juga dianggap tidak pantas. Di Jepang, sikap formal untuk menjaga muka seseorang di tempat umu dinamakan “tatemae”.

Kebalikan dari tatemae adalah “hon-ne” (suara asli). Hon-ne artinya perasaan yang sesungguhnya, menunjukkan apa yang sebenarnya ada di hati. Realita dalam dunia bisnis menunjukkan berinteraksi hanya secara tatemae bisa jadi malah tidak membuahkan hasil.

Karena itu, interaksi formal nan kaku tidak lagi dipertahankan, namun berubah menjadi interaksi di mana bertukar pikiran dapat dilakukan dengan lebih santai, apa adanya, bahkan blak-blakan, atau dengan kata lain kebutuhan untuk berdiskusi secara hon-ne menjadi suatu kebutuhan.

Dalam situasi non-formal seperti itu, orang Jepang biasanya makan-makan sambil minum sake.

Dengan demikian, jelas bahwa bagi orang Jepang, minum sake memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar menikmati rasa sake, karena kesempatan penting untuk melancarkan bisnis dan hubungan interpersonal akan datang.

Nomikai

Orang Jepang pada umumnya tidak banyak bicara, cenderung malu-malu dana tidak berani bicara lepas, terutama dengan orang yang baru pertama kali ditemui. Namun dengan adanya acara kumpul sake seperti ini, mereka mendapat kesempatan untuk mengakrabkan diri, dan sering kali dari situ hubungan kepercayaan mulai terjalin.

nomikai sake jepang

Oleh karenanya, meskipun banyak orang Jepang yang sebenarnya tidak minum atau tidak suka sake, mereka tetap menghadiri “nomikai” (acara kumpul minum-minum) dan bersenang-senang bersama.

Setiap kali melihat kesempatan, orang Jepang akan mengakali dengan berkata, “nomikai, yuk!” atau “ayo, ke nomikai!” karena momen tersebut dianggap lebih memberi makna menjalin hubungan dibandingkan hanya sekadar menikmati rasa sake.

Nominucation

Dewasa ini muncul istilah “nominucation”. Istilah ini menggabungkan kata nomu (minum) dan communication (komunikasi); sehingga nominucation dapat diartikan berkomunikasi atau membangun rasa saling percaya dan menjalin hubungan interpersonal sambil minum sake.

Sake Dalam Kangeikai

Budaya Jepang seperti yang sudah diketahui sangat menghargai grup atau kelompok, dan dalam grup sendiri sangat jelas tingkatan hubungannya, seperti atasan-bawahan jika mengambil perusahaan sebagai contoh.

Karena siapa saja dapat memulai pembicaraan dalam acara pesta, hal ini dianggap sebagai kesempatan. Misalnya, bagi karyawan, menyampaikan sesuatu yang sebenarnya sulit dibicarakan dengan atasan; dan bagi atasan, mendengar langsung pikiran, pendapat, dan perasaan anak buahnya yang sebenarnya.

Saat anggota baru ditambahkan ke dalam grup, tentu anggota grup ingin mengenal anggota baru ini, dan anggota baru juga ingin mengenal anggota-anggota grup yang lain. Untuk itu, sering diadakan sejenis pesta yang disebut dengan “kangei-kai” (pesta penyambutan).

Minum Sake Momen Keterbukaan Orang Jepang

Minum sake (secara informal juga disebut o-sake dalam percakapan) memegang peranan penting dalam membangun hubungan interpersonal, kehidupan bermasyarakat, serta bisnis, sehingga sake tidak sekadar dinikmati sebagai minuman, melainkan maknanya jauh lebih dari itu.

Formalitas dan kesopanan sangatlah dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari di Jepang, aspek keterbukaan antar-orang akan lebih terasa saat minum sake dibandingkan di negara lain saat orang minum-minum.

Lebih jauhnya, di negara Barat cemoohan dan cibiran akan datang pada mereka yang mabuk sampai melakukan hal senonoh. Di Jepang pun orang bisa saja sampai melakukan hal senonoh dan di luar susila di luar kesadarannya jika mabuk karena terlalu banyak minum sake, kemudian tidak akan mengingat perbuatan buruk tersebut keeseokan harinya.

Tetapi di Jepang adalah memungkinkan bahwa orang lain akan memberika toleransi dan mengerti jika orang tersebut mungkin sedang tidak sadar sewaktu mabuk dan melakukan perbuatan itu.

Lebih lanjut, orang sering kali minum sake ketika merayakan sesuatu atau menunjukkan rasa terima kasih. Pada saat-saat gembira seperti ini, orang Jepang meyakini bahwa orang seharusnya tidak marah karena persoalan sepele seperti ucapan atau tindakan yang tidak begitu formal atau sopan, karena seharusnya itu saat untuk sama-sama berbahagia dan bukannya menunjukkan amarah.

Hubungan atasan-bawahan dan formalitas terutama di perusahaan Jepang sangat diperhatikan, namun jika terus bersikap kaku seperti ini, pesta tidak akan hidup dan sedikit banyak pasti akan melenceng dari tujuan awal pesta, yaitu pertemanan dan hubungan interpersonal untuk “saling mengenal dan berhubungan baik”.

Bureiko

Bagaimanapun, mabuk bukan hal yang baik. Mungkin kalau hanya sesekali, hal ini bisa dimaafkan jika terjadi saat bersama orang yang dapat dimengerti. Tapi itu pun hanya untung-untungan. Penting sekali untuk membatasi diri agar tidak minum sake berlebih-lebihan sehingga dapat bersenang-senang dalam batas kewajaran.

Ada istilah “bureiko” dalam bahsa Jepang. Maksudnya, selama berlangsung pesta, formalitas yang kaku dalam hubungan atasan-bawahan bisa dikesampingkan. Dan siapa saja dapat bersikap sama tanpa memandang golongan sehingga dapat menikmati suasana pesta.

Contohnya, di tempat kerja saat diadakan nomikai. Bos tertinggi biasa akan berkata “hari ini semuanya bureiko!”. Sekalipun kalimat tersebut keluar dari mulut seorang bos tertinggi, bukan berarti bawahan dapat berbicara dan bertindak seenaknya terhadap atasan.

Orang tersebut justru akan dicap sebagai bureimono (orang yang tidak tahu adat). Meskipun demikian, perkataan maupun tindakan yang sedikit kurang sopan tentu masih akan dimaafkan.

Meskipun bos tertinggi bilang “ayo semuanya bureiko!”. Namun tampak tidak ada perubahan besar pada tindak tanduk para hadirin yang ada di situ. Malahan, meskipun atasan yang mengatakan “bureiko” adalah atasan yang pengertian dan tidak akan marah hanya karena hal sepele. Tetapi para bawahan harus bisa menjaga perkataan maupun tingkah laku mereka.

Akhir-akhir ini, kata “bureiko” sudah jarang terdengar. Aspek dari tradisi minum sake untuk melancarkan hubungan interpersonal antar rekan kerja di tempat kerja sudah berkurang dibandingkan dulu.

Selain itu, mungkin hal ini disebabkan anak muda sekarang, jika dibandingkan dengan waktu dulu. Bersikap sangat santai dan blak-blakan, tidak terlalu membatasi diri hanya karena yang dihadapi adalah atasannya di tempat kerja.

Cara Minum Sake Ala Jepang

Dalam tradisi pesta di Jepang, baik sake maupun bir tidak akan disuguhkan langsung ke cangkir sendiri. Tetapi disuguhkan kepada orang lain baru kemudian disuguhkan dari cangkir orang lain ke cangkir kita.

Mungkin di dunia, hanya Jepang satu-satunya yang memiliki tradisi seperti itu. Menyuguhkan sake kepada orang lain menunjukkan itikad baik dan perhatian dari orang yang menyuguhkan terhadap orang yang disuguhkan. Dan ini juga melambangkan kepedulian kita kepada orang lain.

Sebaliknya, menerima sake yang disuguhkan dari orang lain yang menyuguhkan, akan menunjukkan bahwa kita menerima itikad baik dari orang tersebut. Seperti inilah cara minum sake ala Jepang.

sake jepang

Tidak Berarti Harus Minum Sake

Banyak orang Asia yang tidak minum sake karena alasan agama maupun karena memang tidak suka. Minum sake memiliki makna seperti yang telah dijelaskan dalam pesta di Jepang seperti nomikai.

Meskipun kita menghadiri dan mengikuti pesta, tidak berarti kita harus ikut minum sake. Dan jika ditawari kita berhak menolak, tentu dengan mengutarakan alasan yang sopan.

Jika melihat sisi positif untuk membangun bisnis dan hubungan interpersonal, akan lebih baik jika dapat berpartisipasi dalam nomikai. Dengan catatan, tidak mesti ikut minum sake di sana, tetapi cukup mengobrol dan bersenang-senang dengan peserta lain.

Kanpai

“Kanpai” juga dilakukan dalam pesta-pesta di Jepang seperti resepsi pernikahan dan sebagainya. Karena “kanpai” juga ada di negara Barat dan tiongkok. Ada pendapat bahwa “kanpai” bukan murni adat Jepang, tetapi diadopsi dari luar.

Di Jepang sendiri, bukan sesuatu yang aneh jika melihat orang yang tidak minum alkohol. Hanya “ikut-ikutan minum” dengan menerima sake yang dituangkan ke dalam cawannya atau apa pun yang “berbentuk cawan”. Kemudian bersulang bersama dengan yang lain sambil berkata “kanpai!”

Yang disebut dengan “kanpai” bukan berarti harus beneran minum alkohol, tetapi cukup berpura-pura minum saja. Dengan begini, kita tidak akan memberi kesan menjaga jarak dengan orang-orang sekeliling, tetapi mau bersama-sama menghidupkan suasana.

Ingat, orang yang tidak minum alkohol pun disarankan untuk dapat berbaur dengan yang yang lain dan sama-sama ber-kanpai!

Kanpaaii!

Kamu bisa membaca artikel lainnya tentang Budaya Jepang hanya di Pandai Kotoba!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *