Gyotaku, Seni Lukis Tradisional di Atas Ikan
Hai Minasan~! Seperti yang kita ketahui semua bahwa Jepang merupakan negara kepulauan yang memiliki lautan luas dan dikeliling laut penting serta samudra penting di dunia. Hasil laut Jepang juga sering diekspor ke berbagai negara dan memiliki kualitas yang baik.
Ngomongin soal laut, di Jepang ada seni lukis tradisional yang awalnya digunakan mencatat hasil tangkapannya bernama Gyotaku. Seni ini penting karena pada zaman dulu digunakan untuk mendokumentasi hasil tangkapan dan informasi terhadap jenis ikan apa saja yang ada di lautnya.
Pandai Kotoba pada artikel kali ini akan mengupas tentang seni Gyotaku nih mulai dari pengertian, asal-usul, sejarahnya, dan perkembangannya pada zaman modern ini. Daripada penasaran terus, yuk kita simak di bawah ini.
Gyotaku: Seni Lukis Tradisional Jepang Lewat Media Ikan
A. Apa Itu Gyotaku?
Gyotaku (魚拓) adalah seni lukis tradisional Jepang yang memadukan keindahan alam dengan keahlian seni. Nama “Gyotaku” berasal dari dua kata Jepang, yaitu “gyo” (魚) yang berarti ikan dan “taku” (拓) yang berarti cetakan atau penggosokan. Seni ini awalnya berfungsi sebagai cara praktis bagi para nelayan untuk mencatat hasil tangkapan mereka, tapi seiring waktu Gyotaku berkembang menjadi bentuk seni yang dihargai karena keindahannya.
B. Asal-Usul Gyotaku
Gyotaku (魚拓), yang secara harfiah berarti “cetakan ikan,” memiliki asal-usul yang sederhana namun penuh makna. Seni ini lahir dari kebutuhan praktis masyarakat Jepang, khususnya para nelayan, yang ingin mencatat hasil tangkapan mereka secara visual.
Asal-usul Gyotaku erat kaitannya dengan budaya maritim Jepang yang sangat menghormati laut sebagai sumber kehidupan. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai bagaimana Gyotaku muncul dan berkembang pada masa-masa awal:
1. Kehidupan pada Periode Edo (1603–1868)
Pada periode Edo, masyarakat Jepang hidup dalam era yang relatif damai di bawah pemerintahan Tokugawa. Dalam periode ini, sistem ekonomi feodal dan keterbatasan teknologi membuat nelayan bergantung pada metode tradisional untuk mencatat aktivitas mereka. Fotografi belum ditemukan, sehingga cara untuk mendokumentasikan hasil tangkapan secara akurat adalah dengan mencetak bentuk fisik ikan langsung ke kertas.
Nelayan pada masa itu ingin mencatat ukuran dan jenis ikan, baik untuk keperluan kompetisi, perdagangan, maupun dokumentasi pribadi. Ketepatan ukuran sangat penting, terutama dalam perlombaan menangkap ikan terbesar, yang menjadi kebanggaan di kalangan nelayan. Gyotaku menjadi solusi karena metode ini dapat menangkap detail ikan dengan akurat, mulai dari panjang tubuh, bentuk sirip, hingga pola sisiknya.
2. Teknik Awal Gyotaku
Teknik Gyotaku awal sangat sederhana. Para nelayan menggunakan bahan-bahan alami yang mudah didapatkan di lingkungan mereka. Tinta yang digunakan biasanya berbasis tumbuhan, seperti tinta sumi (墨), yang terbuat dari jelaga dan lem alami. Tinta sumi dipilih karena tahan lama, mudah diaplikasikan, dan menghasilkan detail yang tajam.
Kertas yang digunakan untuk mencetak ikan adalah kertas washi. Kertas ini terkenal karena kekuatannya, sehingga tidak mudah robek meskipun harus ditekan pada permukaan ikan yang basah. Nelayan akan mengoleskan tinta ke permukaan ikan, menempatkan kertas di atasnya, dan kemudian menekan kertas dengan hati-hati untuk memastikan semua detail ikan terekam dengan sempurna.
Hasil cetakan ini tidak hanya menjadi bukti visual, tapi juga menjadi kenang-kenangan pribadi bagi nelayan yang berhasil menangkap ikan besar atau spesies langka.
3. Pusat Awal Pengembangan Gyotaku
Gyotaku berkembang di berbagai daerah pesisir di wilayah Jepang, tapi beberapa wilayah memainkan peran penting dalam kemunculan seni ini. Wilayah pertama adalah Shizuoka yang terkenal dengan industri perikanannya, Shizuoka menjadi salah satu tempat pertama di mana Gyotaku dipraktikkan. Tradisi ini didorong oleh kekayaan hayati laut di Teluk Suruga.
Wilayah kedua adalah Wakayama yang juga merupakan pusat perikanan pada periode Edo dan memiliki banyak nelayan yang menggunakan Gyotaku untuk mencatat spesies ikan yang mereka tangkap. Wilayah ketiga adalah Okinawa yang terkenal dengan banyak pulau dan laut tropisnya juga menggunakan Gyotaku untuk mencetak ikan tropis berwarna-warni. Tradisi ini berkembang dengan sentuhan lokal seperti penggunaan pewarna alami untuk mempercantik hasil cetakan.
4. Pergeseran Fungsi Gyotaku pada Masa Awal
Pada awalnya Gyotaku murni berfungsi sebagai metode dokumentasi. Namun seiring waktu, nilai estetika dari cetakan ikan ini mulai diakui. Hasil cetakan Gyotaku sering dianggap sebagai karya seni yang menggambarkan keindahan alam dengan detail yang menakjubkan. Nelayan dan seniman lokal mulai memajang cetakan ini di rumah atau menjadikannya hadiah bagi keluarga dan teman.
Pada masa itu, Gyotaku juga digunakan oleh kalangan bangsawan dan pejabat daerah yang tertarik dengan dokumentasi spesies ikan di wilayah mereka. Bahkan, beberapa kolektor mulai mengumpulkan cetakan Gyotaku sebagai bagian dari arsip sejarah kehidupan laut Jepang.
C. Sejarah Perkembangan Gyotaku
Gyotaku telah mengalami perjalanan panjang sejak pertama kali diperkenalkan oleh para nelayan Jepang di periode Edo. Seni ini berawal sebagai cara sederhana untuk mendokumentasikan hasil tangkapan, tapi berkembang menjadi bentuk seni yang dihormati hingga hari ini. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai berbagai tahapan sejarah perkembangan Gyotaku:
1. Masa Awal: Dokumentasi Praktis (Periode Edo, 1603–1868)
Pada masa Edo, Jepang berada dalam kondisi damai dan terisolasi dari pengaruh luar (politik sakoku). Dalam periode ini, masyarakat pesisir hidup dari hasil laut, dan perikanan menjadi salah satu kegiatan ekonomi utama. Nelayan mulai menggunakan Gyotaku sebagai metode untuk mencatat hasil tangkapan mereka secara akurat tanpa harus menggambar secara manual. Teknik ini memberikan hasil yang realistis dan cepat.
Fitur penting dari Gyotaku pada masa ini adalah fokus pada akurasi ukuran dan bentuk ikan. Hasil cetakan digunakan untuk menunjukkan kebanggaan atas tangkapan yang besar atau untuk mencatat spesies langka. Tradisi ini juga menjadi cara untuk menyampaikan cerita di antara komunitas nelayan tentang keberhasilan mereka di laut.
2. Periode Transisi: Seni dan Tradisi (Periode Meiji, 1868–1912)
Setelah Jepang membuka diri terhadap dunia luar pada awal Periode Meiji, Gyotaku mulai mengalami perubahan. Pengaruh seni dari Barat mulai merambah Jepang, dan seni Gyotaku tidak hanya dianggap sebagai alat dokumentasi tapi juga sebagai ekspresi artistik.
Pada masa ini, Gyotaku mulai dipamerkan di pasar dan festival lokal. Seniman lokal, yang sebelumnya fokus pada lukisan tradisional seperti ukiyo-e, mulai tertarik untuk bereksperimen dengan Gyotaku. Selain tinta hitam tradisional sumi, beberapa seniman mulai menambahkan warna pada cetakan untuk memberikan hasil yang lebih estetis.
Perubahan ini juga dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan teknologi. Dengan hadirnya kertas modern dan alat cetak yang lebih baik, teknik Gyotaku menjadi lebih mudah diakses oleh masyarakat umum.
3. Era Popularitas: Seni yang Diterima Luas (Abad ke-20)
Pada abad ke-20, Gyotaku mulai dikenal di luar komunitas nelayan dan diterima sebagai bagian dari seni rupa Jepang. Beberapa perkembangan penting pada era ini adalah:
Pameran Seni Gyotaku
Pameran seni Gyotaku mulai diadakan, terutama di wilayah pesisir seperti Shizuoka, Wakayama, dan Hokkaido. Cetakan ikan dengan tinta sumi yang detail menarik perhatian seniman dan kolektor seni. Dalam pameran ini, cetakan tidak hanya dipajang sebagai dokumentasi, tapi juga dihargai sebagai karya seni yang merepresentasikan hubungan manusia dengan alam.
Penggunaan dalam Pendidikan
Pada pertengahan abad ke-20, Gyotaku mulai digunakan di sekolah-sekolah Jepang sebagai alat pendidikan. Melalui seni cetakan ini, anak-anak diajarkan tentang spesies ikan, ekosistem laut, dan pentingnya pelestarian lingkungan. Guru juga mengajarkan cara membuat cetakan Gyotaku untuk memperkenalkan seni tradisional Jepang kepada generasi muda.
Perkembangan Teknik Pewarnaan
Pada masa ini, seniman mulai menggunakan cat air dan pigmen warna alami untuk memberi warna pada cetakan ikan. Teknik ini memungkinkan mereka menghasilkan karya yang lebih hidup dan realistis. Beberapa seniman bahkan menggunakan pewarnaan untuk mencerminkan karakteristik ikan, seperti pola sisik yang unik dan warna alami sirip.
Pengenalan Internasional
Gyotaku diperkenalkan ke dunia internasional oleh para seniman Jepang yang mengadakan pameran di luar negeri. Seni ini menarik perhatian masyarakat Barat karena keunikannya yang memadukan teknik dokumentasi ilmiah dengan estetika seni tradisional. Kolektor seni di Amerika Serikat dan Eropa mulai mengoleksi karya Gyotaku, dan teknik ini diajarkan di beberapa sekolah seni internasional.
D. Dari Mana Asal Gyotaku?
Gyotaku berasal dari daerah-daerah pesisir di Jepang yang mana perikanan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat. Meskipun seni ini muncul secara umum di banyak wilayah Jepang, ada beberapa prefektur yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan Gyotaku dan masing-masing dengan ciri khas lokalnya. Berikut adalah penjelasan lebih rincin mengenai prefektur mana saja asal Gyotaku, dan ciri khas tekniknya, serta jenis ikan yang sering digunakan. Yuk kita lanjut lagi di bawah ini.
1. Prefektur Shizuoka, Awal Mula Tradisi Gyotaku
Ciri Khas Gyotaku di Shizuoka
Shizuoka yang dikenal dengan Teluk Suruga, merupakan salah satu daerah di mana Gyotaku pertama kali dipraktikkan. Teluk ini kaya akan berbagai jenis ikan, termasuk spesies yang sangat dihormati dalam budaya Jepang. Teknik Gyotaku di Shizuoka sering kali sederhana tapi detail dan menggunakan tinta sumi tradisional untuk menghasilkan cetakan hitam-putih.
Ikan Spesifik yang Digunakan
a. Tai (鯛) – Ikan Kakap Laut
Tai dianggap sebagai simbol keberuntungan di Jepang dan sering digunakan untuk mencetak Gyotaku di Shizuoka. Pola sisik yang simetris membuat hasil cetakan sangat indah.
b. Maguro (マグロ) – Tuna
Tuna adalah salah satu hasil tangkapan utama di Teluk Suruga dan juga sering dicetak untuk menunjukkan ukuran besar tangkapan.
2. Prefektur Wakayama, Dipengaruhi Seni Tradisional
Ciri Khas Gyotaku di Wakayama
Wakayama yang terletak di sepanjang Samudra Pasifik ini memiliki sejarah panjang dalam seni tradisional termasuk Gyotaku. Wilayah ini dikenal karena gaya cetakan yang lebih dekoratif dan sering dipadukan dengan elemen seni Jepang seperti pola gelombang atau bunga untuk memperindah karya. Teknik pewarnaan mulai berkembang di sini menggunakan pigmen alami untuk menciptakan warna pada cetakan.
Ikan Spesifik yang Digunakan
a. Hamachi (ハマチ) – Ikan Kuning Ekor
Hamachi yang populer dalam masakan Jepang ini sering digunakan karena bentuk tubuhnya yang elegan dan detail sisiknya.
b. Ayu (鮎) – Ikan Ayu
Ayu adalah ikan air tawar yang ditemukan di sungai-sungai Wakayama juga sering dicetak sebagai penghormatan terhadap alam lokal.
3. Prefektur Hokkaido, Dipengaruhi Lautan Dingin Utara
Ciri Khas Gyotaku di Hokkaido
Hokkaido dengan lautan dinginnya adalah rumah bagi spesies ikan yang berbeda dari daerah Jepang lainnya. Teknik Gyotaku di sini sering lebih besar dan lebih ekspresif dan mencerminkan ukuran besar hasil tangkapan di perairan utara. Cetakan ikan sering dipamerkan di komunitas nelayan sebagai bentuk penghargaan terhadap laut yang kaya.
Ikan Spesifik yang Digunakan
a. Sake (鮭) – Salmon
Salmon adalah ikan khas Hokkaido yang sering digunakan dalam Gyotaku. Tubuh besar dan sisiknya yang mengilap menghasilkan cetakan yang menonjol.
b. Karei (カレイ) – Ikan Sebelah
Ikan ini dihargai karena bentuknya yang unik dan detail tubuh yang sangat terlihat dalam cetakan.
4. Prefektur Okinawa, Bernuansa Warna Tropis dan Gaya Lokal
Ciri Khas Gyotaku di Okinawa
Okinawa dikenal dengan laut tropisnya memiliki gaya Gyotaku yang lebih berwarna. Seniman di daerah ini sering menambahkan pigmen cerah untuk mencerminkan warna alami ikan tropis. Selain itu, cetakan ikan sering dipadukan dengan motif tradisional Okinawa, seperti bunga karang atau pola Ryukyu.
Ikan Spesifik yang Digunakan
a. Gurukun (グルクン) – Ikan Tropis
Gurukun adalah ikan resmi Okinawa yang menjadi favorit dalam cetakan Gyotaku karena warna cerah dan bentuknya yang khas.
b. Mibai (ミーバイ) – Grouper
Ikan grouper yang berwarna-warni juga sering dicetak di Okinawa ini mencerminkan keindahan ekosistem laut tropis.
5. Prefektur Kanagawa, Dipengaruh Kota dan Tradisi Laut
Ciri Khas Gyotaku di Kanagawa
Sebagai daerah yang dekat dengan Tokyo, Kanagawa menggabungkan gaya tradisional dan modern dalam teknik Gyotaku. Banyak seniman dari Kanagawa memanfaatkan teknologi modern untuk memperbaiki cetakan mereka dan menghasilkan karya yang lebih presisi. Kanagawa juga menjadi tempat populer untuk pameran Gyotaku.
Ikan Spesifik yang Digunakan
a. Sanma (秋刀魚) – Ikan Pacific Saury
Sanma merupakan ikan musiman di Kanagawa yang sering digunakan karena bentuknya yang panjang dan ramping, cocok untuk cetakan yang estetik.
b. Fugu (フグ) – Ikan Buntal
Fugu yang terkenal karena keunikannya yang sering menjadi bahan Gyotaku untuk menunjukkan keberanian dan keterampilan nelayan.
6. Prefektur Miyagi, Berfokus pada Spesies Lokal
Ciri Khas Gyotaku di Miyagi
Prefektur Miyagi yang terletak di wilayah Tohoku punya gaya Gyotaku yang sederhana, tapi menonjolkan spesies ikan lokal. Cetakan sering digunakan sebagai cara untuk mendokumentasikan keanekaragaman hayati di wilayah ini.
Ikan Spesifik yang Digunakan
a. Kaki (牡蠣) – Tiram
Meskipun bukan ikan, tiram sering dicetak di Miyagi untuk menghormati tradisi budidaya tiram mereka.
b. Hirame (平目) – Ikan Halibut
Halibut dengan tubuh pipihnya memberikan hasil cetakan yang unik dan sering menjadi ikon wilayah ini.
E. Bagaimana Cara Melukis Gyotaku?
Proses melukis Gyotaku tidak hanya membutuhkan ikan sebagai objek utama, tapi juga keterampilan dan kesabaran untuk menghasilkan karya seni yang indah dan akurat. Meskipun terlihat sederhana, melukis Gyotaku membutuhkan ketelitian dan keahlian khusus. Berikut di bawah ini adalah langkah-langkah umum dalam membuat karya Gyotaku:
1. Persiapan Ikan
Ikan yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu, terutama bagian sisiknya. Tidak boleh ada lendir atau kotoran yang menempel agar tinta dapat menempel dengan rata.
2. Penggunaan Tinta
Tinta khusus yang biasanya tinta sumi diaplikasikan secara merata pada permukaan ikan. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk memastikan setiap detail, seperti sirip dan sisik agar terekam dengan baik.
3. Pencetakan
Kertas washi atau kertas lain yang halus ditempatkan di atas ikan yang sudah diberi tinta. Kertas kemudian ditekan perlahan untuk menangkap detail ikan. Setelah itu, kertas diangkat secara hati-hati.
4. Pewarnaan (Opsional)
Pada versi modern, seniman sering menambahkan warna menggunakan cat air untuk memberikan nuansa yang lebih hidup. Pewarnaan dilakukan secara manual, mengikuti garis dan bentuk yang telah dicetak.
5. Finishing
Karya Gyotaku sering diberi cap atau tanda tangan seniman untuk menambahkan elemen keaslian. Beberapa karya juga dilengkapi dengan tulisan tangan yang mencatat spesies ikan, ukuran, dan tanggal penangkapan.
F. Eksistensi Gyotaku pada Zaman Sekarang
Gyotaku telah berevolusi dari teknik dokumentasi tradisional menjadi seni yang mendunia dan mempertahankan eksistensinya pada era modern. Di Jepang, Gyotaku tidak hanya dihargai sebagai karya seni, tapi juga sebagai alat pendidikan dan konservasi. Sekolah-sekolah menggunakan Gyotaku untuk mengenalkan siswa pada keanekaragaman hayati laut, sementara organisasi lingkungan memanfaatkan seni ini untuk meningkatkan kesadaran tentang perlindungan spesies ikan yang terancam punah.
Selain itu, seni Gyotaku kerap hadir di galeri seni dan festival budaya Jepang, menjadi pengingat kuat akan tradisi nelayan pesisir. Di restoran seafood, Gyotaku sering dijadikan dekorasi atau simbol penghormatan terhadap ikan yang disajikan, memperkuat nilai keberlanjutan dalam budaya kuliner.
Tidak hanya di Jepang, pengaruh Gyotaku kini telah menyebar ke berbagai negara. Di Amerika Serikat, komunitas nelayan di Hawaii dan Alaska mengadopsi Gyotaku untuk mendokumentasikan hasil tangkapan mereka. Sementara itu, seniman internasional memanfaatkan teknik ini untuk menciptakan karya seni laut yang unik dan memadukan gaya tradisional Jepang dengan unsur modern.
Pameran seni di Eropa dan Asia juga semakin sering menampilkan Gyotaku sebagai bentuk seni kontemporer yang menghormati alam. Kolektor seni dan dekorasi rumah dengan tema maritim semakin tertarik pada cetakan Gyotaku karena keindahannya yang unik dan nilai historisnya.
Pada era digital, Gyotaku juga mengalami inovasi. Beberapa seniman memindai cetakan tradisional mereka untuk memperbaiki detail secara digital atau menciptakan Gyotaku virtual menggunakan perangkat lunak desain grafis.
Media baru seperti kain, keramik, dan bahkan logam mulai digunakan untuk mencetak Gyotaku yang menjadikannya lebih serbaguna dalam bentuk seni tiga dimensi. Pewarnaan modern, seperti penggunaan cat akrilik atau pewarna neon, telah membawa gaya baru yang lebih hidup pada seni ini.
Meski demikian, Gyotaku juga menghadapi tantangan pada era modern. Teknologi dan kelangkaan beberapa spesies ikan mengancam pelestarian bentuk tradisional seni ini. Namun, seni ini tetap memiliki peluang besar untuk berkembang sebagai alat pendidikan, simbol konservasi lingkungan, dan ekspresi seni global. Gyotaku tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang sebagai seni yang menghormati hubungan manusia dengan alam, membawa pesan keberlanjutan melalui keindahan seni yang abadi.
Nah, cukup segitu yang bisa Pandai Kotoba berikan mengenai seni Gyotaku. Menarik kan cerita tentang seni ini. Gyotaku bukan hanya seni tradisional, tapi juga warisan budaya yang mencerminkan hubungan manusia dengan alam. Dari asal-usulnya yang sederhana sebagai cara mencatat hasil tangkapan ikan dan telah berkembang menjadi bentuk seni yang dihormati dan diapresiasi di seluruh dunia.
Dengan kombinasi tradisi dan inovasi, Gyotaku terus hidup dan menginspirasi generasi baru untuk mengenali keindahan dan nilai warisan budaya Jepang. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kita ya tentang budaya dan seni Jepang yang beragam. Jika Minasan ingin tahu budaya Jepang lainnya, bisa kunjungi yang satu ini nih: Gerbang Torii, Pintu Masuk di Kuil Shinto. Klik untuk membacanya yaa.
Sampai jumpa di artikel selanjutnya!