Culture,  Fenomena

Menyingkap Dunia Perselingkuhan di Jepang

Bagi kebanyakan orang dari berbagai macam kultur, perselingkuhan adalah pengkhianatan yang paling besar. Namun, kini banyak konten online yang membuat kita menjadi yakin bahwa selingkuh seakan-akan adalah hal yang biasa terjadi di Jepang. Benarkah? Lalu, seperti apa sebenarnya dunia perselingkuhan  di Jepang, dan apa perbedaannya dengan negara lain?

Sebelum membahas lebih jauh, ada dua istilah yang digunakan dalam bahasa Jepang untuk menyebut jenis-jenis perselingkuhan ini. Pertama, uwaki (浮気) yang merujuk pada situasi seperti berbuat khilaf karena mabuk atau sengaja berselingkuh sebagai cara cepat untuk mengakhiri sebuah hubungan. Kata kedua yaitu furin (不倫), yang mengacu pada perselingkuhan di luar nikah. Berdasarkan bahasanya, sudah jelas bahwa uwaki, atau secara harfiah juga bisa diartikan “jiwa yang melayang”, tidak selalu dianggap sebagai sebuah masalah besar.

Di sisi lain, tampaknya furin, yang dapat diterjemahkan sebagai “perzinahan” atau “amoralitas”, dianggap sebagai suatu hal yang sangat serius. Namun, kenyataannya tentu tidak selalu demikian.

Kisah Masa Lalu Perselingkuhan di Jepang

dunia perselingkuhan di jepang

Di banyak budaya, berselingkuh dari pasangan dianggap sebagai kejahatan yang sangat berat. Akan tetapi, secara historis di Jepang, sebuah pernikahan pada hakikatnya bertujuan untuk menjalin hubungan antar keluarga dan mempertahankan keturunan. Cinta yang romantis tidak memiliki banyak peran. Justru, hasrat seksual dan romantisme biasanya dipuaskan di luar pernikahan, sebuah praktik yang lazim dilakukan oleh pria dan wanita.

Dalam budaya patriarki, selalu ada lebih banyak kesempatan bagi pria untuk berselingkuh daripada wanita. Selama berabad-abad, para geisha melayani para pria kaya yang memiliki posisi terhormat di masyarakat. Dan hal tersebut lazim terjadi di Jepang ketika itu.

Pada abad ke-20, perselingkuhan kemudian dilihat sebagai perilaku suami yang umum dan tak terhindarkan. Laki-laki bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga sementara perempuan diminta untuk tinggal di rumah bersama anak-anak mereka. Alasannya adalah bahwa para pria berhak untuk menghilangkan stres mereka dengan cara yang mereka inginkan, namun sebaliknya, wanita yang berselingkuh dianggap tidak menghormati suami dan anak-anaknya. Waw..

Klub Hostes dan Pekerja Seks

Sekarang ini, kehidupan malam di Jepang bisa dibilang lebih “berhati-hati”, tetapi sebenarnya dalamannya masih sama seperti dahulu kala. Berbagai aktivitas yang dianggap selingkuh oleh banyak budaya lain justru dianggap sebaliknya di Jepang. Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya semi-legal tetapi juga lazim dilakukan di kota-kota besar di Jepang.

Sepulang kerja, kelompok pengusaha sering mengunjungi berbagai tempat hiburan yang bisa memuaskan mereka. Salah satu pilihan yang paling umum adalah kyabakura, atau klub nyonya rumah, “bar wanita”, dan “bar makanan ringan”, di mana para pelayan wanita menyediakan berbagai minuman dan mengobrol dengan para pengunjung pria. Hal yang sama juga berlaku untuk klub hostes yang melayani pelanggan wanita. Sedangkan bisnis lainnya, seperti pink salon, soapland, dan “delivery health”, menawarkan layanan seksual yang lebih bersifat kontak seksual langsung, padahal di sisi lain prostitusi merupakan hal yang ilegal di Jepang.

hostess club di jepang

Hukum Jepang mendefinisikan prostitusi sebagai hubungan seksual dengan orang yang tidak dikenal, atau orang asing yang entah siapa. Karena itulah, para penyedia jasa ini cerdik mencari celah, misalnya dengan memberikan waktu kepada pelanggan dan pekerja seks untuk “berkenalan” sebelum melakukan hubungan seksual. Jadi karena mereka melakukan hubungan seksual sebagai orang yang kenal, maka tidak bisa dikatakan prostitusi. Hahaha

Ada layanan privat lainnya, beberapa di antaranya juga melayani wanita, yang juga menjadi semakin populer, yakni menawarkan jasa layanan “pacar” seperti halnya dengan pacar beneran. Karena ini adalah layanan berbayar yang tidak melibatkan keterikatan emosional, maka layanan ini umumnya tidak dianggap sebagai perselingkuhan oleh sebagian orang di Jepang.

Kebanyakan Orang Jepang Tidak Memaklumi Perselingkuhan

Perselingkuhan memang masih dianggap tidak dapat diterima secara moral oleh banyak orang Jepang. Dalam sebuah penelitian oleh Pew Research Center, 69% orang di Jepang mengatakan bahwa perselingkuhan tidak dapat diterima secara moral.

Angka ini lebih tinggi dari beberapa negara, Jerman dan India misalnya, tetapi lebih rendah dari sebagian besar negara lain yang disurvei. Studi yang sama juga menunjukkan bahwa 12% orang Jepang mengatakan bahwa perselingkuhan dapat diterima secara moral, yang juga lebih tinggi daripada kebanyakan negara lain yang disurvei.

Meskipun begitu, mayoritas orang Jepang masih menganggap selingkuh sebagai tindakan yang tidak bermoral, setidaknya untuk jenis perselingkuhan di luar nikah. Hal ini tercermin dalam hukum di Jepang. Hubungan di luar nikah dianggap sebagai pelanggaran kontrak pernikahan, dan pasangan bahkan dapat menuntut kekasih suami atau istri mereka karena perzinahan.

Hubungan semacam ini juga cenderung menimbulkan skandal bagi orang-orang ternama. Sebagai contoh, pemenang kontes kecantikan Miss Japan baru-baru ini terpaksa mengembalikan mahkotanya setelah ketahuan menjalin hubungan dengan seorang pria beristri.

Seberapa Sering Orang Berselingkuh di Jepang?

Seperti halnya orang-orang dari negara lain, sebagian besar orang Jepang menganggap perselingkuhan sebagai pelanggaran serius. Lalu, seberapa sering orang Jepang berselingkuh?

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa hanya kurang dari 20% orang yang sudah menikah di Jepang yang mengaku pernah berselingkuh dari pasangannya, meskipun ada kesenjangan gender yang cukup besar: 40% pria yang sudah menikah dan kurang dari 20% wanita yang sudah menikah mengaku berselingkuh. Dalam sebuah survei lain, sekitar 28% pria dan sekitar 22% wanita pernah berselingkuh dari pasangannya.

Sebagai perbandingan, Studi Penelitian Pew dan Studi dari Institute for Families menemukan bahwa 19% orang Inggris dan sekitar 16% orang Amerika (juga dengan kesenjangan gender yang besar) mengaku pernah berselingkuh dari pasangannya.

Apa Perbedaannya?

Dengan tingkat perselingkuhan yang hampir sama dengan budaya lain, lalu apa yang membedakan perselingkuhan di Jepang dengan budaya lainnya? Beberapa perbedaan yang paling menonjol adalah tentang alasan pernikahan dan respon terhadap perselingkuhan. Bagi banyak orang di Jepang, pernikahan masih merupakan sebuah kontrak sosial, dan orang-orang diharapkan untuk menikah pada usia awal tiga puluhan. Selain itu, banyak orang di Jepang cenderung untuk tetap menikah, terlepas dari apakah pasangan mereka berselingkuh atau tidak. Meskipun sulit untuk diukur, tingkat perceraian di Jepang sedikit lebih rendah daripada negara-negara Barat dan negara tetangganya, Cina.

Ada salah satu elemen yang dianggap penting dalam budaya Jepang adalah adanya dorongan untuk memelihara keharmonisan, yang kemudian menciptakan budaya gaman, yang merujuk pada kata dalam bahasa Jepang yang berarti ” kesabaran.” Sikap mental ini juga yang melatarbelakangi banyak masalah di Jepang, seperti orang-orang yang harus “bersabar” melakukan kerja lembur dalam waktu yang lebih panjang dari biasanya. Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa orang cenderung bisa bertahan dalam sebuah pernikahan, meski pasangannya berselingkuh atau kehidupan pernikahannya tanpa melibatkan gairah seksual sama sekali.

Dengan kata lain, pasangan yang sudah menikah cenderung tetap melanjutkan kehidupan rumah tangganya bahkan dalam situasi sulit sekalipun agar tidak mengganggu keharmonisan dan agar unit keluarga tetap utuh. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang bisa dibilang cukup rasional, karena hukum belum mengizinkan hak asuh anak bagi pasangan yang bercerai.

Sikap lain yang berasal dari budaya gaman adalah gagasan bahwa segala sesuatunya adalah shoganai – sebuah frasa yang lazim digunakan dalam bahasa Jepang yang bisa diartikan “Tidak ada pilihan lain, ya apa boleh buat, ya sudahlah.”

Umumnya orang Jepang merasa tidak nyaman untuk menunjukkan emosi mereka yang sebenarnya, apalagi yang bersifat intim dan berpotensi konfrontatif. Takutnya dapat mengganggu kedamaian. Oleh karena itu, karena sikap mental inilah banyak yang kemudian meyakini bahwa pernikahan mau tak mau harus tetap berjalan meskipun salah satu dari pasangan melakukan suatu aktivitas yang dianggap sebagai perselingkuhan.

Jadi, hanya ada sedikit data yang menunjukkan bahwa perselingkuhan adalah hal yang lazim dilakukan di Jepang dibandingkan dengan negara lain. Pandangan orang Jepang terhadap perselingkuhan pun sebetulnya sama dengan negara lain. Perbedaan utamanya terletak pada hal yang bisa dibilang sulit diukur. Yakni, sejarah dan budaya mengenai sebuah hubungan, pernikahan, dan komunikasi secara umum.

Penelitian berkali-kali menunjukkan bahwa komunikasi adalah kunci untuk menjaga hubungan pernikahan yang sehat. Dan Jepang tentu saja bukan satu-satunya negara di mana orang cenderung memiliki masalah komunikasi dalam suatu hubungan.

Mungkin sebuah hubungan di Jepang akan lebih damai dan berjalan dengan harmonis  jika lebih mengutamakan komunikasi yang jujur dan berkualitas. Setiap keinginan dikomunikasikan, termasuk soal segala keberatan dan ketidaknyaman satu sama lain. Intinya jujur. Nah, jika komunikasi yang jujur ini bisa berjalan dengan baik di antara setiap pasangan di Jepang, maka bisa jadi akan lebih banyak orang yang benar-benar bisa menikmati hubungan yang lebih harmonis dibandingkan mereka yang hanya berlagak gaman dan shouganai membiarkan pasangannya berselingkuh dan berpura-pura menutup mata demi sebuah “keharmonisan”.

Mana yang termasuk selingkuh dan tidak menurut perempuan Jepang

Setiap orang memiliki batasan yang berbeda tentang mana tindakan yang termasuk perselingkuhan dan mana yang tidak termasuk perselingkuhan. Sebagian orang akan mengatakan bahwa suatu tindakan tidak bisa dikatakan selingkuh jika tidak ada kontak fisik dan lain sebagainya.

Portal internet R25 mensurvei 200 wanita Jepang berusia 20-an dan 30-an, yang semuanya pernah menjalin hubungan eksklusif, baik dengan kekasih atau suaminya. R25 mengajukan sejumlah pertanyaan kepada para responden, dan hasilnya 38% di antaranya mengaku pernah tidak setia pada pacarnya di masa lalu. Portal R25 pun meminta mereka untuk menjawab apakah perilaku “ketidaksetiaan” tersebut termasuk dalam kategori selingkuh atau tidak.

Nah, berikut ini adalah urutan aktivitas yang dianggap suatu tindakan perselingkuhan di mata perempuan Jepang. Angka persentase di setiap poin adalah jumlah responden yang menganggap tindakan di poin tersebut adalah sebuah tindakan yang termasuk perselingkuhan. Yuk langsung simak berikut ini.

6. Bertukar email atau pesan chat secara rutin dengan pria lain yang bukan pacar (3%)

Mengingat bahwa email dan aplikasi chatting telah berkembang menjadi bentuk komunikasi non-tatap muka yang paling umum bagi orang-orang dalam kelompok usia yang disurvei, maka tidak mengherankan jika saling bertukar pesan dengan orang lain selain pacar dianggap sebagai hal yang dapat dipahami dalam kehidupan sosial yang normal di zaman ini.

5. Merasakan ketertarikan secara romantik terhadap pria lain (25,5%)

Meskipun mayoritas wanita merasa bahwa tidak ada yang salah dengan rasa ketertarikan emosional terhadap pria lain, namun tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa memiliki perasaan seperti ini merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap pasangan.

4. Pergi makan atau bersenang-senang dengan pria lain, hanya berdua (30,5%)

Dari sudut pandang orang Barat, menganggap hal ini sebagai perselingkuhan mungkin terkesan terlalu berlebihan, namun perlu diingat bahwa cara bersosialisasi di Jepang sedikit berbeda. Teman sekelas, rekan kerja, dan kenalan lainnya yang memiliki hubungan baik hampir selalu berkumpul dalam sebuah kelompok, sehingga ketika seseorang hanya berduaan dengan seseorang lain dianggap menunjukkan tingkat keintiman yang sangat tinggi dalam suatu hubungan, sehingga sekitar 30% responden menganggap hal ini merupakan sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan pertemanan biasa.

3. Berpegangan tangan dengan pria lain (58%)

Sekarang kita sampai pada pelanggaran pertama yang disepakati oleh mayoritas responden (karena lebih dari 50%). Terkadang, kita mungkin akan melihat dua orang siswi SMA yang bersahabat tengah berpegangan tangan, namun pada umumnya ini merupakan kontak fisik yang dianggap terlalu berlebihan bagi kebanyakan orang Jepang, apalagi dengan seseorang yang “hanya teman”. Maka, tak heran jika berpegangan tangan dengan lawan jenis yang bukan pacar akan dianggap sebagai sebuah tindakan perselingkuhan.

2. Mencium pria lain (76,5%)

Logikanya, kebanyakan orang Jepang tidak berpegangan tangan dengan teman mereka, apalagi berciuman. Walaupun begitu, sekitar satu dari lima wanita yang disurvei masih merasa bahwa hal ini bukanlah sebuah tindakan yang dapat dikategorikan sebagai perselingkuhan. Hmm..

1. Berhubungan seks dengan pria lain (77%)

Tentu saja berhubungan seks menduduki peringkat teratas, namun agak mengejutkan ketika mengetahui bahwa hanya ada perbedaan setengah persen antara persentase “pertemuan” bibir dan “pertemua”n bagian intim. LOL.

Perlu diketahui, sebagaimana dirilis oleh R25, data di atas tidak merinci seberapa besar selisih antara kelompok yang mengatakan bahwa mencium pria lain bukanlah perselingkuhan dan mereka yang mengatakan bahwa tidur bersama bukanlah perselingkuhan.

Tentu saja, ada juga kemungkinan bahwa 23% wanita yang disurvei tidak menganggap apa pun yang mereka lakukan adalah sebuah perselingkuhan. Jika demikian, Minasan mungkin harus mewaspadai golongan wanita sebanyak 23% ini ketika mengikuti pesta atau minum-minum belaka. WKWK.

Kisah-Kisah Perselingkuhan

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh portal internet R25 di atas, ternyata 23 persen wanita Jepang menyatakan bahwa tidur dengan pria lain tidak termasuk perselingkuhan. Nah, lho.

Jika definisi selingkuh dan tidak selingkuh itu bersifat interpretatif atau multitafsir, faktanya sejumlah wanita dan pria bahkan tidak berusaha menutup-nutupi aktivitas selingkuhnya tersebut:

“Beberapa tahun lalu, seorang pria yang saya kencani selama beberapa bulan mengajak saya makan malam di hari ulang tahun saya. Pria ini menyiapkan kue dan bahkan menghadiahkan liontin yang sangat mahal dari Tiffany (nama toko perhiasan). Setelah selesai makan malam, kami pun pulang ke rumahnya dan saya langsung ke kamar mandi untuk sekadar membersihkan diri. Lalu, saat hendak menggosok gigi, saya tidak bisa menemukan sikat gigi saya, jadi saya langsung mencari di dalam rak bercermin tak jauh dari wastafel. Dan ternyata sikat gigi saya ada di sana, tepatnya berada di atas tumpukan 10 sikat gigi lainnya! Saya langsung melabrak dan marah-marah pada pria ini. Namun, dia mengatakan bahwa dia tidak berselingkuh, katanya dia hanya menggunakan semua sikat gigi ini untuk “membersihkan kamar mandinya”. Ya, sepertinya itulah jawaban terbaik yang dia miliki untuk menutupi aktifitas perselingkuhannya! Akhirnya saya mengambil hadiah saya dan langsung pergi. – Cath

Surga bagi para pecinta 

Ini adalah sebuah pandangan ekstrim: Pada kenyataannya, Jepang adalah surganya para tukang selingkuh. Jam kerja yang panjang dan berbagai pesta minum-minum bersama rekan-rekan kantor menjadi sebuah alasan yang tak ada habisnya untuk terlambat pulang ke rumah. Love hotel ada di mana-mana, dan hanya dengan 6.000 yen, seseorang sudah bisa memperoleh kenikmatan intim selama tiga jam dengan pasangan tanpa nama. Bagaimana jika tidak ada pasangan yang bisa diajak kencan? Soaplands menawarkan kenikmatan pada para pekerja yang lelah untuk mendapatkan sebuah kesenangan sesaat sebelum perjalanan pulang mereka ke rumah masing-masing dengan kereta api.

“Saya datang ke Jepang dengan mantan tunangan saya, dia adalah seorang insinyur dan mendapat pekerjaan di Osaka. Sebelumnya saya sudah diperingatkan bahwa para pria di Jepang cenderung sulit untuk tetap setia mengingat banyaknya wanita Jepang yang cantik-cantik, tetapi saat itu saya tidak menggubris peringatan itu, dan yakin bahwa tunangan saya bukanlah tipe pria yang suka berselingkuh. Keyakinan saya masih bertahan, sampai dia mulai berkencan dengan seorang rekan satu divisi di tempat kerjanya. Awalnya saya tidak menaruh rasa curiga, karena mereka sering pergi minum-minum dengan rekan kerja lainnya dan saya pun terkadang diajaknya serta. Selain itu, mantan tunangan saya pun juga sering mengeluh kepada saya tentang perempuan ini, dan mengatakan bahwa dia (perempuan itu) menyebalkan dan suka berbicara konyol. Faktanya teman-teman tunangan saya semuanya berselingkuh dari pacar mereka, dan semestinya hal ini saya sadari sebagai sebuah peringatan, namun lagi-lagi saya tetap mempercayainya. Sampai suatu hari, saya mulai penasaran dan mencoba membuka ponselnya. Saat itu saya membaca chat antara dia dan salah seorang temannya. Dalam chat itu mantan tunangan saya menceritakan bahwa dirinya pergi ke rumah perempuan itu pada suatu malam, dan perempuan itu tergila-gila padanya, kemudian dia mengatakan pada temannya, seharusnya dia “mencoba” perempuan Jepang dari dulu. Tak lama setelah itu, akhirnya kami pun mengakhiri pertunangan kami dan dia memulai hubungan dengan perempuan itu selama beberapa minggu.” – Ariana

Menutup mata

Hal yang lebih menarik lainnya, beberapa pasangan yang sudah menikah sering kali menutup mata atas perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangannya, selama keutuhan rumah tangganya tidak terganggu. Sejumlah istri bahkan tidak memandang suaminya yang mengunjungi soapland sebagai sebuah perselingkuhan, karena hal tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan bukan suatu tindakan yang melibatkan perasaan. Hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan yang cukup kuat untuk bercerai, apalagi jika sudah memiliki anak.

“Seorang teman saya yang berkebangsaan Jepang mendapati suaminya yang berkebangsaan Jepang juga sering menggunakan aplikasi sexting dengan perempuan. Ponselnya dipenuhi banyak foto dan video telanjang. Pasangan ini memiliki seorang anak yang baru berusia satu tahun. Setelah teman saya mengetahui hal itu, dia langsung meninggalkan rumah. Tak lama kemudian, ibu mertuanya datang berkunjung dan mengatakan kepadanya bahwa hal tersebut adalah hal yang wajar bagi pria untuk melakukan hal itu dan ia sebaiknya tidak menghiraukan kelakuan suaminya. Kalau dia tidak kembali ke rumah, putrinya akan ikut menderita karena sikapnya yang egois. Mirisnya, ia justru kembali kepada suaminya yang berselingkuh.” – Niki

Di banyak budaya lain, orang yang sudah menikah diharuskan untuk bekerja keras agar rumah tangga mereka tetap harmonis, terlebih lagi jika mereka sudah memiliki anak. Rendahnya tingkat gairah seksual terhadap pasangan dipandang sebagai sebuah masalah yang harus dibenahi. Pasangan yang sedang mengalami masalah disarankan untuk mengikuti konseling sebagai usaha untuk memperbaiki kembali hubungan mereka. Sedangkan di Jepang, hubungan seks sudah diyakini akan mengendur setelah memiliki anak.

Tidak nge-seks padahal saya sudah menikah

Kendati demikian, jika pasangan sudah dinomor duakan, bukan berarti orang yang sudah menikah berhenti menginginkan seks – dia tetap ingin asalkan tidak dengan pasangannya!

“Saya pernah berkencan dengan seorang pria yang ternyata sudah menikah dan memiliki anak. Malam itu berjalan dengan sangat menyenangkan, sampai saya mengatakan pada pria itu bahwa saya sangat menjunjung tinggi kejujuran. Pria itu mulai gelisah dan akhirnya mengakui bahwa ia memiliki seorang istri dan anak, tetapi pernikahannya tidak bahagia lagi dan ia mengaku tidak memiliki gairah untuk berhubungan seks lagi dengan istrinya. Dirinya kaget dan seolah tidak percaya ketika saya mengatakan bahwa saya tidak mau berkencan dengannya lagi! Pria itu terus menerus mengatakan bahwa ia dan istrinya hidup layaknya teman sekamar, tak lebih. Jawaban semacam itu yang ia pikir bisa memaklumi keinginannya untuk berselingkuh? – Jenn

Meskipun pria Jepang yang sudah menikah lebih sering berselingkuh daripada pasangan wanitanya, namun jangan heran jika wanita juga berselingkuh, sama halnya seperti pria. Mengingat soapland dan layanan seks lainnya biasanya diperuntukkan untuk pria, beberapa wanita pun menemukan cara lain untuk memuaskan hasrat mereka. 

“Saya dulu bekerja di sebuah tempat bernama Eikawa, di mana sebagian besar murid di situ adalah ibu rumah tangga yang jenuh dan penuh kebosanan di usia mereka yang 40-an, dan sebagian besar gurunya adalah gaijin (orang luar Jepang) yang menderita “Yellow Fever” (Fetish pada orang berkulit kuning). Saya rasa kamu bisa membayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Kita semua tahu bagaimana akhir dari les privat ini, para pengajar pria ini saling unjuk kehebatan ketika “bermain” dengan muridnya. Beberapa dari mereka bahkan memberikan nama julukan kepada para perempuan ini! Kita akan mengira para pria ini adalah pria bajingan, tapi suatu kali seorang ibu rumah tangga yang tidak puas telah memecat seorang pria (pengajarnya) karena pria itu tidak mau berkencan dengannya untuk kedua kalinya. Wanita itu mengeluh kepada atasannya bahwa sang pria melakukan pekerjaannya dengan buruk… dan kemudian dia mencoba meminta saya untuk les privat. Saya langsung katakan saja bahwa saya sudah terlalu sibuk! – Mark

Isu yang bersifat universal

Meskipun fokus utama artikel ini adalah tentang orang Jepang dan bagaimana persepsi mereka tentang perselingkuhan, namun kita tidak boleh melupakan satu kelompok dalam populasi Jepang, yaitu para gaijin! Perlu diketahui bahwa selingkuh bukanlah masalah yang hanya terjadi pada orang Jepang atau orang berkebangsaan tertentu saja.

“Nao, seorang teman Jepang saya yang sangat baik, dulu ia berpacaran dengan seorang gadis asal Jerman. Mereka berpacaran jarak jauh untuk sementara waktu, sampai kemudian dia datang ke Jepang dari Jerman dengan menggunakan visa turis. Nao mengizinkan gadis itu tinggal di rumahnya selama beberapa bulan sementara dirinya bekerja dan membiayai semua keperluannya. Hal yang mengejutkan terjadi, pada suatu akhir pekan ketika Nao pergi untuk sebuah perjalanan bisnis ke luar kota saya melihat perempuan Jerman itu sedang berciuman dengan seorang pria Jepang lain di Roppongi… Tentu saja, saya langsung menceritakannya kepada Nao dan mereka pun akhirnya putus. Ternyata wanita Jerman itu sudah lama berhubungan dengan pria lain dan beberapa teman lain pernah melihatnya tapi tidak tega menceritakannya. Karena kejadian ini, Nao amat sangat terpukul.” – Ken

Waspadalah

Satu peringatan terakhir, jika Minasan berpikir untuk berselingkuh dengan pria atau wanita yang sudah menikah, maka pastikan untuk lebih waspada. Di Jepang, pasangan yang diselingkuhi tidak hanya dapat menuntut pasangannya yang tidak setia, tetapi juga bisa menuntut sang selingkuhan! Jadi, ingatlah hal tersebut saat Minasan pergi berkencan dengan seseorang yang mengenakan cincin di jari mereka.

Itulah Minasan, seluk beluk kehidupan perselingkuhan di Jepang. Semoga artikel ini bisa menjadi pengetahuan baru untuk Minasan ya. 

Bagi Minasan yang ingin tahu lebih banyak soal fenomena sosial di Jepang, budaya Jepang, atau bahasa Jepang, jangan lupa untuk terus ikuti Instagram Pandai Kotoba, chanel Youtube Pandai Kotoba, dan Tik Tok Pandai Kotoba.

Mata!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *