4 Jenis Intonasi dalam Bahasa Jepang
みなさん、こにちは!! Intonasi dalam bahasa Jepang berperan penting dalam komunikasi, memengaruhi makna kata dan nuansa percakapan. Misalnya, “はし” (hashi) bisa berarti jembatan (橋) atau sumpit (箸) tergantung pada intonasinya. Bahasa Jepang standar (Hyōjungo) memiliki beberapa pola utama, seperti Heibangata, Atamadakagata, dan Nakadakagata, sementara dialek lain seperti Kansai-ben memiliki ciri khas tersendiri. Artikel ini akan membahas berbagai pola intonasi dalam bahasa Jepang dan perbedaannya dalam berbagai dialek.

Pengertian Intonasi dalam Bahasa Jepan
Intonasi (イントネーション, intonēshon) dalam bahasa Jepang mengacu pada pola perubahan nada dalam sebuah kata atau kalimat. Intonasi sangat penting karena dapat membedakan makna kata yang ejaannya sama tetapi memiliki arti berbeda.
Dalam bahasa Jepang, intonasi terutama berhubungan dengan pitch accent (高低アクセント, kōtei akusento) atau aksen tinggi-rendah. Tidak seperti bahasa Indonesia atau Inggris yang menggunakan tekanan (stress) dalam pengucapan kata, bahasa Jepang lebih bergantung pada perubahan nada suara.
Sebagai contoh, kata “はし” (hashi) bisa memiliki dua arti berbeda berdasarkan intonasinya:
- 橋 (hashi – jembatan) → Nada turun setelah suku pertama.
- 箸 (hashi – sumpit) → Nada naik setelah suku pertama.
Karena itu, memahami intonasi dalam bahasa Jepang sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dalam komunikasi.
Ciri-Ciri Intonasi dalam Bahasa Jepang
Intonasi dalam bahasa Jepang memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari bahasa lain. Berikut adalah beberapa karakteristik utama:
Pitch Accent (Aksen Nada) yang Berbeda dari Bahasa Tonal
- Tidak seperti bahasa tonal seperti Mandarin, bahasa Jepang menggunakan pitch accent untuk membedakan makna kata, bukan nada setiap suku kata.
- Perubahan nada biasanya terjadi antara tinggi (H) dan rendah (L) pada satu kata atau frasa.
Perubahan Nada dalam Kata (Pitch Contour)
- Beberapa kata memiliki pola nada tetap, di mana suku kata tertentu lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan yang lain.
- Perubahan nada ini dapat mengubah arti kata, misalnya:
- はし (hashi – sumpit) → H-L
- はし (hashi – jembatan) → L-H
Empat Pola Utama dalam Bahasa Standar (Hyōjungo)
Bahasa Jepang memiliki empat pola utama dalam bahasa standar (Tokyo Dialek):
- Heibangata (平板型) → Nada tetap tinggi setelah suku pertama.
- Atamadakagata (頭高型) → Nada tinggi di awal lalu turun.
- Nakadakagata (中高型) → Nada naik di tengah lalu turun sebelum akhir.
- Odakagata (尾高型) → Nada tetap tinggi hingga akhir, lalu turun jika diikuti partikel.
Perbedaan Intonasi antar Dialek
- Bahasa Jepang memiliki variasi intonasi tergantung pada daerah.
- Dialek Tokyo (Hyōjungo) lebih terstruktur dengan pitch accent yang lebih jelas.
- Dialek Kansai (Kansai-ben) memiliki pola nada yang lebih beragam dan berbeda dari Tokyo.
Pengaruh Intonasi dalam Emosi dan Penekanan
- Intonasi juga digunakan untuk menekankan suatu kata atau ekspresi dalam percakapan.
- Dalam pertanyaan, nada sering naik di akhir kalimat untuk menunjukkan ketidakpastian atau permintaan klarifikasi.
Perubahan Nada dengan Partikel
Kata dengan pola Odakagata sering mengalami penurunan nada ketika diikuti partikel seperti が (ga) atau は (wa).
Contoh:
花 (hana – bunga) → Nada tinggi “Hana”, tapi saat diikuti partikel: “Hana ga” nada menurun.

→ Nada tinggi “Hana”, tapi saat diikuti partikel: “Hana ga” nada menurun.
Struktur Intonasi dalam Bahasa Jepang
Secara umum, terdapat tiga jenis intonasi utama dalam bahasa Jepang:
1. Intonasi Pola Datara-gata (平板型 – Heibangata)
- Intonasi ini disebut juga sebagai pola datar.
- Suara tetap stabil atau hanya sedikit berubah dari awal hingga akhir kata.
- Contohnya sering ditemukan dalam kata-kata yang berasal dari bahasa asing atau dalam dialek Tokyo.
Ciri-ciri :
- Nada rendah di awal, lalu naik setelah suku pertama dan tetap tinggi sampai akhir.
- Biasanya ditemukan pada kata-kata pinjaman (katakana) dan beberapa kata asli Jepang.
- Ketika diikuti partikel (misalnya は, が, atau を), nada tetap tinggi.
Contoh:
東京 (とうきょう – Tōkyō) – Nada tetap stabil setelah suku pertama.
2. Intonasi Pola Atama-daka-gata (頭高型 – Atamadakagata)
- Intonasi ini dikenal sebagai pola tinggi di awal.
- Suara naik pada suku pertama, lalu turun pada suku berikutnya.
- Biasanya digunakan pada kata-kata asli Jepang atau kata kerja.
Contoh:
- 橋 (はし – hashi, jembatan) – Nada tinggi di “ha” lalu turun di “shi”.
- 紙 (かみ – kami, kertas) – Nada tinggi di “ka” lalu turun di “mi”.
Catatan: Kata “はし” bisa berarti jembatan (橋) atau sumpit (箸) tergantung pada pola nadanya.

3. Intonasi Pola Nakadaka-gata (中高型 – Nakadakagata)
- Disebut juga pola tinggi di tengah.
- Nada naik setelah suku pertama dan tetap tinggi untuk beberapa suku kata, kemudian turun sebelum akhir kata.
- Pola ini sering ditemukan dalam nama tempat atau kata benda tertentu.
Contoh:
- お茶 (おちゃ – ocha, teh) – Nada naik di “O” lalu turun “cha”.
- 日本 (にほん – Nihon, Jepang) – Nada naik di “ho” lalu turun di “n”.
Selain tiga jenis utama intonasi dalam bahasa Jepang (Heibangata, Atamadakagata, dan Nakadakagata), ada beberapa pola intonasi tambahan yang sering muncul dalam bahasa Jepang. Berikut adalah jenis-jenis lainnya:
4. Intonasi Pola Odaka-gata (尾高型 – Odakagata)
- Nada awalnya rendah, kemudian naik pada suku kata tertentu dan tetap tinggi hingga akhir kata, tetapi turun pada partikel berikutnya.
- Mirip dengan Nakadakagata, tetapi perbedaannya adalah nada tidak turun dalam kata itu sendiri, melainkan turun pada partikel yang mengikutinya.
Contoh:
- 花 (はな – hana, bunga) – Nada naik pada “na” dan tetap tinggi sampai akhir kata, tetapi turun ketika diikuti partikel (misalnya, はなが (hanaga), nada turun di “ga”).
- 桜 (さくら – sakura, bunga sakura) – Nada naik pada “ku” dan tetap tinggi sampai “ra”, tetapi turun jika ada partikel setelahnya.
5. Intonasi Pola Koubai-gata (高倍型 – Kōbaigata) (jarang digunakan dalam bahasa standar)
- Pola ini lebih sering ditemukan dalam dialek tertentu, seperti dialek Kansai.
- Intonasi naik secara bertahap dari awal hingga akhir kata tanpa ada penurunan tiba-tiba.
Contoh dalam dialek Kansai:
- 知らん (しらん – shiran, tidak tahu dalam dialek Kansai) – Nada naik secara bertahap dari awal sampai akhir kata.
- おもろい (おもろい – omoroi, menarik/lucu dalam dialek Kansai) – Nada naik bertahap hingga akhir kata.

6. Intonasi Dialek Kansai vs. Dialek Tokyo
- Dalam bahasa Jepang standar (Tokyo-ben), biasanya nada bisa naik atau turun pada suku tertentu sesuai dengan pola intonasi yang telah disebutkan sebelumnya.
- Namun, dalam dialek Kansai (Kansai-ben), ada banyak perbedaan pola intonasi. Misalnya, beberapa kata yang memiliki nada tinggi dalam bahasa Tokyo bisa memiliki nada rendah di Kansai, atau sebaliknya.
Contoh perbedaan intonasi:
雨 (あめ – ame, hujan)
- Tokyo-ben: Nada tinggi pada “me”.
- Kansai-ben: Nada tinggi pada “a”, lalu turun.
飴 (あめ – ame, permen)
- Tokyo-ben: Nada rendah di awal, lalu naik pada “me”.
- Kansai-ben: Nada tetap rendah.
Pola Intonasi dalam Kalimat Bahasa Jepang
Selain kata per kata, intonasi dalam bahasa Jepang juga berlaku dalam kalimat. Beberapa pola yang umum digunakan adalah:
A. Kalimat Pernyataan
Intonasi biasanya turun di akhir kalimat.
Contoh:
私は日本人です。(Watashi wa Nihonjin desu.) – Nada turun pada “です”.
B. Kalimat Pertanyaan (Tanpa Kata Tanya)
Jika kalimat tidak menggunakan kata tanya (seperti 何, どこ, なぜ), maka intonasi biasanya naik di akhir.
Contoh:
これは本ですか?(Kore wa hon desu ka?) – Nada naik pada “か”.

C. Kalimat Pertanyaan dengan Kata Tanya
Intonasi tetap turun di akhir meskipun kalimatnya adalah pertanyaan.
Contoh:
何を食べますか?(Nani o tabemasu ka?) – Nada turun pada “か”.
Perbedaan Intonasi antara Dialek Tokyo dan Kansai
Dialek di Jepang memiliki pola intonasi yang berbeda. Dialek Tokyo (標準語, Hyōjungo) memiliki pitch accent yang lebih kontras, sedangkan dialek Kansai (関西弁, Kansai-ben) cenderung memiliki nada yang lebih berfluktuasi.
Contoh Perbedaan Intonasi:
Kata | Tokyo-ben | Kansai-ben |
雨 (Ame – hujan) | Nada naik di “め” | Nada naik di “あ” |
飴 (Ame – permen) | Nada tinggi di awal dan turun di akhir | Nada tetap rendah |
Kesimpulan:
- Di Tokyo, 雨 (ame – hujan) memiliki nada naik di “め”.
- Di Kansai, 雨 (ame – hujan) memiliki nada naik di “あ”.
Ini bisa menyebabkan kebingungan bagi orang dari daerah yang berbeda di Jepang!
Fungsi Intonasi dalam Bahasa Jepang
Intonasi dalam bahasa Jepang memiliki beberapa fungsi penting dalam komunikasi. Berikut adalah beberapa fungsi utama intonasi dalam percakapan sehari-hari:
1. Membedakan Makna Kata (Pitch Accent)
Dalam bahasa Jepang, perubahan intonasi dapat mengubah arti suatu kata meskipun pelafalannya sama.
✅ Contoh:
- はし (hashi – sumpit) → H-L (Nada tinggi di awal, lalu turun)
- はし (hashi – jembatan) → L-H (Nada naik setelah suku pertama)
2. Menyampaikan Emosi dan Nuansa
Intonasi digunakan untuk mengekspresikan perasaan atau emosi dalam suatu kalimat.
✅ Contoh:
- たのしい!(Tanoshii! – Seru!) → Nada naik di akhir menunjukkan kegembiraan.
- もういいよ… (Mou ii yo… – Sudah cukup…) → Nada turun dan melemah menunjukkan rasa kecewa atau pasrah.

3. Menunjukkan Perbedaan antara Pernyataan dan Pertanyaan
Dalam bahasa Jepang, pertanyaan sering diakhiri dengan nada naik untuk menunjukkan ketidakpastian atau permintaan klarifikasi.
Contoh:
- 今日、学校に行く。(Kyō, gakkō ni iku.) → Nada datar (Pernyataan: “Hari ini saya pergi ke sekolah.”)
- 今日、学校に行く?(Kyō, gakkō ni iku?) → Nada naik di akhir (Pertanyaan: “Hari ini kamu pergi ke sekolah?”)
4. Menekankan atau Memberi Penekanan pada Kata Tertentu
Dalam percakapan, intonasi dapat digunakan untuk menonjolkan atau memberi tekanan pada kata-kata penting.
Contoh:
- これは私の本です。 (Kore wa watashi no hon desu.)
Intonasi lebih kuat pada “watashi no” menunjukkan kepemilikan. - ぜったいに行かない!(Zettai ni ikanai! – Aku tidak akan pergi!)
Nada tinggi pada “ぜったいに (zettai ni)” menekankan ketegasan.
5. Mengindikasikan Kesopanan atau Formalitas
Dalam bahasa Jepang, nada lebih lembut atau naik sedikit digunakan dalam bahasa sopan untuk menunjukkan kesopanan.
Contoh:
- すみません。(Sumimasen.) → Nada sedikit naik di tengah menunjukkan permintaan maaf yang sopan.
- よろしくお願いします。(Yoroshiku onegai shimasu.) → Nada turun di akhir menunjukkan nada hormat.
Kesimpulan
Intonasi dalam bahasa Jepang sangat berpengaruh dalam komunikasi, karena dapat membedakan makna kata yang memiliki pengucapan serupa. Empat pola utama dalam bahasa standar adalah Heibangata, Atamadakagata, Nakadakagata, dan Odakagata, dengan tambahan Kōbaigata yang jarang digunakan.
Memahami pola-pola ini membantu dalam berbicara lebih natural, meningkatkan pemahaman dalam mendengar, dan menghindari kesalahpahaman dalam percakapan sehari-hari. Oleh karena itu, intonasi menjadi salah satu aspek penting dalam penguasaan bahasa Jepang. Yuk, terus semangat latihan dan jangan malu buat coba-coba berbagai contoh kalimat! Sampai ketemu lagi di materi seru berikutnya bareng Pandaikotoba. Oh iya, jangan lupa follow Instagram-nya juga ya, Minasan!
Belajar bahasa Jepang itu asyik banget, lho. がんばってね!!

