Wisata ke Kota Uji, Kota Teh Jepang Yang Romantis!
Konnichiwa, minasan~~ Kota apa di Jepang yang terkenal dengan budayanya? Mungkin banyak dari kalian yang akan bilang Nara, Kyoto, Osaka, dan lainnya. Tapi ada lho kota yang juga termasuk kota sejarah dan budaya, tidak kalah dengan kota-kota besar lainnya lho, yaitu kota Uji.
Kota Uji yang masih masuk dalam Prefektur Kyoto, berada di pinggiran selatan kota Kyoto merupakan kota yang memiliki dua situs warisan dunia, dan juga kota romantis, dan juga kota teh yang legendaris. Nah, setelah minasan mengetahui tentang apa saja macam teh Jepang, sekarang yuk kita kenalan dengan kota Uji yang sangat terkenal dengan tehnya ini! Buat yang belum baca tentang teh Jepang, bisa langsung baca di Mengulik Lebih Mendalam Budaya dan Sejarah Teh di Jepang.

Sejarah Teh Uji
Konon, teh Uji mulai dikenal pada awal periode Kamakura saat Myoe, seorang biksu Budha yang menerima bibit teh dari Eisai, membawanya ke Uji. Bahkan, catatan tentang teh Uji pertama kali dikonfirmasi pada periode Nanboku-cho.
Dalam buku-buku yang ditulis sekitar waktu itu, kota Uji tercantum sebagai salah satu daerah penghasil teh. Akan tetapi, pada saat itu, teh dari Toganoo di Kyoto dianggap yang terbaik, dan teh Uji diperlakukan sebagai sesuatu yang lain.

Chayama Toganoo
Credit: Ujicha Kyoto
Sejak saat itu hingga periode Muromachi, catatan para bangsawan dan biksu menunjukkan bahwa teh Uji digunakan sebagai hadiah. Akhirnya, reputasi teh Uji menjadi setara dengan teh Toganoo, dan pada pertengahan periode Muromachi, teh Uji diakui sebagai barang dengan peringkat tertinggi.
Pada masa ini pun, Ashikaga Yoshimitsu pun mendorong budidaya teh Uji, dan ketika ia membuka Tujuh Kebun Terkenal Uji, kebun teh resmi Keshogunan Muromachi, Uji menggantikan Toganoo sebagai rumah teh. Teh Uji juga dilindungi selama masa Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi.

Selama periode Sengoku dan Azuchi-Momoyama, upacara minum teh menjadi populer di kalangan pedagang, dan dikaitkan dengan mereka yang berkuasa saat itu, dan akhirnya menjadi populer di kalangan kelas penguasa daimyo. Sekitar waktu inilah Sen no Rikyu mendirikan upacara minum teh (Cha-no-yu).
Di kota Uji, dapat dipastikan keberadaan pedagang teh yang mengelola kebun teh yang disebut chashi selama periode Edo dan memasok teh kepada pelanggan. Selama periode ini, teh terus dipersembahkan kepada Istana Kekaisaran dan Keshogunan, dan Shogun ketiga, Tokugawa Iemitsu, membuat teh untuk Istana Kekaisaran dan teh berkualitas tinggi untuk penggunaan langsung Shogun, dan pengangkutan teh baru ke Edo dilembagakan sebagai “Ochatsubo Dochu”, yang telah berlanjut selama 250 tahun sejak saat itu.

Credit: Kyoto Westside
Para ahli teh Uji mulai mendirikan tempat tinggal di daerah yang sekarang menjadi Jalan Perbelanjaan Ujibashi. Mereka diberi hak istimewa khusus oleh Keshogunan Edo, dan ditugaskan untuk mengemas teh berkualitas tinggi ke dalam toples saat teh baru dipanen untuk dipersembahkan kepada Shogun. Mereka juga memiliki pelanggan di antara para penguasa feodal di seluruh negeri, dan bertanggung jawab untuk mendistribusikan teh Uji.


Pada tahun 1738, Nagatani Soen dari Ujitawara menciptakan metode pembuatan teh baru, yaitu “metode Uji (metode Aosei Sencha)” yang revolusioner, di mana daun teh yang dikukus diremas dan dikeringkan dalam oven pemanggang. Ini merupakan awal mula teh Jepang modern (sencha).
Pada tahun 1835, ahli teh Kinoshita Kichizaemon dari Uji-Kokura dikatakan telah secara tidak sengaja menciptakan gyokuro, sejenis teh hijau. Gyokuro kemudian disempurnakan oleh Tsuji Riemon dari kota Uji.
Tsuen, Toko Teh Tertua di Jepang
Nah, sekarang waktunya untuk membahas toko teh tertua di Jepang bernama Tsuen Tea. Tsuen Tea adalah perusahaan keluarga yang berdiri sejak tahun 1160 M. Perusahaan ini terus beroperasi hingga saat ini.
Sejak didirikan, kedai ini berdiri di ujung timur Jembatan Uji yang bersejarah di Uji, Kyoto. Bangunan saat ini hampir tidak berubah sejak dibangun pada tahun 1673, dan merupakan yang terbaru dalam serangkaian kedai yang dimiliki oleh keluarga Tsuen di lokasi yang sama sejak tahun 1160.

Credit: Tsuen Tea
Interior tradisional kedai teh Tsuen saat ini didefinisikan oleh koleksi guci teh antik yang indah, dapur tradisional, langit-langit rendah, dan balok kayu yang terbuka. Selama sembilan abad terakhir, ada banyak hubungan dan referensi ke keluarga Tsuen dan kedai teh dalam seni, sastra, teater, upacara, dan festival tradisional Jepang.
Tsuen pertama lahir dengan nama Furukawa Unai; nama Samurai-nya adalah Tsuen Masahisa. Pemilik kedai teh, Tsuen generasi ke-7 ini sangat dekat dengan Ikkyū, (1394-1481) biksu Buddha yang terkenal dan kontroversial. Begitu dekatnya hingga biksu tersebut memahat patung Tsuen. Selain itu, setelah mendengar kematian Tsuen, Ikkyū bergegas ke ranjang kematian sahabatnya dan menulis puisi, mengabadikan pertemuan terakhir mereka pada gulungan yang tergantung: “Sebuah kehidupan, sebuah koin, buih pada secangkir teh.”

Tsuen ke-10 dan ke-11 ditugaskan untuk menyediakan air minum teh bagi Shogun Toyotomi Hideyoshi yang terkenal. Sejak saat itu, keluarga Tsuen telah menyajikan teh di tempat yang sama selama 23 generasi. Ryōtaro Tsuen adalah pemiliknya saat ini dan Yūsuke Tsuen adalah generasi ke-24 dari keluarga ini yang menyajikan teh paling terkenal di Jepang.
Sungai Uji
Selain terkenal dengan tehnya, kota Uji juga terkenal dengan keromantisannya, terutama keromantisan yang didapat di Sungai Uji. Sungai Uji membelah kota Uji menjadi dua. Sungai ini merupakan titik fokus utama kota, dengan sebagian besar toko dan restoran berjejer di sepanjang tepiannya. “The Tale of Genji,” yang secara luas dianggap sebagai novel pertama di dunia, menampilkan jembatan sungai yang indah.
Jika minasan, berjalan-jalan ke kota Uji, kalian bisa mendapatkan pilihan kegiatan di sungai ini yaitu berlayar di siang hari dan memancing di malam hari. Untuk memancing hanya ditawarkan di musim panas, dari Juli hingga akhir September. Beli tiket di tempat perahu nelayan berlabuh. Waktu memancing yang didapatkan adalah dalam waktu satu jam mulai pukul 18.30 atau 19.00.

Selain itu, banyak restoran dan kedai teh yang menghadap ke sungai. Sebagian besar mengkhususkan diri pada teh hijau Uji yang terkenal, menyajikan segala hal mulai dari mi soba teh hijau hingga es krim dan manisan.
Kalau berkunjung ke kota Uji, pastikan kalian harus mampir ke Sungai Uji yang menyuguhkan banyak keindahan dan pemandangan yang bagus ya, minasan. Baik siang maupun malam, kalian pasti tidak akan kelewatan indahnya sungai ini.
The Tale of Genji Museum
Minasan, sudah pernah dengar “The Tale of Genji”? The Tale of Genji adalah novel 54 bab yang ditulis oleh seorang penulis wanita bernama Murasaki Shikibu selama Periode Heian (794 – 1185). Novel ini memiliki cerita yang berpusat pada hubungan romantis protagonis Genji Hikaru, seorang bangsawan.
Dari 54 bab dalam “The Tale of Genji” ini, ada sepuluh bab terakhir berlatar di kota Uji dan karenanya dikenal sebagai “Sepuluh Bab Uji.” Karena cerita inilah kota Uji memiliki sisi romantis yang bisa kalian lihat dalam dunia nyata.

Penulis novel ini, Murasaki Shikibu adalah salah satu penulis sastra paling ikonik di Jepang dan The Tale of Genji adalah satu-satunya novel yang ditulisnya. Berlatar di Periode Heian. Di Jepang, ada ungkapan “bangsawan Heian” yang digunakan sehubungan dengan Periode Heian, yang menunjukkan bahwa Periode Heian secara umum dianggap sebagai masa kemegahan.
Sebenarnya, Periode Heian berlangsung selama sekitar 390 tahun, dan meskipun para bangsawan bertanggung jawab atas politik selama paruh pertama, kondisi berubah secara dramatis saat para prajurit secara bertahap mengambil alih kekuasaan. Dan The Tale of Genji tidak hanya menceritakan kisah cinta protagonis, tetapi juga menggambarkan masyarakat dan politik aristokrat saat itu.

Credit: Travel Ujicci
Museum ini memamerkan dunia novel klasik Jepang awal abad ke-11 pada The Tale of Genji dengan proyeksi gambar, model, dan pameran. Budaya Istana Kekaisaran pada periode Heian, kostum bangsawan, dan perabotan tempat tinggal mereka ditampilkan.
Sepuluh bab terakhir Dongeng Genji berlatar di kota Uji, tokoh utamanya adalah Kaoru Genji (putra Hikaru Genji). Kisah bab-bab ini direproduksi dengan sangat realistis menggunakan kain kasa dan set seukuran manusia. Pengunjung diperkenalkan dengan alur cerita dan karakter utamanya. Sebuah film pendek berdasarkan “bab-bab Uji” dan dibuat khusus untuk museum ditampilkan di ruang film.

Selain itu, ada juga perpustakaan dengan koleksi buku tentang The Tale of Genji di museum yang dibuka pada tahun 1998 ini. Jadi buat kalian yang penasaran apa sih The Tale of Genji dan bagaimana alur ceritanya tapi tidak mau membaca novelnya, museum ini bisa menjadi pembantu kalian untuk memahami cerita tersebut.
Nah, itu dia minasan semua tentang kota Uji dan semua yang bisa kita nikmati di kota tersebut. Terutama buat kalian yang suka dengan teh Jepang apalagi matcha, kota ini wajib banget untuk kalian kunjungi, dan kalian juga bisa menikmati varian teh dan daun teh Jepang yang hanya bisa didapat di Uji.
Penasaran dengan tempat unik lain yang punya unsur sejarah, tapi juga hiburan di Jepang yang anti-mainstream untuk bahan referensi liburan kalian ke Jepang? Tunggu saja di pandaikotoba ya, minasan.
Dewa, author akhiri artikel tentang kota Uji ini sampai disini ya, minasan. Sampai bertemu di artikel unik lainnya, anime dan juga drama. Mata neee~~

