Rahasia Umur Panjang dan Sehatnya Orang Jepang
Orang Jepang dikenal sebagai salah satu masyarakat dengan harapan hidup tertinggi di dunia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Jepang menempati peringkat teratas dalam hal umur panjang dengan rata-rata harapan hidup mencapai 84,3 tahun (per 2023). Bahkan, pulau Okinawa dijuluki sebagai “Zona Biru” karena memiliki populasi centenarian atau orang yang berusia 100 tahun ke atas terbanyak di dunia.
Lalu, apa rahasia di balik umur panjang dan kesehatan orang Jepang? Apakah karena pola makan, gaya hidup, atau faktor lain? Pandai Kotoba pada artikel kali ini akan mengupas tuntas kebiasaan, budaya, dan kebijakan pemerintah Jepang yang mendukung kesehatan dan umur panjang warganya. Yuk, kita simak di bawah ini.
Rahasia Umur Panjang dan Sehatnya Orang Jepang
A. Faktor Genetik vs Gaya Hidup: Mana yang Lebih Berpengaruh?
Ketika membahas rahasia umur panjang masyarakat Jepang, sering muncul pertanyaan di benak kita, apakah faktor genetik atau gaya hidup yang lebih berperan? Penelitian menunjukkan bahwa meskipun genetik memberikan dasar potensi kesehatan seseorang, gaya hidup dan lingkungan justru memainkan peran yang jauh lebih besar dalam menentukan harapan hidup.
Beberapa studi menarik mengungkap bahwa orang Jepang yang bermigrasi ke negara lain, khususnya ke Amerika Serikat atau Eropa, dan mengadopsi pola makan serta kebiasaan lokal, cenderung mengalami penurunan angka harapan hidup. Sebaliknya, mereka yang tetap tinggal di Jepang atau mempertahankan tradisi makan dan gaya hidup asli Jepang, umumnya hidup lebih lama dan lebih sehat. Fenomena ini membuktikan bahwa faktor eksternal seperti pola makan, aktivitas fisik, dan sistem kesehatan masyarakat memiliki dampak yang lebih signifikan dibandingkan sekadar keturunan.
Selain itu, wilayah-wilayah tertentu di Jepang seperti Okinawa yang dikenal sebagai “Zona Biru” karena populasi centenarian-nya yang tinggi, menunjukkan bahwa kebiasaan lokal, seperti diet rendah kalori tapi kaya nutrisi, aktivitas fisik alami, dan ikatan sosial yang kuat, semuanya berkontribusi besar pada umur panjang. Bahkan ketika orang dari luar Okinawa pindah ke sana dan mengikuti gaya hidup setempat, mereka cenderung mengalami peningkatan kesehatan.
Namun, bukan berarti genetik tidak berpengaruh sama sekali. Beberapa penelitian menemukan bahwa orang Jepang memiliki variasi gen tertentu yang mungkin membantu metabolisme lebih efisien atau mengurangi risiko penyakit tertentu. Tanpa didukung oleh pola hidup sehat, potensi genetik ini tidak akan maksimal.
B. Pola Makan Sehat ala Jepang
Pola makan tradisional Jepang atau yang dikenal sebagai WashokU telah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda karena nilai nutrisi dan keberlanjutannya yang luar biasa. Berbeda dengan pola makan Barat yang cenderung tinggi lemak jenuh dan gula, makanan Jepang mengutamakan keseimbangan, kesegaran, dan penyajian yang mindful. Berikut di bawah ini penjelasan lebih mendalam tentang komponen-komponen kunci dalam pola makan sehat ala Jepang:
1. Dominasi Makanan Laut dan Omega-3
Masyarakat Jepang mengonsumsi rata-rata 55 kg ikan per kapita per tahun, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan kebanyakan negara Barat. Ikan seperti sarden, makarel, salmon, dan tuna menjadi sumber utama protein.

delishkitchen.tv
Kandungan asam lemak omega-3 EPA dan DHA dalam ikan berperan penting dalam menjaga kesehatan kardiovaskular dengan mengurangi peradangan pembuluh darah dan menurunkan trigliserida. Kemudian, mendukung fungsi kognitif, yang mungkin menjelaskan rendahnya tingkat demensia di komunitas nelayan Jepang. Lalu, mengatur mood melalui peningkatan produksi serotonin
Menariknya, metode pengolahan ikan di Jepang cenderung minimalis. Sering disajikan mentah atau dibuat sashimi, dikukus, atau dipanggang singkat, sehingga mempertahankan nutrisi penting.
2. Fermentasi: Seni Pengawetan yang Menyehatkan
Teknik fermentasi merupakan warisan kuliner Jepang yang memberikan manfaat probiotik yang baik untuk kesehatannya. Berikut ada beberapa makanan Jepang dengan menggunakan teknik fermentasi:
- Natto
Natto terbuat dari kedelai yang difermentasi dengan Bacillus subtilis. Makanan ini mengandung nattokinase (enzim pengurai fibrin) yang mendukung sirkulasi darah dan vitamin K2 untuk kesehatan tulang. - Miso
Miso adalah paste kedelai fermentasi yang kaya akan isovlavon dan mikroba baik yang memperkuat mikrobiota usus. - Tsukemono
Tsukemono adalah acar sayuran yang mengandung bakteri asam laktat yang membantu pencernaan.
Proses fermentasi ini memperpanjang umur simpan makanan dan juga meningkatkan bioavailabilitas nutrisi dan menghasilkan senyawa aktif baru yang bermanfaat.
3. Filosofi Hara Hachi Bu: Makan sampai 80% Kenyang
Budaya Okinawa mengenal prinsip Hara Hachi Bu (腹八分) yang berarti berhenti makan sebelum benar-benar kenyang. Praktik ini memiliki dasar ilmiah, yaitu di antaranya mengurangi stres oksidatif pada sel karena asupan kalori terkontrol, memperlambat penuaan seluler melalui mekanisme autophagy, dan menjaga sensitivitas insulin dengan mencegah lonjakan gula darah berlebihan.
Di restoran tradisional Jepang, makanan sering disajikan dalam piring-piring kecil untuk mempromosikan makan secara perlahan dan sadar.
4. Sayuran dan Rumput Laut: Sumber Mineral Esensial
Orang Jepang mengonsumsi rata-rata 5 porsi sayuran per hari dengan karakteristik unik. Berikut di bawah ini penjelasannya:
- Wakame dan kombu
Wakame dan komu adalah rumput laut kaya iodin untuk fungsi tiroid dan fucoidan yang bersifat antikanker - Daikon, gobo, dan sayuran akar
Ketiganya memiliki sumber serat prebiotik untuk kesehatan usus - Shiitake dan jamur lainnya
Shiitake dan jamur lainnya mengandung lentinan yang meningkatkan imunitas
Metode memasak seperti Nimono (rebusan perlahan) dan Ohitashi (blansing) mempertahankan nutrisi tanpa tambahan lemak berlebihan.
5. Teh Hijau: Minuman Anti-Penuaan
Budaya minum teh hijau seperti matcha dan sencha telah menjadi ritual kesehatan yang bagus untuk kondisi tubuh, karena mengandung senyawa, yaitu di antaranya Epigallocatechin gallate (EGCG) dalam teh hijau bekerja sebagai antioksidan kuat yang melindungi sel dari kerusakan DNA, L-theanine memberikan efek relaksasi tanpa kantuk, dan polifenol membantu regulasi berat badan dengan meningkatkan oksidasi lemak.

commons.wikimedia.org
Yang membedakan adalah cara penyajiannya. Teh Jepang umumnya diminum tanpa gula, berbeda dengan kebiasaan di banyak negara yang menambahkan pemanis seperti gula dan jenis pemanis lainnya.
6. Variasi Musiman dan Penyajian yang Estetis
Variasi makanan berdasarkan setiap musim juga biasa dilakukan. Konsep Shun atau makan bahan pangan di puncak musimnya ini menjamin kandungan nutrisi maksimal karena dipanen pada kondisi optimal, keragaman alami dalam pola makan sepanjang tahun, dan koneksi dengan alam yang meningkatkan apresiasi terhadap makanan
Kemudian, penyajian makanan dalam bentuk dalam Ichiju Sansai atau “satu sup tiga laut” menciptakan keseimbangan nutrisi otomatis dengan proporsi, yaitu 50% karbohidrat (nasi), 30% protein (ikan/tahu), dan 20% sayuran.
7. Pembatasan Garam yang Tepat
Meski beberapa makanan Jepang mengandung sodium tinggi seperti miso, terdapat strategi kompensasi dalam kandungan gizinya, yaitu penggunaan dashi (kaldu umami) untuk mengurangi ketergantungan pada garam, teknik katsuobushi (serutan ikan kering) yang memberikan rasa tanpa banyak natrium, dan juga konsumsi tinggi kalium dari sayuran yang menetralkan efek sodium.
Pola makan Jepang modern yang semakin mengurangi garam, terutama setelah kampanye pemerintah untuk menekan kasus hipertensi.
C. Kebiasaan Sehari-hari yang Menunjang Kesehatan
Selain pola makan yang terencana dengan baik, masyarakat Jepang mengintegrasikan berbagai kebiasaan sehari-hari secara holistik yang mendukung kesehatan fisik dan mental. Berikut di bawah pembahasan lebih mendalam tentang praktik-praktik keseharian yang berkontribusi pada umur panjang mereka:
1. Mobilitas Aktif sebagai Bagian dari Budaya
Kota-kota di Jepang didesain untuk mendukung mobilitas non-motor. Infrastruktur pejalan kaki seperti trotoar luas dan teduh dengan kanopi pepohonan mendorong masyarakat untuk berjalan kaki, bahkan di usia lanjut. Di Tokyo, sekitar 25% perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki, jauh lebih tinggi dibandingkan kota-kota Amerika.

gakumado.mynavi.jp
Lalu, adanya kebiasaan bersepeda. Di kota kecil seperti Kyoto atau Kanazawa, bersepeda adalah moda transportasi utama. Tidak jarang melihat lansia berusia 70-an tahun masih aktif bersepeda ke pasar tradisional.
Yang tak kalah penting, yaitu penggunaan tangga di fasilitas umum. Stasiun kereta bawah tanah sengaja meminimalkan eskalator untuk mempromosikan kebiasaan penggunaan tangga. Kebiasaan ini membakar 5-8 kalori per menit sekaligus menguatkan tulang.
2. Terapi Air Panas (Onsen) sebagai Obat Alami
Tradisi berendam di onsen bertujuan untuk relaksasi. Selain itu, berandam juga memiliki dasar terapi sebagai berikut:
- Efek Termal
Air panas (biasanya 40-42°C) melebarkan pembuluh darah, meningkatkan sirkulasi hingga 20-30% lebih tinggi dari normal. - Kandungan Mineral
Sumber air panas vulkanik kaya akan sulfur (untuk kulit), radon (dosis rendah bersifat analgesik), dan magnesium (merelaksasi otot). - Ritual Pendinginan
Proses alternatif antara air panas dan udara sejuk melatih sistem kardiovaskular seperti olahraga ringan.
3. Aktivitas Berkebun Urban hingga Usia Lanjut
Program Shimin Noen atau “kebun komunitas” memungkinkan warga kota bercocok tanam. Di setiap aktivitas berkebunnya terdapat gerakan tubuh yang berguna untuk kesehatan. Gerakan fungsional pada aktivitas menyiangi dan memanen melatih fleksibilitas sendi secara alami.
Selain itu, paparan mikrobiota tanah seperti Mycobacterium vaccae dalam tanah berperan sebagai antidepresan alami. Dari aktivitas ini, kita mendapatkan produk segar berupa sayuran organik yang siap dipanen dan dikonsumsi langsung dan memaksimalkan nutrisi.
4. Latihan Ringan Terintegrasi (Radio Taiso)
Program senam pagi Radio Taiso yang disiarkan nasional sejak 1928. Senam ini biasa dilakukan di lingkungan sekitar rumah, sekolah, kantor, danbahkan pabrik.. Umumnya berdurasi pendek hanya 3-5 menit per sesi dan cocok untuk semua usia. Gerakan berfokus pada low-impact untuk rentang gerak sendi dan pernapasan.

komei.or.jp
5. Interaksi Sosial Lansia yang Intens
Model Ikigai-Kan atau “pusat kegiatan lansia” menawarkan beberapa program untuk lansia, yaitu seperti berikut ini:
- Permainan Tradisional
Shogi (catur Jepang) melatih otak dengan kompleksitas setara catur Barat. - Kerja Paruh Waktu Ringan
Banyak lansia bekerja 2-3 jam/hari di konbini (minimarket) untuk menjaga mobilitas kognitif. - Kelompok Hobi
Kegiatan dari kaligrafi hingga paduan suara dapat menjaga stimulasi mental.
6. Kebersihan sebagai Bentuk Pencegahan Penyakit
Ritual kebersihan juga tertanam sejak kecil. Dimulai yang dari sederhana yaitu mencuci tangan dengan lagu. Anak-anak diajari mencuci tangan selama durasi menyanyikan “Happy Birthday” dua kali sekitar 20 detik. Selain itu, menggunakan masker saat sakit. Budaya pakai masker orang Jepang sudah dimulai sejak lama, bukan hanya waktu pandemi Covid-19 dulu.
Pembersihan Rutin atau Osoji juga dilakukan. Kantor dan sekolah melakukan pembersihan bersama setiap hari untuk mengurangi paparan patogen.
7. Pola Tidur yang Teratur
Konsep waktu tidur ini yang umum dilakukan. Orang Jepang umumnya tidur awal pada pukul 22:47 (menurut data NHK), lebih awal dibandingkan negara industri lain. Tidurnya menggunakan futon di atas dan juga alas tipis untuk menjaga postur tulang belakang netral. Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas sore hari, mereka tidur siang sekitar 10 menit setelah makan siang dikenal sebagai hirune (昼寝)
8. Filosofi Dasar: Konsep “Moai” dan Koneksi Sosial
Di Okinawa, terdapat sistem Moai (模合) atau “kelompok pertemanan seumur hidup” memberikan efek positif seperti dukungan emosional untuk mengurangi stres kronis penyebab penuaan seluler, adanya akuntabilitas kesehatan yang aling mengingatkan untuk kontrol kesehatan rutin, dan saling berbagi sumber daya dari resep sehat hingga informasi medis.
9. Adaptasi Modern tanpa Kehilangan Esensi
Generasi muda Jepang berhasil memodernisasi beberapa kebiasaan sebagai berikut:
- Aplikasi Pedometer
Kompetisi harian 10.000 langkah di tempat kerja. - Stasiun Kerja Berdiri
Banyak kantor menyediakan meja tinggi untuk mengurangi duduk lama. - Onsen Virtual
Untuk pekerja kantor, terapi uap panas dengan minyak esensial menggantikan onsen tradisional.
Kebiasaan-kebiasaan ini muncul melalui proses yang panjang dan akumulasi kearifan budaya yang teruji waktu, didukung oleh penelitian ilmiah kontemporer, dan yang terpenting adalah diterapkan secara konsisten sejak masa kanak-kanak hingga usia lanjut. Rahasianya terletak pada integrasi alami antara aktivitas fisik, istirahat berkualitas, dan interaksi sosial dalam arsitektur kehidupan sehari-hari.
D. Sistem Kesehatan dan Kampanye Pemerintah Jepang
Masyarakat Jepang tidak mencapai status sebagai populasi dengan harapan hidup tertinggi di dunia secara kebetulan. Di balik kesuksesan ini terdapat sistem kesehatan yang terstruktur dengan baik dan serangkaian kampanye pemerintah yang dirancang secara cermat, membentuk ekosistem kesehatan masyarakat yang holistik. Sistem ini beroperasi pada prinsip pencegahan lebih baik daripada pengobatan dengan intervensi yang dimulai sejak masa dalam kandungan hingga usia lanjut.
Pondasi sistem kesehatan Jepang dibangun melalui Undang-Undang Asuransi Kesehatan Nasional tahun 1961 yang menjamin cakupan universal. Setiap warga termasuk penduduk asing yang tinggal lebih dari satu tahun, wajib mengikuti program asuransi kesehatan dengan pembayaran premi berdasarkan pendapatan.
Yang membedakan sistem Jepang adalah mekanisme pembayaran bersama (co-payment) yang dirancang secara progresif. Semakin tinggi biaya pengobatan, semakin kecil persentase yang harus dibayar pasien. Untuk pengeluaran medis besar, pemerintah menetapkan batas maksimum pembayaran per bulan berdasarkan usia dan pendapatan, sehingga beban finansial tidak menjadi penghalang akses kesehatan.
Sistem ini didukung oleh jaringan rumah sakit dan klinik yang sangat terdistribusi dengan rasio 13,7 tempat tidur rumah sakit per 1.000 penduduk. Angka ini tertinggi di antara negara-negara OECD. Yang uniknya adalah pembagian peran yang jelas antara rumah sakit besar yang fokus pada perawatan spesialis dan klinik kecil yang menangani perawatan primer. Hal ini mengurangi beban rumah sakit besar untuk kasus-kasus ringan. Dokter keluarga di klinik lokal sering kali menjalin hubungan jangka panjang dengan pasien memungkinkan pemantauan kesehatan yang berkelanjutan.
Pemerintah Jepang menerapkan pendekatan proaktif melalui program “Specific Health Checkups” (Tokutei Kenshin) yang wajib bagi semua peserta asuransi berusia 40-74 tahun. Pemeriksaan tahunan ini tidak sekadar mengukur tekanan darah dan gula darah, tapi mencakup evaluasi menyeluruh terhadap gaya hidup, termasuk kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, pola makan, dan aktivitas fisik. Data dari pemeriksaan ini kemudian dianalisis untuk menilai risiko metabolic syndrome dengan intervensi khusus bagi mereka yang teridentifikasi berisiko.
Kampanye “Metabo Law” yang dimulai tahun 2008 menjadi contoh unik bagaimana pemerintah menyikapi masalah kesehatan masyarakat. Perusahaan-perusahaan diwajibkan memastikan bahwa tidak lebih dari 10% karyawan mereka memiliki lingkar pinggang melebihi standar sekitar 85 cm untuk pria, 90 cm untuk wanita. Perusahaan yang gagal memenuhi target ini harus membayar kontribusi yang lebih tinggi untuk asuransi kesehatan nasional. Meski kontroversial, program ini berhasil mengurangi prevalensi obesitas di kalangan pekerja kantoran.

yase-lifepia.jp
Untuk populasi lansia, pemerintah mengembangkan sistem Kaigo Hoken atau Asuransi Perawatan Jangka Panjang pada tahun 2000. Sistem ini mencakup perawatan medis dan juga layanan pendukung kehidupan sehari-hari seperti bantuan mandi, makan, dan transportasi ke fasilitas kesehatan. Yang menarik program ini adalah penekanan pada program reablement atau pelatihan keterampilan untuk mempertahankan kemandirian lansia selama mungkin, bukan hanya memberikan perawatan pasif.
Di bidang nutrisi, Kementerian Kesehatan meluncurkan program Shokuiku atau Pendidikan Makanan yang diwajibkan di semua sekolah dasar sejak 2005. Program ini bertujuan untuk mengajarkan piramida makanan dan menanamkan apresiasi mendalam terhadap makanan lokal dan musiman. Anak-anak diajak berkunjung ke pertanian, mempelajari proses fermentasi, bahkan terlibat dalam penyiapan makan siang sekolah. Hasilnya, generasi muda Jepang memiliki literasi gizi yang jauh lebih baik dibandingkan negara maju lainnya.
Untuk mengatasi masalah kesehatan mental, pemerintah membangun jaringan Mental Health Welfare Centers di setiap prefektur. Yang revolusioner adalah program Stress Check System yang diwajibkan di perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan sejak 2015. Karyawan mengisi kuesioner evaluasi stres tahunan, dan perusahaan diharuskan memberikan konseling bagi mereka yang memiliki skor stres tinggi, sebelum berkembang menjadi depresi berat.
Infrastruktur publik juga dirancang untuk mendukung kesehatan. Pemerintah lokal berlomba-lomba membangun Health Promotion Parks yang dilengkapi dengan jalur jalan kaki bertanda khusus, alat olahraga outdoor yang disesuaikan untuk lansia, bahkan kolam terapi air hangat. Stasiun-stasiun kereta api menyediakan tangga dengan markah khusus yang menunjukkan jumlah kalori yang terbakar per anak tangga, memotivasi masyarakat untuk memilih tangga daripada eskalator.
Sistem pelaporan kesehatan berbasis teknologi juga berkembang pesat. Banyak pemerintah daerah mengembangkan aplikasi mobile yang terintegrasi dengan data pemeriksaan kesehatan, mengingatkan warga untuk vaksinasi, skrining kanker, dan kontrol rutin. Beberapa kota bahkan memberikan potongan premi asuransi bagi warga yang mencapai target langkah harian yang tercatat melalui pedometer terintegrasi.
Keberhasilan sistem ini terlihat dari indikator kesehatan masyarakat. Tingkat vaksinasi dasar mencapai 95%, angka kematian akibat penyakit jantung 40% lebih rendah daripada Amerika Serikat, dan tingkat kepatuhan pengobatan hipertensi mencapai 70%. Ini menjadikannya salah satu yang tertinggi di dunia.
Namun tantangan tetap ada, termasuk meningkatnya biaya kesehatan seiring penuaan populasi dan tekanan pada tenaga medis. Pemerintah terus berinovasi, baru-baru ini dengan memperkenalkan sistem Healthcare Big Data” yang menganalisis data klinik seluruh negara untuk pengembangan kebijakan berbasis bukti.
Sistem kesehatan Jepang menunjukkan bahwa umur panjang suatu bangsa selain hanya mengandalkan kemajuan medis individu, tapi juga memerlukan arsitektur sosial yang menyeluruh. Kebijakan dari pemerintah, sistem asuransi, infrastruktur publik, dan pendidikan kesehatan bersinergi menciptakan lingkungan yang secara alami mendorong perilaku sehat. Inilah contoh nyata bagaimana investasi jangka panjang dalam kesehatan masyarakat dapat menghasilkan dividen demografis yang luar biasa.
Rahasia umur panjang orang Jepang terletak pada pola makan sehat, gaya hidup aktif, sistem kesehatan yang baik, dan dukungan pemerintah. Meski genetik berperan, kebiasaan sehari-hari jauh lebih berpengaruh. Dengan mengadopsi prinsip makan secukupnya, bergerak aktif, dan menjaga keseimbangan mental, kita pun bisa mencapai hidup yang lebih panjang dan sehat seperti masyarakat Jepang.
Setiap elemen mulai dari pendidikan gizi anak sekolah hingga desain perkotaan untuk lansia mengajarkan kita bahwa kesehatan adalah proyek seumur hidup yang membutuhkan keselarasan antara pilihan individu dan kebijakan publik. Semoga artikel ini bisa menginspirasi kita untuk memulai hidup sehat juga ya.
Cukup sekian untuk artikel kali ini mengenai rahasia umur panjang dan sehatnya orang Jepang. Jika Minasan ingin tahu budaya Jepang lainnya, Pandai Kotoba punya banyak artikelnya di website lho. Salah satunya ini nih: Mengenal Ragam Seni Tradisional Jepang, klik untuk membacanya ya. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

