Jenis Layanan Prostitusi di Jepang pada Era Modern
Di tengah keanekaragaman budaya yang dimiliki Jepang, isu prostitusi telah lama menjadi topik yang kontroversial. Sejak zaman dulu, praktik ini telah menyatu dalam sejarah dan kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang. Meskipun di satu sisi berbagai regulasi telah diberlakukan untuk mengontrolnya, namun fenomena prostitusi di Jepang tetap menjadi aspek sosial yang kompleks dan menarik untuk disimak.
Dengan keberadaannya yang seringkali tersembunyi di balik lapisan-lapisan budaya Jepang yang dikenal dengan kesopanannya, realitas prostitusi di negara matahari terbit ini mampu menyorot beragam permasalahan sosial yang mengiringi perjalanan sejarah dan perkembangan masyarakatnya.
Nah, di tengah teriknya panas matahari di tempat Pandai Kotoba menulis artikel ini, mari kita mengulas bahasan tentang yang “panas-panas” juga. Bagi Minasan yang penasaran tentang prostitusi di Jepang pada zaman modern, cukup baca artikel ini saja ya!
Prostitusi di Jepang Era Modern
Pada tahun 1960-an di Jepang, wanita yang bekerja kantoran dan memiliki karir profesional masih bisa dikatakan minoritas. Ketika itu, bisnis prostitusi di Jepang justru menawarkan pekerjaan bagi para wanita yang susah mendapatkan pekerjaan, sementara kebutuhan hidup mereka terus menuntut setiap harinya.
Seorang pekerja sosial bernama Kanematsu Sachiko yang seringkali menangani para pekerja seks wanita sejak diberlakukannya Undang-Undang Pengawasan Prostitusi sejak tahun 1956, mengatakan bahwa lebih dari separuh dari jumlah pekerja seks komersial memiliki latar belakang ekonomi yang memprihatinkan.
Ia juga mengemukakan, meskipun Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi pasca perang dunia ke-2, yang membuat para keluarga tidak lagi menjual anak-anak perempuan mereka ke rumah bordil, namun faktanya prostitusi meningkat dengan pesat di kawasan Shinjuku dan terus berlanjut hingga saat ini.
Fukutomi Tarou, seorang pemilik jaringan bar pernah menulis tentang fenomena prostitusi di Jepang dan menyatakan bahwa 90% hostes yang bekerja di Tokyo bukan warga lokal, namun berasal dari pedesaan dan kota-kota kecil.
Menurut Baishun Taisahku Shingikai (kebijakan anti prostitusi) menjadi hostes atau jokyuu adalah profesi yang paling populer di kalangan para pekerja wanita, khususnya pada tahun 1960-an. Hostes adalah profesi di mana seorang pekerja wanita melayani tamu pria dengan sangat intim, seperti mengobrol, menuangkan minuman, dan menjadi teman berpesta bersama. Hostess bekerja di berbagai tempat, seperti bar, restoran geisha, klub-klub, atau pemandian air panas yang menyediakan layanan hostess.
Profesi hostess ini sebenarnya legal, selama para hostess dihadirkan sebatas untuk melayani dan menemani tamu dan tidak sampai melakukan praktik prostitusi, seperti yang dinyatakan dalam Fuuzoku toshimari hou (undang-undang industri hiburan dewasa) pada tahun 1954. Namun pada kenyataannya tidak semulus undang-undangnya.
Dewasa ini, perusahaan-perusahaan di Jepang sering mengadakan pesta minum-minum di host club dan tempat-tempat sejenis lainnya sebagai sebuah tradisi perusahaan yang bertujuan untuk mempererat hubungan antar karyawan. Peningkatan hubungan antar karyawan sebagai sebuah kelompok kerja dianggap sangat penting untuk kemajuan perusahaan, sehingga perlu untuk menjaga keharmonisan baik di dalam maupun di luar tempat kerja. Bahkan, perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki anggaran khusus untuk acara-acara hiburan perusahaan tersebut.
Tentu saja, hiburan yang diadakan perusahaan-perusahaan pun kerap melibatkan praktik prostitusi. Karena permintaan yang meningkat akan kebutuhan hostess, maka banyak pula pekerja seks komersial yang menyamar di balik profesi hostess. Meskipun sudah ada regulasi perihal industri hiburan dewasa, namun praktik prostitusi di bawah tanah tetap terus berlanjut.
Jenis Layanan Prostitusi di Jepang
Memasuki tahun 1980-an, “new sex industries” (nyuu fuuzoku) muncul. Bentuk baru di dunia bisnis prostitusi Jepang ini menyuguhkan sensasi yang berbeda untuk sebuah kepuasan, yaitu melalui role-playing dan stimulasi. Pada periode ini pula, kawasan red district mulai banyak bermunculan di seantero Tokyo. Biasanya kawasan merah ini berlokasi di pusat-pusat keramaian kota, seperti stasiun, pusat perbelanjaan, atau pusat hiburan lainnya.
Pada tahun 1999, istilah “Delivery Health” yang dalam bahasa Jepang disebut デリバリーヘルス (deribarii herusu) atau disingkat “deriheru” menjadi semakin populer. Istilah ini memang menggunakan kata yang merujuk pada kesehatan, namun sebenarnya istilah ini adalah sebutan untuk wanita pekerja seks komersial yang bisa “dipanggil” oleh sang pengguna jasa layanan yang ingin dipuaskan secara seksual.
Selain “deriheru”, masih banyak layanan prostitusi Jepang di era modern yang menarik untuk disimak. Mengingat kemunculan layanan prostitusi ini adalah bagian dari “new sex industries” maka layanannya pun tidak konvensional, alias lebih inovatif dan mengejutkan demi mewujudkan fantasi seks para pria yang di luar nalar.
Berikut ini adalah jenis-jenis layanan prostitusi di Jepang era modern, mungkin beberapa di antara Minasan pernah mengetahuinya lewat film-film barangkali..hehehe.
1. Delivery Health (デリバリーヘルス)
Delivery health adalah istilah yang merujuk pada layanan seksual di Jepang di mana pekerja seksual diantar langsung ke tempat pelanggan, seperti hotel atau apartemen. Layanan ini dapat mencakup berbagai jenis layanan seksual, mulai dari pijat sensual hingga hubungan intim langsung, tergantung pada preferensi pelanggan dan kesepakatan antara pelanggan dan pekerja seksual.
2. Fashion Health (ファッションヘルス)
Fashion Health adalah layanan prostitusi dimana sang pelanggan bisa memilih kostum-kostum tertentu yang akan dipakai oleh sang penyedia jasa. Bisa kostum seragam anak SMA, dokter, guru dan lain sebagainya. Berbagai layanan seksual pun ditawarkan, namun tidak sampai berhubungan intim langsung.
3. Image Club (イメージクラブ)
Image Club atau biasa disingkat Imekura merujuk pada tempat hiburan yang menawarkan pengalaman yang disesuaikan dengan fantasi dan keinginan tertentu para pelanggannya. Di image club, para pekerja seksual akan berperan sebagai karakter tertentu sesuai dengan keinginan pelanggan, sering kali dengan menggunakan kostum, aksesori, dan peralatan khusus. Selain itu ruangannya pun mendukung fantasi sang pelanggan, seperti ruangan bedah, ruangan dokter, ruangan kelas, atau ruangan yang didesain seperti di dalam kereta api.
Pada dasarnya, image club menawarkan pengalaman bermain peran di mana karyawan yang terampil memainkan peran tertentu sesuai dengan keinginan pelanggan. Mereka akan mengenakan pakaian dan aksesori yang sesuai dengan skenario tertentu, seperti perawat, sekretaris, atau karakter lainnya sesuai dengan fantasi pelanggan.
4. Touch Pub dan Pink Salon
Keduanya adalah hostess club di mana para pengguna jasa bisa “menyentuh” para hostess-nya. Bedanya, Pink Salon biasanya menyediakan layanan jasa oral.
5. Soapland
Soapland adalah jenis bisnis hiburan dewasa di Jepang yang menawarkan layanan pemandian bersama dengan layanan seksual. Di sini, pelanggan dapat menikmati pemandian dengan pekerja seksual yang bekerja di soapland, diikuti oleh layanan seksual yang seringkali termasuk dalam paket layanan yang ditawarkan. Proses di soapland biasanya dimulai dengan mandi bersama dengan pekerja seksual, yang kemudian diikuti oleh pijatan dan aktivitas intim lainnya.
6. Peeping Room
Peeping room adalah bagian dari layanan bisnis prostitusi Jepang yang menyediakan sebuah ruangan untuk mengintip seorang wanita melalui sebuah lubang atau cermin satu arah. Selain mengintip, layanan ini pun menyediakan layanan aktivitas seksual lainnya.
Sebenarnya masih banyak lagi layanan seksual di era modern di Jepang khususnya, namun Pandai Kotoba cukupkan sampai di situ saja ya Minasan.
Belakangan, layanan yang lebih bersifat romantis semakin marak menyaingi layanan yang bentuknya untuk pemenuhan fantasi berupa roleplay yang stimulatif. Layanan yang lebih bersifat lebih “sopan” dan tidak melibatkan penetrasi apapun.
Nah, demikian Minasan, semoga artikel ini menambah pengetahuan Minasan terkait dunia Jepang dengan beragam fenomena dan dinamika di dalamnya. Bagi Minasan yang ingin tahu lebih banyak tentang dunia Jepang, bisa juga follow Instagram Pandai Kotoba dan channel Youtube Pandai Kotoba, ya!
Mata!