Culture,  Kuliner,  Leisure

Nori, Selembar Rumput Laut yang Menggugah Selera Makan

Hai Minasan~! Dalam dunia kuliner Jepang, ada satu elemen yang sering hadir sebagai penggugah selera makan yaitu nori. Si selembar tipis berwarna hijau gelap dengan aroma laut yang khas dan rasa gurih membuat siapa saja suka.

Bukan hanya pembungkus sushi biasa, nori adalah jiwa dari banyak hidangan Jepang yang membungkus cerita, tradisi, dan cita rasa umami yang menjadi fondasi selera negaranya lho. Pandai Kotoba pada artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai selembar nori yang lezat ini mulai definisinya, asal-usulnya, sampai alasan orang Jepang suka dengan nori. Yuk, kita simak di bawah ini.

nori
Lembaran Nori yang Siap Disantap
commons.wikimedia.org

Nori, Selembar Rumput Laut yang Menggugah Selera Makan

A. Apa Itu Nori?

Secara teknis, nori (海苔) adalah istilah bahasa Jepang untuk berbagai jenis rumput laut yang dapat dimakan dari genus Porphyra, termasuk Porphyra yezoensis dan Porphyra tenera. Dalam pengertian sehari-hari, nori merujuk pada lembaran kering dan tipis dibuat dari rumput laut ini yang telah melalui proses pencucian, pencincangan, pengepresan, dan pengeringan, mirip dengan proses pembuatan kertas.

Porphyra yezoensis
Rumput Laut Jenis Porphyra yezoensis
inaturalist.org

Nori mentah saat dipanen terlihat seperti selaput tipis berwarna kemerahan atau keunguan. Setelah diproses dan dikeringkan, ia berubah menjadi lembaran hijau gelap yang rapuh dan renyah yang kita kenal. Warna hijaunya yang indah berasal dari klorofil yang dilepaskan selama proses pengeringan.

Namun, nilai nori tidak hanya terletak pada teksturnya. Kekuatan sebenarnya ada pada rasa umaminya yang intens. Nori kaya akan asam glutamat, jenis asam amino yang bertanggung jawab untuk menciptakan rasa gurih dan lezat yang membuat lidah kita bergoyang. Alasan ini yang membuat nori bisa mengubah hidangan sederhana menjadi sesuatu yang istimewa.

B. Siapa yang Mencetuskan Pembuatan Nori?

Selanjutnya, kita kenalan dengan sejarah nori dari zaman dulu. Nori adalah produk dari evolusi budaya, teknologi, dan terobosan ilmiah tak terduga dari belahan dunia lain. Kisahnya adalah perjalanan dari keberuntungan menuju kepastian yang melibatkan petani tradisional, para samurai, dan seorang ahli botani Inggris. Berikut di bawah ini penjelasannya.

1. Zaman Kuno, Makanan Rakyat yang Berubah Menjadi Barang Mewah

Konsumsi rumput laut Porphyra di Jepang telah tercatat sejak periode Nara (710-794 M). Dalam buku hukum tertua Jepang, Taihou Code sudah disebutkan tentang “nori” sebagai salah satu bentuk pajak. Awalnya, nori bukan lembaran rapi seperti sekarang. Masyarakat saat itu memanen Porphyra liar yang menempel pada bebatuan di laut saat air surut. Rumput laut basah ini kemudian dihancurkan, dijemur di atas anyaman bambu, dan dikeringkan menjadi lembaran-lembaran tipis yang tidak beraturan dan kasar.

Karena prosesnya yang rumit dan hasil panen yang tidak menentu, nori pada masa ini justru menjadi makanan mewah. Rumput laut ini sering dijadikan persembahan di kuil-kuil Shinto dan disajikan di meja makan bangsawan dan keluarga Kaisar. Rakyat jelata hanya bisa menikmatinya pada kesempatan khusus. Nori saat itu lebih menyerupai bubuk atau lembaran longgar, bukan lembaran padat seperti sekarang.

2. Periode Edo (1603-1868), Kelahiran Nori Modern dan Budidaya Semi-Teratur

Periode Edo adalah titik balik di mana nori bertransformasi dari bahan langka menjadi komoditas populer. Ada dua faktor pendorong utama di antaranya adalah ledakan populasi Kota Edo. Ibu kota pemerintahan shogun Tokugawa dipindahkan ke Edo (sekarang Tokyo). Kota ini berkembang pesat menjadi salah satu kota terpadat di dunia. Bersamaan dengan itu, teluk di sana yang kaya akan nutrisi ternyata merupakan habitat ideal bagi rumput laut Porphyra. Permintaan akan makanan yang praktis, bergizi, dan tahan lama melonjak drastis.

Porphyra tenera
Rumput Laut Jenis Porphyra tenera
antropocene.it

Kemudian, penemuan metode “Tatewari” atau cabang. Selama berabad-abad, panen nori bergantung pada alam. Namun, suatu ketika di pertengahan periode Edo, para petani dan nelayan di Teluk Tokyo membuat observasi yang cerdik. Mereka melihat bahwa rumput laut nori tumbuh dengan sangat subur pada tunggul pohon dan cabang-cabang yang ditancapkan ke dasar laut untuk menangkap kerang dan tiram. Dari observasi empiris ini, mereka mengembangkan metode Tatewari.

Mereka sengaja menancapkan banyak cabang pohon ek atau bambu yang disebut “hibi” ke dasar laut pada musim gugur. Mereka tidak memahami ilmu di baliknya, tapi mereka melihat bahwa “sesuatu” akan menempel pada “hibi” tersebut dan tumbuh menjadi nori yang dapat dipanen pada musim dingin.

Meski masih primitif, metode ini adalah lompatan besar dari hanya memungut liar saja. Ini adalah metode budidaya awal yang memungkinkan produksi nori yang lebih terprediksi. Inovasi seperti ini yang memungkinkan nori diproduksi dalam jumlah cukup untuk dikonsumsi oleh masyarakat urban Edo dan mengubahnya dari makanan elite menjadi makanan rakyat. Pada periode ini juga bentuk onigiri dan sushi gulung sederhana yang dibungkus nori mulai populer.

3. Kemunduran dan Misteri Siklus Hidup

Meski metode Tatewari berhasil, tapi memiliki satu kelemahan fatal yaitu ketidakstabilan. Terkadang meski “hibi” telah dipasang, nori tidak kunjung tumbuh, atau panennya sangat buruk. Para petani tidak tahu persis mengapa hal ini terjadi. Mereka hanya tahu caranya, tapi tidak tahu ilmunya. Mereka tidak memahami siklus hidup rumput laut Porphyra.

Misteri ini menjadi ancaman eksistensial bagi industri nori. Produksi seperti selayaknya undian. Bencana ekologis atau polusi dapat menghancurkan panen selama bertahun-tahun. Industri nori Jepang terhenti dalam kebuntuan teknologi selama hampir satu abad.

4: Revolusi Ilmiah, Dr. Kathleen Drew-Baker: Sang “Ibu Nori” dari Inggris

Terobosan datang dari tempat yang paling tidak terduga, yaitu Universitas Manchester di Inggris. Seorang ahli botani bernama Dr. Kathleen Mary Drew-Baker pada saat itu meneliti kehidupan Porphyra umbilicalis, sejenis rumput laut yang tumbuh di pantai Wales. Pada tahun 1949, ia mempublikasikan sebuah jurnal revolusioner dalam jurnal “Nature”.

500px Kathleen Mary Drew Baker
Dr. Kathleen Mary Drew-Baker
commons.wikimedia.org

Penelitian Dr. Drew mengungkapkan siklus hidup berkembang biak dari Porphyra yang selama ini menjadi misteri. Beliau menemukan bahwa spora mikroskopis yang dilepaskan oleh nori dewasa yang disebut carpospores tidak langsung tumbuh menjadi lembaran nori baru. Sebaliknya, mereka akan menembus dan bersembunyi di dalam cangkang kerang-kerangan yang sudah mati seperti tiram atau kerang.

Di dalam cangkang, spora ini berubah menjadi bentuk yang sama sekali berbeda yaitu filamen mikroskopis berwarna merah muda yang disebut conchocelis. Setelah fase conchocelis ini matang di dalam “rumah amannya” berupa cangkang kerang, barulah ia akan melepaskan spora jenis lain (conchospores) yang kemudian berenang keluar, menempel pada suatu substrat (seperti batu atau hibi), dan akhirnya tumbuh menjadi lembaran nori hijau yang kita kenal.

Paper Dr. Drew ini dibaca dengan antusias oleh Dr. Sokichi Segawa, seorang ilmuwan kelautan Jepang dari Universitas Kyushu. Beliau segera menyadari bahwa inilah jawaban atas misteri yang telah membingungkan petani nori di negaranya selama puluhan tahun. Penemuan ini menjelaskan mengapa metode Tatewari kadang bekerja dan kadang tidak, karena keberhasiannya bergantung pada keberadaan cangkang kerang di dasar laut sebagai “pembibitan” alami bagi spora conchocelis. Jika tidak ada cukup cangkang, tidak akan ada nori yang tumbuh di “hibi”.

5. Revolusi Budidaya Modern

Dengan pemahaman baru ini, para ilmuwan dan petani nori Jepang dengan cepat mengembangkan metode budidaya yang benar-benar ilmiah dan terkendali. Alih-alih bergantung pada cangkang kerang alami di laut, mereka menempatkan cangkang tiram yang sudah bersih ke dalam tangki air laut yang dikontrol suhu dan pencahayaannya. Mereka kemudian “menginfeksi” cangkang-cangkang ini dengan spora nori. Di dalam tangki yang aman, fase conchocelis dapat tumbuh optimal tanpa terpengaruh polusi atau pemangsa.

hatsudumi
Budidaya Nori Saat Ini
kodawarin.jp

Setelah fase conchocelis matang, cangkang-cangkang ini kemudian dipindahkan dan digantungkan pada jaring-jaring sintetis yang besar yang dipasang di laut. Ketika kondisi air dan suhu tepat, conchocelis akan melepaskan conchospores yang langsung menempel pada jaring tersebut. Jaring-jaring ini yang menjadi “ladang nori” modern. Dengan metode ini, panen menjadi sangat andal, dapat diprediksi, dan menghasilkan lembaran nori yang berkualitas tinggi dan seragam.

C. Macam-Macam Makanan Jepang yang Menggunakan Nori

Fleksibilitas nori dalam sushi yang luar biasa dari yang bertekstur renyah saat kering hingga lembut saat basah, dan rasa umaminya yang kuat menjadikannya bumbu, bungkus, hiasan, dan bahkan hidangan utama. Berikut di bawah ini penjelasannya mengenai macam-macam makanan Jepang yang menggunakan nori.

1. Sebagai Pembungkus yang Fungsional dan Lezat

Pada kategori ini, nori berperan sebagai “pembungkus” atau “piring” yang dapat dimakan memberikan kontras tekstur dan rasa. Yang pertama adalah Onigiri. Di makanan ini, penggunaan nori yang paling umum dan dekat dalam kehidupan sehari-hari. Selembar nori kering yang renyah sering dipasang mengelilingi atau sebagian membungkus onigiri. Fungsinya praktis yaitu mencegah nasi menempel di tangan dan menambah rasa gurih. Namun, ada seni dalam cara membungkusnya.

Nori biasanya dipisahkan dari nasi dalam kemasan onigiri toko seperti di konbini, sehingga baru dipasang sesaat sebelum dimakan dapat menjaga kerenyahannya sempurna. Variasi seperti Yaki Onigiri (nasi kepal panggang dengan kecap) juga sering disajikan dengan nori yang menempel, meleleh dan sedikit melunak yang menciptakan sensasi yang berbeda.

Yang kedua adalah Makizushi. Di makanan ini, nori adalah kulit yang menyatukan semua isian. Hosomaki seperti Tekka Maki (tuna) dan Kappa Maki (mentimun) didominasi oleh rasa nori. Futomaki juga memiliki nori sebagai pembungkus kokoh yang menahan lebih banyak bahan. Lalu, Temakizushi atau sushi kerucut adalah bentuk yang paling interaktif, di mana selembar nori besar digulung menjadi kerucut dan diisi dengan nasi dan lauk, dimakan dengan langsung digigit.

Yang ketiga adalah Musubi. Mirip dengan Onigiri, tapi sering dikaitkan dengan masakan Okinawa atau Hawaii. Spam Musubi adalah contoh sempurna yaitu nori bertindak sebagai pembungkus yang menyatukan nasi dan sepotong spam panggang dan menghasilkan kombinasi gurih yang sempurna.

2. Sebagai Penambah Rasa dan Tekstur (Topping atau Seasoning)

Dalam bentuk serpihan atau bubuk, nori menjadi penyedah rasa ajaib yang ditaburkan di atas berbagai hidangan. Yang pertama adalah Furikake. Ini menjadi campuran bumbu tabur untuk nasi. Hampir semua varian furikake mengandung serpihan nori (kizami nori). Nori memberikan elemen rasa umami dasar dan tekstur renyah yang dipadukan dengan wijen, garam, potongan kecil ikan kering, telur kering, atau rasa lainnya. Taburan furikake di atas nasi putih hangat bisa mengubahnya menjadi hidangan yang sederhana namun memuaskan.

Yang kedua adalah aonori atau serpihan nori kering. Berbeda dengan Kizami Nori yang dipotong kasar, aonori sering digiling lebih halus. Penggunaannya yang paling ikonik adalah pada Okonomiyaki dan Takoyaki. Taburan aonori yang melimpah di atas saus khusus dan mayones menambah aroma laut yang harum dan kenikmatan rasa yang mendalam. Aroma nori yang terbang ketika ditaburkan adalah bagian dari pengalaman sensual menyantap makanan jalanan Jepang.

Yang ketiga adalah topping mie dan nasi. Nori adalah pelengkap wajib untuk banyak hidangan mie. Dalam ramen, selembar nori panggang utuh (yaki nori) sering ditempelkan di pinggir mangkuk yang perlahan-lahan meleleh dan melembut dalam kuah dan memperkaya rasa. Pada soba dan udon, nori dalam bentuk irisan tipis sering ditaburkan di atasnya. Untuk donburi seperti Katsudon atau Unadon, taburan nori memberikan sentuhan gurih yang memotong rasa kaya dari saus dan daging.

Japanese Superfood Nori 01 Toasted Nori
Lembaran Yaki Nori
asianinspirations.com.au

3. Sebagai Lauk atau Hidangan Pendamping (Side Dish)

Di bagian, nori naik tingkat yang awalnya bumbu menjadi lauk utama. Yang pertama adalah Nori no Tsukudani. Makanan ini adalah puncak dari transformasi nori. Tsukudani adalah metode pengawetan tradisional dengan merebus bahan dalam campuran kecap asin (shoyu), mirin, dan gula.

Nori direbus perlahan dalam cairan ini hingga menyerap semua rasa, berubah menjadi hitam, lembut, kenyal, sangat gurih, manis, dan asin. Nori no Tsukudani adalah lauk yang powerful, karena sesuap kecil saja sudah cukup untuk menemani semangkuk nasi putih hangat. Rasanya seperti rasa makanan rumahan yang paling murni bagi banyak orang Jepang.

Nori no Tsukudani
Nori no Tsukudani
japanesecooking101.com

Yang kedua, nori sebagai camilan (Otsumami). Yaki Nori atau nori panggang yang sudah dibumbui dengan garam atau kecap sering disajikan langsung sebagai camilan. Renyah, gurih, dan rendah kalori, nori adalah teman sempurna untuk minum teh hijau atau bahkan bir. Beberapa produk nori camilan bahkan dilapisi dengan rasa seperti wasabi, mentega, atau keju untuk menambah variasi.

4. Sebagai Elemen Estetika dan Dekorasi

Orang Jepang sangat menghargai presentasi visual makanan atau “gohan no bi” dan nori adalah alat yang sempurna untuk ini. Yang pertama adalah pada bento atau kotak makan siang. Nori adalah pilihan utama kuliner para ibu rumah tangga Jepang. Dengan menggunakan pemotong nori khusus atau gunting yang teliti, mereka mengubah lembaran nori menjadi bentuk-bentuk lucu seperti mata, mulut, rambut, atau karakter anime untuk menghias bento anak-anak mereka. Teknik ini disebut Kyaraben atau “character bento“. Nori juga digunakan untuk memisahkan lauk dalam bento agar rasa tidak bercampur.

easy and cute character bento nori totoro recipe main photo
Nori Dibentuk Menjadi Kyaraben Totoro
cookpad.com

Yang kedua adalah Osobuko atau pembungkus soba atau udon takeout. Dalam masakan tradisional, nori digunakan sebagai pembungkus untuk soba atau udon yang dibawa pulang untuk menjaga kesegaran mi sekaligus menambah rasa.

D. Mengapa Makanan Jepang Banyak Menggunakan Nori?

Penggunaan nori yang masif adalah hasil dari pertemuaan satu titik antara beberapa faktor yaitu faktor geografis, sejarah, cita rasa, dan kecerdasan praktis yang telah berlangsung selama berabad-abad. Berikut adalah penjelasan mengapa Jepang banyak menggunakan nori ya.

1. Pencarian akan “Umami” yang Seimbang

Kuliner Jepang sangat menghargai rasa yang halus, mendalam, dan seimbang. Selain empat rasa dasar seperti manis, asin, asam, pahit dan umami dianggap sebagai pilar kelima. Nori terutama varietas Porphyra adalah sumber alami umami yang sangat terkonsentrasi. Kandungan asam glutamat bebas dalam nori sangat tinggi memberikan rasa gurih dan “berisi” yang memuaskan lidah tanpa perlu banyak bumbu tambahan.

Kemudian, nasi putih atau disebut Gohan adalah makanan pokok Jepang yang memiliki rasa netral. Nori dengan umaminya yang kuat, bertindak sebagai penyeimbang sempurna. Rumput laut ini mengubah nasi polos menjadi pengalaman rasa yang nikmat, seperti yang terlihat dalam onigiri dan sushi. Dalam hidangan seperti tako-wasa (wasabi dan gurita), nori memberikan dasar gurih yang menenangkan rasa pedas dan kuat dari wasabi. Nori menjadi “penghubung” perasa yang menyatukan berbagai elemen dalam satu hidangan.

2. Faktor Geografis & Ekologis, Anugerah Laut Sekitarnya

Jepang dikelilingi oleh laut yang kaya akan plankton dan nutrien, berkat pertemuan arus hangat (Kuroshio) dan dingin (Oyashio). Kondisi ini menciptakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan rumput laut, termasuk nori. Teluk Tokyo, Laut Pedalaman Seto, dan perairan di sekitar Ariake adalah lumbung nori utama. Ketersediaan bahan baku yang melimpah secara alami mendorong pemanfaatannya dalam masakan.

ariake
Budidaya Rumput Laut di Perairan Ariake, Prefektur Saga
shun-gate.com

Sejarah Jepang juga tak lepas dari ketergantungan pada laut sebagai sumber pangan. Orang Jepang telah menjadi pengumpul dan konsumen rumput laut yang ahli selama lebih dari seribu tahun. Nori adalah salah satu ekspresi paling halus dari budaya maritim ini yang tidak hanya makan ikan, tapi juga memanfaatkan sumber daya laut nabati dengan cara yang canggih.

3. Kepraktisan dan Fungsionalitas, Kecerdasan dalam Keseharian

Sebelum era pendinginan makanan yang masif saat ini, mengeringkan makanan adalah metode pengawetan utama. Nori yang dikeringkan dapat disimpan selama berbulan-bulan tanpa kehilangan rasa utamanya. Ini menjadikannya bahan pokok yang stabil di dapur.

Nori adalah solusi kemasan alami yang genius. Nori juga cukup kuat untuk menahan nasi dan isian, tidak lengket, dan yang terpenting, bisa dimakan. Ini menghilangkan kebutuhan akan pembungkus atau piring yang harus dibuang, sesuai dengan estetika kesederhanaan dan efisiensi Jepang. Dalam onigiri untuk dibawa bepergian (bento), nori mencegah nasi menempel di tangan dan kemasan.

Selain itu, selembar nori kering sangat renyah, tapi ketika dibasahi oleh nasi hangat atau kuah, ia menjadi lentur dan lembut. Sifat seperti ini yang memungkinkannya digunakan dalam berbagai konteks, misalnya renyah dalam Temaki, lembut dalam Gunkan Maki, dan meleleh dalam kuah Ramen.

gunkan maki 2
Gunkan Maki
zojirushi.com

4. Nilai Gizi yang Tinggi, Makanan Fungsional Alami

Orang Jepang memiliki kesadaran tinggi akan hubungan antara makanan dan kesehatan. Nori adalah “superfood” tradisional yang memenuhi kriteria berikut ini:

– Kaya Mineral dan Vitamin.
Nori adalah sumber yodium yang essential untuk fungsi tiroid, serta zat besi, kalsium, dan magnesium. Ia juga kaya akan vitamin A, C, dan terutama vitamin B12 (jarang ditemukan dalam tanaman), serta serat.

– Rendah Kalori dan Tinggi Protein.
Dengan kalori yang sangat rendah dan kandungan protein yang signifikan hingga 40% dari berat keringnya, nori adalah tambahan yang ideal untuk diet sehat.

– Kandungan Unik.
Nori mengandung senyawa seperti taurin yang baik untuk jantung dan asam lemak omega 3 yang semakin memperkuat profil kesehatannya.

5. Estetika dan Presentasi, Warna dan Bentuk yang Menawan

Dalam masakan yang sangat memperhatikan penampilan, warna hijau gelap hingga hitam nori memberikan kontras yang elegan dan dramatis terhadap putihnya nasi, putihnya ikan, atau kuningnya telur. Kontras ini membuat hidangan terlihat lebih segar, hidup, dan menarik.

Seperti yang telah disebutkan, nori adalah “lembaran kertas hitam” untuk seni kuliner. Dengan memotongnya, para koki dan ibu rumah tangga dapat menciptakan hiasan yang rumit, menambah nilai estetika dan kesan perhatian pada detail.

6. Akar Budaya dan Psikologis, Rasa “Furusato” atau Kampung Halaman

Bagi banyak orang Jepang, rasa nori yang gurih dan aromanya yang khas adalah rasa masa kecil dan rumah atau yang disebut “Furusato no Aji”. Sebuah onigiri yang dibungkus nori atau semangkuk nasi dengan Tsukudani Nori adalah comfort food yang membangkitkan kenangan akan makanan rumahan yang sederhana dan menenangkan.

Selain itu, berkat revolusi budidaya, nori menjadi bahan yang terjangkau dan mudah didapat oleh semua kalangan. Hal ini memastikan bahwa rasa nori bukan privilege makanan kelas tertentu, tapi rasa bersama yang mempersatukan bangsa.

E. Mengapa Orang Jepang Sangat Menyukai Nori?

Kecintaan ini menjadi ikatan yang terbentuk melalui sejarah panjang, didorong oleh kepuasan indrawi, dan diwariskan melalui tradisi. Yuk, kita lanjut lagi di bawah ini.

1. Rasa Kokoro no Furusato (Kampung Halaman di Hati)

Ini menjadi alasan yang paling mendalam dan emosional. Nori adalah perasa nostalgia. Bagi hampir setiap orang Jepang, aroma nori yang terbakar dan rasanya yang gurih langsung membangkitkan memori yang hangat dan familiar. Rasa “Oishii!” pertama yang mereka ingat dari onigiri yang dibentuk oleh ibu atau nenek mereka. Nori dalam bento sekolah adalah simbol perhatian dan kasih sayang. Rasa ini terpatri dalam ingatan kolektif sebagai rasa “aman”, “rumah”, dan “cinta”.

Dalam dunia yang serba cepat ini, makanan sederhana seperti nasi putih hangat dengan tsukudani nori atau secangkir teh hijau dengan yaki onigiri adalah sumber kenyamanan yang tak tergantikan. Nori adalah hal yang mengingatkan mereka pada kesederhanaan dan akar mereka, rasa “kokoro no furusato” atau kampung halaman di dalam hati yang bisa dinikmati kapan saja.

2. Kepuasan Indrawi yang Sempurna, Tekstur dan Aroma

Kecintaan pada nori adalah cinta akan sebuah pengalaman untuk seluruh indra manusia. Orang Jepang sangat menghargai kontras tekstur (hasshin). Nori memberikan ini dengan sempurna. Saat kering, ia terdengar “pari pari” atau sangat renyah dan mudah pecah. Ketika bertemu nasi hangat, bagian yang menyentuh nasi menjadi “nettsu” atau lunak dan lentur, sementara bagian luarnya tetap renyah untuk sementara waktu. Permainan antara renyah, kenyal, dan lunak ini yang membuat setiap gigitan temaki atau onigiri begitu memuaskan.

food nori
Ilustrasi Nori
irasutoya.com

Aroma juga menjadi bagian penting dari apresiasi makanan di Jepang. Aroma nori, terutama ketika dipanggang (yaki nori) memiliki wangi laut yang kompleks, sedikit asap, dan sangat menggugah selera. Aroma ini adalah sinyal bagi otak bahwa sesuatu yang lezat akan segera datang. Taburan aonori pada okonomiyaki atau takoyaki bukan hanya rasa yang didapet, tapi juga untuk aroma harum yang membaur di udara dan menjadi bagian dari pengalaman jual beli makanan jalanan.

3. Koneksi Budaya dan Musiman

Nori telah menyatu dengan ritme kehidupan dan tradisi Jepang. Warna hitam atau hijau tua nori dalam budaya Jepang terkadang dikaitkan dengan keseriusan dan formalitas, tapi juga dapat menjadi warna yang membawa keberuntungan. Dalam makanan tahun baru atau disebut Osechi Ryouri, nori digunakan untuk membungkus beberapa hidangan, seperti kazunoko (telur ikan herring) yang melambangkan keturunan yang makmur.

Selain itu, meski nori tersedia sepanjang tahun, nori musim dingin khususnya dari panen pertama dianggap yang paling berharga. Rumput laut ini lebih tebal, lebih lembut, memiliki rasa dan aroma yang lebih halus. Menikmati nori terbaik di musim dingin adalah sebuah kemewahan musiman, mirip dengan menikmati buah persik di musim panas atau matsutake di musim gugur.

4. Kesehatan dan Kesadaran Gizi yang Tertanam

Kecintaan pada nori diperkuat oleh keyakinan akan manfaat kesehatannya yang telah menjadi pengetahuan umum. Konsep Yakumi atau konsep bumbu yang juga obat ini sangat kuat. Nori dipandang sebagai makanan yang secara alami membersihkan darah, baik untuk kulit dan rambut karena vitamin dan mineral, dan mendukung kesehatan secara keseluruhan. Keyakinan bahwa “makan nori itu baik untukmu” membuat mereka menikmatinya tanpa rasa bersalah, bahkan merasa lebih baik setelah memakannya.

furikake
Furikake yang Ditaburkan di Atas Nasi
justonecookbook.com

Lalu, sebagai makanan rendah kalori, bebas lemak, kaya serat, dan bergizi, nori adalah jawaban sempurna untuk tuntutan kesehatan masyarakat modern. Rumput laut ini menjadi camilan ideal, topping sehat untuk nasi, dan cara mudah untuk menambah asupan mineral dan vitamin.

5. Estetika dan Kesenangan Visual

Makan juga dinikmati dengan mata. Dalam seni penyajian makanan Jepang (gohan no bi), nori adalah “sumi” (tinta) dalam lukisan kuliner. Warna hitam atau hijau pekatnya yang matt menciptakan fondasi yang elegan dan stabil, membuat warna-warna lain seperti putih nasi, merah tuna, oranye telur ikan menjadi lebih “pop” dan lebih hidup.

Sedangkan, bagi ibu rumah tangga, memotong nori menjadi bentuk-bentuk lucu untuk bento anak-anaknya (kyaraben) adalah sebuah tindakan kreatif dan kasih sayang. Di sisi lain, bagi koki sushi, membungkus nigiri dengan presisi adalah sebuah keterampilan yang dihargai. Nori memberikan medium untuk ekspresi ini.


Nori yang kita kenal dengan lembaran tipisnya ternyata membungkus sejarah panjang Jepang dari panen liar di zaman kuno hingga budidaya ilmiah modern yang dipelopori oleh seorang ilmuwan wanita dari Inggris. Rumput laut ini adalah jiwa rasa umami yang menghubungkan satu hidangan dengan hidangan lainnya dari kesederhanaan onigiri hingga keanggunan sushi.

Kecintaan orang Jepang pada nori juga adalah cinta yang beralasan. Cinta akan rasa yang mendefinisikan tekstur yang memuaskan, kepraktisan yang bagus, dan warisan budaya yang terus hidup di setiap gigitannya. Jadi, menu Jepang favorit Minasan apa nih yang ada norinya?

Nah, cukup segitu yang bisa Pandai Kotoba berikan untuk artikel kali ini mengenai selembar tipis nori lezat yang menggugah selera makan. Jika Minasan ingin baca artikel tentang kuliner Jepang lainnya, di website ini tersedia banyak informasinya lho. Ada satu rekomendasi nih: Yuk Kenali Berbagai Jenis Sushi dan Cara Makannya. Klik untuk membacanya ya.

Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *