Culture,  Kuliner,  Leisure

Yaki Imo, Menyantap Ubi Panggang Khas Jepang di Musim Gugur

Hai Minasan~! Di tengah hawa sejuk musim gugur yang mulai terasa, ketika daun-daun pohon berubah warna menjadi kuning keemasan, terdapat suara khas dari pengeras suara yang terdengar berjalan lambat menyusuri jalan-jalan perumahan di Jepang. Suara itu terdengar, “Ishi yaki imo~~! Yaki imo~~!.

Bagi telinga orang Jepang, suara ini adalah nada musiman yang lebih mewakili kedatangan musim gugur daripada kalender mana pun. Ini adalah suara dari penjual yaki imo. Mereka menjual ubi jalar panggang dengan mobil pickup atau gerobak khusus ubi jalar panggang. Makanan ini menjadi bentuk kesederhanaan dan kehangatan yang telah memikat hati bangsa Jepang selama berabad-abad.

Pandai Kotoba pada artikel kali ini akan membahas lebih mendalam tentang kelezatan yaki imo yang sederhana ini, mulai dari seperti apa yaki imo, asal-usulnya, hingga alasan mengapa makanan ini menjadi ikoniknya musim gugur oleh orang Jepang. Daripada penasaran, yuk kita simak di bawah ini.

yakiimo mv
Yaki Imo, Ubi Panggang Khas Musim Gugur dari Jepang
zojirushi.co.jp

Yaki Imo, Menyantap Ubi Panggang Khas Jepang di Musim Gugur

A. Apa Itu Yaki Imo?

Secara harfiah, yaki imo (焼き芋) berarti “ubi panggang”. Namun, istilah ini secara khusus merujuk pada ubi jalar Jepang yang dipanggang perlahan dengan metode tertentu hingga menghasilkan tekstur yang lembab, manis alami, dan aroma yang harum.

B. Terbuat dari Apa Yaki Imo?

Kunci kelezatan yaki imo terletak pada jenis ubi jalarnya. Jenis yang paling umum dan dianggap premium adalah Beni Haruka dan Anno Imo. Ubi-ubi ini memiliki karakteristik khusus, yaitu:

1. Kulit Ungu Tua hingga Kemerahan.
Kulitnya tipis tapi kuat dan menjaga kelembapan di dalam selama proses pemanggangan yang lama.

2. Daging Berwarna Kuning Keemasan hingga Oranye Tua.
Warna ini menandakan tingginya kandungan beta karoten.

3. Tingkat Kemanisan Tinggi.
Yang membedakan ubi jalar Jepang adalah kandungan enzim amilase yang mengubah pati menjadi gula (maltosa) secara alami ketika dipanaskan. Proses ini yang membuat yaki imo jauh lebih manis daripada ubi mentahnya.

Proses pemanggangan yang tradisional biasanya dilakukan dengan menggunakan batu apung (kantsuki) atau pasir dalam oven khusus (ishigama). Batu atau pasir berfungsi untuk menahan dan menyebarkan panas secara merata, memastikan ubi matang sempurna dari kulit hingga ke bagian terdalam tanpa terbakar. Metode pemanggangan lambat ini yang memunculkan karamelisasi gula alami di dalam ubi dan menghasilkan rasa manis yang kompleks, serta tekstur yang hampir seperti krim, lembab, dan “berlumuran” gula.

C. Asal-Usul Yaki Imo

Sebelum kita mengenal jauh kenapa yaki imo ini menjadi makanan khas musim gugur, kita kenalan dulu yuk dengan asal-usulnya. Perjalanan ubi panggang ini dimulai jauh sebelum ada truk dengan oven berasap jmodern. Ceritanya terikat erat dengan kedatangan ubi jalar itu sendiri ke Jepang dan evolusi sosial ekonomi masyarakatnya. Berikut penjelasannya di bawah ini.

1. Kedatangan Sang Penyintas, Ubi Jalar Masuk ke Jepang

Ubi jalar yang dikenal sebagai Satsuma Imo berasal dari wilayah Satsuma, kini Prefektur Kagoshima. Pertama kali diperkenalkan ke Jepang pada awal periode Edo sekitar abad ke-17. Tokoh kunci dalam penyebarannya adalah Eiichi Nimura, seorang bangsawan dari Kerajaan Ryukyu (sekarang Okinawa) yang membawanya ke Kagoshima. Secara paralel, ubi jalar juga masuk melalui rute perdagangan dengan Cina ke wilayah Kyushu.

8712814855 5fb3157206 c
Satsuma Imo
flickr.com

Alasan utama adopsi ubi jalar begitu cepat adalah ketahanannya. Berbeda dengan padi yang membutuhkan sawah dan perawatan intensif, ubi jalar bisa tumbuh di tanah tandus, bukit berbatu, dan daerah berpasir. Ia tahan terhadap angin topan dan cuaca buruk yang sering melanda Jepang.

Kemampuannya menghasilkan kalori yang tinggi per hektar membuatnya menjadi solusi bagi bencana kelaparan, terutama selama masa kelaparan Tenmei pada 1782-1788. Saat panen padi gagal, ubi jalar menyelamatkan banyak nyawa, sehingga mulai dipandang bukan hanya camilan, juga tapi makanan pokok darurat.

2. Kelahiran Yaki Imo, Dari Dapur Sederhana ke Jalanan

Awalnya, metode konsumsi ubi jalar yang paling umum adalah dengan merebus atau mengukusnya. Namun, seseorang di masa lalu menemukan metode memanggang ubi dengan api langsung atau bara abu mengubah rasanya secara drastis. Panas kering memicu proses enzimatis yaitu enzim amilase dalam ubi memecah pati yang tidak manis menjadi maltosa (gula yang manis). Ini menjadi “keajaiban” ilmiah di balik rasa manis Yaki Imo yang jauh lebih kuat daripada ubi rebus.

Pada pertengahan hingga akhir periode Edo, perdagangan dan ekonomi urban mulai berkembang. Di kota-kota pada waktu seperti Edo dan Osaka, populasi padat dengan banyak pedagang, pengrajin, dan pekerja. Dari sinilah lahir pedagang keliling Yaki Imo pertama.

Mereka adalah para pengusaha kecil yang cerdik. Mereka membawa kompor portabel atau shichirin yang menggunakan arang dan berkeliling menjajakan ubi panggang hangat yang langsung bisa dimakan. Ini adalah konsep fast food pada zamannya yang murah, mengenyangkan, dan penuh energi. Suara panggilan mereka yang khas mulai menghiasi lorong-lorong kota.

3. Zaman Keemasan, Truk Keliling dan Lagu “Ishi Yaki Imo”

Puncak popularitas dan nostalgia Yaki Imo terjadi pada era Showa terutama tahun 1950-an hingga 1970-an. Pada masa ini, mobil pickup kecil menjadi moda transportasi yang terjangkau. Para pedagang memodifikasinya dengan memasang oven besar berbahan bakar kayu atau arang di bagian mobil tersebut. Oven ini sering dilapisi dengan batu apung (kantsuki) untuk menyimpan dan menyebarkan panas secara merata, sehingga lahirlah istilah “Ishi Yaki Imo” atau “ubi panggang batu”.

Mobil Pickup Ishiyaki Imo (youtube.com)

Lalu, ciri khas yang paling melekat dari era ini adalah lagu panggilannya. Karena mobil pickup harus terus berjalan untuk mencari pelanggan, mereka memakai pengeras suara untuk mengumumkan kedatangan mereka. Lagu “Ishi yaki imo~! Yaki imo~~!” yang dinyanyikan dengan melodi sederhana dan suara yang sering kali pecah karena perangkat audio yang murah menjadi soundtrack musim gugur bagi seluruh negeri Jepang.

Bagi anak-anak, suara ini adalah pertanda kegembiraan. Sedangkan, bagi orang dewasa, suara ini adalah penanda musim dan penghibur di hari yang dingin. Mobil pickup ini tidak hanya menjual ubi, tapi juga menjadi penjual es krim di musim panas yang menunjukkan kelincahan bisnis mereka.

4. Transformasi Menjadi Ikon Nostalgia dan Kesehatan

Mulai akhir era Showa dan memasuki era Reiwa (1989 hingga sekarang), jumlah truk yaki imo keliling berkurang drastis. Penyebabnya beragam seperti peraturan lalu lintas dan kebersihan yang lebih ketat, biaya operasi seperti bahan bakar dan perawatan, serta persaingan dengan supermarket serta convenience store atau konbini yang mulai menjual yaki imo dalam kemasan praktis.

Meski mobil pickup banyak yang berkurang, permintaan akan Yaki Imo tidak pernah hilang. Pasar modern mengambil alih. Sekarang, hampir setiap supermarket memiliki counter khusus di musim gugur dan dingin yang menjual Yaki Imo hangat yang dibungkus kertas. Beberapa toko khusus seperti Yaki Imo-ya yang bertahan justru menjadi destinasi kuliner yang menawarkan ubi jalar premium dengan varietas unggulan seperti ubi jenis Beni Haruka atau Anno Imo.

kouta2023 15 01
Ubi Jenis Beni Haruka
koutashop.com

Transformasi ini yang terpenting. Jika dulu yaki imo identik dengan kemiskinan dan masa sulit, kini citranya berubah total. Berkat kesadaran akan kesehatan, Yaki Imo dipromosikan sebagai makanan super (superfood) yang kaya serat, vitamin, dan antioksidan. Ubi panggang ini menjadi pilihan camilan sehat bagi para wanita muda dan pencinta gaya hidup sehat. Kemunculan dessert modern seperti imo purin (puding ubi) dan daigaku imo (ubi madu) semakin mengangkat citranya menjadi makanan yang lezat dan stylish.

D. Mengapa Yaki Imo Menjadi Makanan Khas Musim Gugur?

Nah, sekarang kita masuk ke pembahasan intinya. Musim gugur di Jepang ditandai dengan udara segar yang sejuk, pemandangan daun-daun yang berubah warna menjadi merah dan oranye, serta bulan purnama yang terang. Dalam serangkaian kejadian di musim ini, yaki imo berperan sebagai nada hangat dan menenangkan yang mengisi hari-hari di musim ini. Berikut adalah penjelasan detailnya alasan mengapa yaki imo menjadi makanan khas musim gugur.

1. Alasan Agronomis, Puncak Kesempurnaan Rasa di Musim Panen

Ini menjadi alasan paling mendasar. Musim gugur khususnya bulan September hingga November, adalah musim panen utama bagi ubi jalar jenis yang digunakan untuk Yaki Imo. Ubi jalar ditanam di musim semi dan tumbuh sepanjang musim panas yang hangat dan cerah. Sinar matahari yang intens memungkinkan daun ubi melakukan fotosintesis secara maksimal dan menghasilkan pati dalam jumlah besar yang disimpan di dalam akar (umbi).

Ketika suhu mulai turun di akhir musim panas dan awal musim gugur, ubi mengalami “pematangan” alami. Enzim-enzim dalam ubi, terutama amilase secara perlahan mulai memecah pati yang tidak manis ini menjadi gula sederhana atau maltosa.

Ubi yang baru dipanen di musim gugur memiliki kadar air yang masih ideal. Ketika dipanggang, proses pemanasan mempercepat kerja enzim amilase, memecah pati yang tersisa dengan cepat sehingga menghasilkan rasa manis yang meledak-ledak dan tekstur yang lembap serta creamy.

Bandingkan dengan ubi yang disimpan lama, yang kadar airnya berkurang dan rasa manisnya mungkin tidak sempurna ubi baru. Konsep shun (旬) atau mengonsumsi makanan di puncak musimnya menjadi sangat dijunjung tinggi di Jepang. Menikmati yaki imo di musim gugur adalah bentuk apresiasi tertinggi terhadap kesegaran dan rasa puncaknya.

2. Alasan Sensorik, Penangkal Alamiah terhadap Udara yang Mulai Dingin

Musim gugur membawa penurunan suhu dan kelembapan. Udara yang kering dan sejuk menciptakan kebutuhan fisiologis dan psikologis akan kehangatan. Sebutir Yaki Imo yang baru keluar dari oven adalah sumber kehangatan sederhana yang sempurna.

aki no yaki imo
Yaki Imo dengan Dekorasi Musim Gugur Jepang
popalpha.co.jp

Ritual memegangnya dengan kedua tangan, lalu merasakan panasnya menjalar ke telapak tangan yang dingin adalah pengalaman peraba pertama yang sangat memuaskan. Kemudian, memakan dagingnya yang hangat, lembut, dan manis memberikan kehangatan dari dalam. Kontras antara udara luar yang dingin dan kehangatan dari Yaki Imo yang membuatnya terasa begitu spesial.

Kemudian, aroma khas yaki imo yang dipanggang berasap, sedikit earthy, dan harum manis terasa lebih menggugah selera di udara musim gugur yang jernih. Aroma ini memicu memori dan perasaan nyaman, mirip dengan aroma kayu bakar di perapian.

3. Alasan Budaya. Memuaskan Shokuyoku no Aki (食欲の秋) atau Nafsu Makan Musim Gugur

Orang Jepang memiliki frasa yang sangat populer, yaitu Shokuyoku no Aki (食欲の秋). Ini adalah keyakinan budaya bahwa nafsu makan secara alami meningkat di musim gugur. Secara ilmiah, tubuh mungkin membutuhkan lebih banyak energi untuk menyesuaikan diri dengan suhu yang lebih dingin.

Di sisi lain, secara kultural, musim gugur adalah waktu panen yang melimpah. Bukan hanya ubi jalar, tapi juga beras baru atau shinmai, jamur matsutake yang harum, buah kesemek, ikan sanma, dan buah pir. Kelimpahan ini menciptakan suasana “pesta” alamiah, di mana orang-orang terdorong untuk menikmati hasil bumi terbaik. Dalam konteks ini, yaki imo hadir sebagai camilan sempurna yang mengenyangkan, bergizi, manis alami, dan memuaskan “nafsu makan musim gugur” tanpa merasa bersalah.

4. Alasan Estetika dan Nostalgia, Simbol Kesederhanaan dan Mono no Aware

Estetika Jepang sangat menghargai kepekaan terhadap perubahan musim. Yaki imo adalah personifikasi dari beberapa nilai estetika ini, di antaranya adalah Mono no Aware (物の哀れ). Konsep ini merujuk pada perasaan haru dan melankolis yang mendalam ketika menyadari betapa sementaranya segala sesuatu.

Musim gugur dengan daun-daun yang berguguran adalah musim yang paling mewakili Mono no Aware. Yaki Imo dengan kehangatannya yang sementara seperti ubi ini akan dingin jika tidak dimakan, rasa manisnya yang sederhana, dan asosiasinya dengan masa lalu karena mobil pickup keliling yang hampir jarang ditemui, menimbulkan perasaan natsukashii atau kerinduan akan masa lalu yang harmonis dengan semangat musim ini.

Ada nilai lain juga yaitu Wabi Sabi dalam Makanan. Yaki imo adalah perwujudan Wabi Sabi atau menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan dan kesederhanaan. Bentuknya yang tidak beraturan, kulitnya yang kusam dan berdebu, serta rasa manisnya yang alami dan tidak dibuat-buat, semuanya mencerminkan keindahan yang sederhana dan alami, cocok dengan suasana musim gugur yang tenang dan bersahaja.

5. Alasan Komersial dan Ritual Musiman

Masyarakat modern memperkuat ikatan ini melalui cara komersial. Banyak sekolah dasar dan taman kanak-kanak di Jepang yang mengadakan Imogari atau acara memanen ubi jalar di musim gugur. Anak-anak pergi ke kebun ubi, memanennya sendiri, dan kemudian sering kali membakarnya menjadi yaki imo di sekolah. Pengalaman masa kecil ini menciptakan memori indah yang kuat, mengasosiasikan ubi panggang ini secara tak terpisahkan dengan kegembiraan musim gugur.

Selain itu, kehadiran Yaki Imo yang dipajang secara prominent di depan toko atau di counter khusus supermarket berfungsi sebagai penanda visual yang jelas yaitu “musim gugur telah tiba”. Hal ini mengingatkan dan mendorong konsumen untuk membeli dan memperkuat kebiasaan musiman.

E. Mengapa Orang Jepang Sangat Menyukai Yaki Imo?

Seperti yang dijelaskan di atas, kecintaan pada Yaki Imo adalah jalinan yang terikat antara kenangan masa kecil, kepuasan sensorik, filosofi hidup, dan kesadaran akan kesehatan. Berikut ini penjelasan lebih lanjutnya ya.

1. Nostalgia yang Menghangatkan Hati (Natsukashii)

Alasan ini adalah alasan paling kuat dan emosional. Bagi banyak orang Jepang, Yaki imo seperti mesin waktu. Lagu panggilan membeli “ishiyaki imo~! Yaki imo~~!” dari mobil pickup keliling adalah suara yang khas dalam ingatan kolektif generasi Showa dan Heisei. Suara yang pecah dan melengking itu menjadi iklan dan pertanda kegembiraan.

yaki imo mobil
Mobil Pickup yang Menjual Yaki Imo
web.motormagazine.co.jp

Bagi anak-anak, mendengar suara itu berarti berlari ke orang tua untuk meminta uang, lalu mengejar mobil tersebut yang berjalan lambat sambil menanti-nanti ubi hangat yang akan diberikan langsung oleh sang pedagang. Hal ini menjadi core memory yang indah.

Selain itu, penciuman dan pengecapan adalah indera yang paling kuat terkait dengan memori. Aroma harum bumi dan gula karamel yang keluar dari kulit yaki imo, serta rasa manisnya yang lembut dan earthy, langsung membawa mereka kembali ke masa kecil di rumah nenek, atau saat bermain di luar pada sore musim gugur yang sejuk.

Dalam masyarakat Jepang yang serba cepat dan modern, ubi panggang ini adalah makanan yang mengingatkan mereka pada kehidupan yang lebih sederhana dan lambat dan menciptakan perasaan natsukashii atau kerinduan akan masa lalu yang sangat menghibur.

2. Kepuasan Sensorik yang Unik dan Menenangkan

Yaki imo menawarkan pengalaman makan yang lengkap dan sangat memuaskan. Rasa manis Yaki Imo berasal dari maltosa yang memiliki tingkat kemanisan lebih rendah daripada sukrosa (gula pasir). Hasilnya adalah rasa manis yang tidak membuat enek. Rasa manisnya muncul secara perlahan, kompleks, seolah-olah berasal dari bumi itu sendiri. Rasa kemanisan ini yang terasa “alami” dan “nikmat” yang sesuai dengan selera orang Jepang yang cenderung menghindari rasa yang terlalu artifisial atau kuat.

Kemudian, proses pemanggangan lambat selain menciptakan rasa manis, tapi juga tekstur yang hampir seperti krim atau pasta. Daging bagian dalamnya yang lembut, lembab, dan sedikit “berlumuran” gula, sangat kontras dengan kulit luarnya yang sedikit kering dan berasap. Kontras tekstur ini menambah kenikmatan.

Selain itu, ada cara yang menenangkan dalam menyantap yaki imo. Dimulai dari memegang kehangatannya, lalu mengupas kulitnya yang tipis dengan hati-hati, dan akhirnya menggigit dagingnya yang lembut. Cara sederhana ini memaksa kita untuk melambat dan hadir sepenuhnya pada momen tersebut mirip dengan efek meditatif dari upacara minum teh.

3. Filsafat Wabi Sabi dan Kesederhanaan

Yaki Imo adalah perwujudan sempurna dari estetika wabi sabi yang menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan, kesederhanaan, dan hal-hal yang alami. Bentuk ubi jalar yang tidak beraturan, kulitnya yang kusam dan seringkali berlumpur, serta penampilannya yang polos sama sekali tidak menarik perhatian. Namun, justru dari “kekurangan” inilah keindahannya muncul. Semua kelezatan terkonsentrasi di dalamnya, menunggu untuk ditemukan. Hal ini menjadi metafora yang mendalam, yaitu jangan menilai buku dari sampulnya.

Kemudian, dalam dunia kuliner yang penuh dengan bumbu kompleks dan teknik memasak yang rumit, yaki imo hadir dengan satu bahan dan satu metode. Ubi panggang ini membanggakan rasa umami dan rasa manisnya yang sepenuhnya alami. Kesederhanaan ini dihargai sebagai bentuk kecanggihan tertinggi. Ubi panggang ini juga menjadi pengingat bahwa hal-hal terbaik dalam hidup sering kali adalah yang paling sederhana.

4. Kesehatan dan Gizi yang Terjangkau

Di balik kenikmatannya, Yaki Imo adalah powerhouse nutrisi dan orang Jepang sangat menyadarinya. Yaki Imo dikemas dengan serat tinggi yang sangat baik untuk pencernaan dan membuat kenyang lebih lama menjadikannya camilan ideal untuk diet.

Kemudian, terkandung beta karoten (vitamin A) dengan antioksidan kuat untuk kesehatan mata, kulit, dan kekebalan tubuh. Lalu, ada vitamin C dan vitamin E yang meningkatkan sistem imun di musim yang rentan flu. Selain itu, ada kalium yang membantu menyeimbangkan tekanan darah dan anthocyanin yang erkandung dalam ubi ungu, sebagai antioksidan yang powerful.

Dalam budaya yang semakin sadar kesehatan, menikmati sesuatu yang manis sering diiringi dengan rasa bersalah. Namun, yaki imo adalah pengecualian. Karena manisnya alami dan kandungan nutrisinya yang padat, menyantap ubi panggang ini justru dianggap sebagai pilihan yang cerdas dan baik untuk tubuh. Ia adalah dessert yang bisa dinikmati untuk makan siang atau camilan tanpa merasa berdosa.

5. Koneksi Emosional dengan Musim dan Alam

Orang Jepang memiliki kepekaan tinggi terhadap perubahan musim atau kisetsukan. Makanan adalah salah satu cara utama untuk merayakan dan terhubung dengan musim tersebut. Seperti sakura di musim semi dan kakigori di musim panas, yaki imo adalah personifikasi dari musim gugur. Kehadirannya di toko dan aromanya di udara adalah penanda waktu yang tak terelakkan. Dengan memakannya, mereka secara fisik “mengonsumsi” dan menjadi bagian dari musim gugur. Cara ini untuk menyelaraskan diri dengan ritme alam.

Yaki imo juga menjadi comfort food dan keefektifannya sangat bergantung pada konteks. Jika memakan ubi panggang ini di musim panas terasa aneh dan tidak tepat. Namun, jika memakannya di hari musim gugur yang berangin atau musim dingin yang menggigit terasa sangat tepat dan menghibur. Konteks ini yang memperkuat daya tariknya.

F. Menikmati Yaki Imo di Jepang Modern

Meskipun lantunan lagu “Ishiyaki Imo~~!” dari mobil pickup keliling yang legendaris kini semakin sayup dan jarang terdengar, jiwa dari yaki imo tidak pernah padam hilang. Sebaliknya, dalam era modern ini, kehadirannya justru berevolusi dan merasuk ke dalam berbagai lini kehidupan masyarakat Jepang dengan cara yang lebih mudah diakses, beragam, dan tak kalah memesona.

Pengalaman menikmati ubi panggang ini sekarang tidak lagi terbatas pada tepi jalan yang berangin, tapi sudah berpindah ke gerai-gerai ritel yang nyaman, toko-toko khusus yang memuliakan bahan baku, hingga dapur-dapur rumah yang penuh kreativitas.

Salah satu tempat paling umum dan praktis untuk menemukan kehangatan yaki imo adalah di supermarket atau convenience store atau konbini terdekat. Biasanya mulai awal musim gugur, counter atau keranjang khusus akan muncul, memajang ubi panggang ini yang masih hangat, masing-masing dibungkus rapi dalam kertas minyak atau kemasan kertas khusus yang berfungsi menahan panas dan menyerap kelembapan berlebih.

Caranya yang menjadi sangat sederhana yaitu hanya perlu memilih satu, membayarnya, dan dalam sekejap dapat menikmati kelezatan musim ini sambil berjalan pulang atau di perjalanan. Kemudahan ini menjadikan yaki imo ini sebagai camilan spontan yang memuaskan hasrat akan sesuatu yang hangat dan manis tanpa perlu perencanaan.

yaki imo ya
Yaki Imo-ya
rurubu.jp

Bagi mereka yang mencari kualitas terbaik dan pengalaman yang lebih otentik, toko khusus yaki imo atau Yaki Imo-ya menjadi destinasi yang layak dikunjungi. Toko-toko semacam ini, meski jumlahnya tidak sebanyak dulu, masih bertahan dengan bangga, dan seringnya menjadi usaha keluarga yang diwariskan turun-temurun. Di toko tersebut akan disambut oleh aroma harum yang menggugah selera yang keluar dari oven batu tradisional atau yang disebut dengan Ishigama.

Pedagangnya biasanya adalah ahli yang dengan cermat memilih varietas ubi jalar terbaik, seperti jenis Beni Haruka atau Anno Imo yang terkenal manis dan lembut. Mereka menguasai seni pemanggangan yang tepat dan menghasilkan ubi panggang dengan kulit yang mungkin terlihat kering di luar tapi menyembunyikan daging dalam yang lembut, hampir seperti krim dan begitu manis hingga seolah-olah telah direndam dalam madu.

Bagi mereka yang ingin menghidupkan kembali nuansa nostalgia atau sekadar menikmati aktivitas musiman yang menyenangkan, membuat yaki imo di rumah menjadi pilihan yang populer. Pasar menyediakan ubi jalar mentah berkualitas tinggi yang telah dicuci bersih dan siap dipanggang. Metode modern memungkinkan proses ini dilakukan dengan mudah menggunakan oven konvensional atau bahkan pemanggang roti yang meniru efek pemanggangan lambat.

Beberapa keluarga bahkan melestarikan tradisi dengan mengadakan Imogari, yaitu acara memanen ubi jalar sendiri di kebun petani yang kemudian mereka bawa pulang untuk dipanggang bersama-sama. Aktivitas ini tidak hanya menghasilkan Yaki Imo yang istimewa karena jerih payah sendiri, tapi juga menciptakan kenangan indah dan mendekatkan diri pada alam.

Namun, mungkin aspek paling menarik dari kehidupan yaki imo di Jepang modern adalah transformasinya dalam dunia kuliner kreatif. Ubi panggang ini tidak lagi hanya disajikan dalam bentuknya yang polos dan sederhana. Kecerdikan koki dan pembuat makanan pencuci mulut telah mengangkatnya ke level baru dan menjadikannya bahan baku bagi berbagai hidangan manis dan gurih yang memukau.

daigaku imo
Daigaku Imo
kagome.co.jp

Salah satu varian yang paling dicintai adalah Daigaku Imo atau “ubi universitas”. Hidangan ini menjadi camilan yang lahir dari lingkungan kampus. Potongan ubi jalar digoreng hingga bagian luarnya renyah dan bagian dalamnya lembut, lalu dilapisi dengan sirup gula dan kecap asin yang mengilap, dan akhirnya ditaburi dengan biji wijen putih. Hasilnya adalah perpaduan sensasi yang sempurna antara manis, gurih, dan renyah.

Untuk para pencinta dessert yang halus, Imo Purin atau puding ubi jalar menawarkan kenikmatan yang lembut dan elegan. Puding ini memiliki tekstur yang halus seperti kain sutra dan rasa ubi jalar yang kaya, seringkali disajikan dengan saus karamel yang menggugah selera.

Sementara itu, Imo Yokan, sejenis selai manis padat yang terbuat dari pasta kacang merah dan agar-agar mendapatkan variasi baru dengan ubi jalar ini menambah kedalaman rasa dan kelembutan. Dan tentu saja, yang tak boleh dilupakan adalah keripik ubi jalar yang telah menjadi camilan kemasan populer dengan rasa-rasa mulai dari garam laut hingga mentega dan menghasilkan cita rasanya menjadi sesuatu yang dapat dinikmati kapan saja dan di mana saja.

Oleh karena itu, meskipun wajahnya telah berubah, esensi ubi panggang ini sebagai penghibur jiwa dan penanda musim tetap hidup dan kuat. Dari kepraktisan supermarket hingga keahlian toko khusus, dari kehangatan dapur rumah hingga kecanggihan dessert kekinian, yaki imo terus membuktikan dirinya sebagai ikon budaya yang lentur, abadi, dan selalu menemukan cara baru untuk memikat hati orang Jepang di setiap generasi.


Yaki imo adalah sebuah fenomena budaya. Ubi panggang ini menjadi perpaduan sempurna antara rasa, musim, kenangan, dan kesehatan. Dari sejarahnya yang sederhana sebagai penyelamat dari kelaparan, makanan ini telah naik pangkat menjadi lambang kenyamanan dan kesederhanaan yang abadi.

Setiap gigitan dari ubi jalar yang hangat, manis, dan lembut itu yang memuaskan lidah dan juga menghangatkan hati. Hal ini mengingatkan kita pada keindahan dalam hal-hal yang sederhana dan ritme alam yang menenangkan. Jadi, jika Minasan lagi berkunjung ke Jepang di musim gugur, jangan lupa untuk mencicipi ubi panggang ini dengan mencari suara speaker “Yaki imo~!” yang khas atau cukup kunjungi supermarket terdekat saja ya.

Nah, cukup segitu yang bisa Pandai Kotoba berikan untuk artikel kali ini mengenai si yaki imo yang menjadi makanan khas musim gugur di Jepang. Jika Minasan ingin tahu kuliner Jepang lainnya, di website ini tersedia banyak infonya lho. Salah satunya ini: Ramune, Minuman Soda Ikonik yang Menyegarkan. Klik untuk membacanya ya.

Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *