Culture,  Kuliner,  Leisure

Mukimono, Indahnya Seni Ukir Buah dan Sayuran Khas Jepang

Hai Minasan~! Di sebuah restoran Jepang yang elegan, hidangan sashimi segar tiba di meja. Namun, yang menarik perhatian bukan hanya ikan mentah yang segar, tapi hiasan yang menyertainya. Terdapat bunga yang elegan terbuat dari lobak, daun bawang yang berubah menjadi rangkaian tanaman air, dan wortel yang diubah menjadi bunga krisan yang sempurna.

Seni ini namanya mukimono, seni mengukir buah dan sayuran yang telah menyatu dengan budaya kuliner Jepang selama berabad-abad mengubah makanan biasa menjadi pengalaman estetika yang memukau.

Pandai Kotoba pada artikel kali ini akan membahas indahnya seni ukir buah dan sayuran khas Jepang bernama mukimono mulai dari definisinya, proses cara mengukirnya, perkembangan seni ini di era modern, hingga filosofi apa saja yang di baliknya. Penasaran? Yuk, kita simak di bawah ini.

640px Ama la Vida Flickr GASTRONOMIA 2 COMIDAS PATRIMONIALES 030 14681727784
Buah yang Diukir dengan Seni Mukimono
wikiwand.com

Contents

Mukinomo, Indahnya Seni Ukir Buah dan Sayuran Khas Jepang

A. Apa Itu Mukimono?

Mukimono (剥き物) adalah seni tradisional Jepang dalam mengukir dan memahat buah-buahan dan sayuran menjadi bentuk-bentuk dekoratif yang indah. Kata “mukimono” sendiri berasal dari kata “muku” yang berarti mengupas atau menguliti dan “mono” yang berarti benda atau barang. Berbeda dengan seni mengukir makanan dari negara lain yang sering terlihat spektakuler dan rumit, mukimono menekankan pada kesederhanaan, elegan, dan harmoni dengan makanan yang disajikan.

fruit finished
Seni Mukimono
grapeejapan.com

Yang membedakan mukimono dari seni mengukir makanan lainnya adalah filosofi di baliknya. Mukimono yang bersifat menghias dan juga menciptakan keseimbangan visual dan simbolis dengan hidangan. Setiap ukiran dirancang untuk melengkapi bukan mengalahkan keindahan alami bahan makanan. Seorang ahli mukimono terampil secara teknis dan juga memahami musim, kesempatan, dan makna simbolis di balik setiap bentuk yang diciptakan.

B. Teknik-Teknik Seni Mukimono

Pada bagian ini, kita akan membahas jantungnya dari seni mukimono ketika keterampilan, presisi, dan kreativitas bertemu. Yuk, kita lanjut lagi di bawah ini.

1. Peralatan Esensial

Sebelum menyelami teknik ini, penting untuk kita mengenal alatnya. Pisau Mukimono atau disebut Mukimono-bocho terdiri dari satu set dengan mata pisau yang lebih tipis dan lentur daripada pisau chef biasa untuk presisi yang tinggi. Beberapa jenis utamanya adalah:

Nakiri-bocho: Pisau persegi untuk memotong lurus dan mengupas.
Uzukiri-bocho: Pisau panjang dan tipis khusus untuk mengiris sayuran tipis-tipis.
Kattori-bocho: Pisau kecil bercabang, sering disebut “pisau V” atau “pisau burung,” untuk membuat takikan berbentuk V.
Satsuma-bocho: Pisau melengkung yang digunakan untuk mengukir bentuk bulat dan melengkung.

nakiri bocho
Pisau Nakiri atau Nakiri-bocho
jikko.jp

Selain pisau, alat lain seperti pemotong kue berbentuk bunga atau daun, pembuat lubang, dan pengorek bola melon juga digunakan terutama untuk teknik dekoratif yang lebih cepat.

2. Teknik Dasar sebagai Fondasi Keindahan

Teknik-teknik ini adalah blok pembangun untuk semua kreasi Mukimono yang lebih kompleks. Berikut ini di bawah ini penjelasannya

a). Katsura-muki (桂むき), Gulungan yang Sempurna
Ini adalah teknik paling fundamental dan sering dianggap sebagai ukuran keahlian seorang koki. Cara membuatnya adalah mengupas sayuran silinder seperti daikon atau lobak Jepang atau wortel dalam satu gulungan tunggal, panjang, dan tanpa putus. Seniman memegang sayuran dengan satu tangan dan memutar sementara pisau Uzukiri-bocho yang tajam digerakkan secara stabil ke arah yang berlawanan.

sanmai 4
Teknik Katsura-muki
media.sakurajapaneseknife.com

Ketebalan gulungan harus konsisten sempurna biasanya setipis kertas dari ujung ke ujung. Gulungan yang putus dianggap sebagai ketidaksempurnaan. Gulungan Katsura-muki ini sendiri gunanya sebagai hiasan yang elegan.

Namun, lebih sering lagi, gulungan ini kemudian diolah lebih lanjut, yaitu dijadikan Tsuma dengan diiris halus atau dipotong menjadi bentuk persegi panjang untuk dijadikan alas atau bantal bagi sashimi. Lalu, dibuat menjadi “Knot” (Musubi) dengan diikat simpul yang cantik sebagai hiasan. Selain itu, dijadikan “Sobatama” dengan dipotong kotak-kotak kecil yang menyerupai mutiara.

b) Tsuma (つま), Hiasan Daun yang Elegan
Tsuma mengacu pada hiasan daun kecil yang ditempatkan di samping atau di bawah hidangan utama seperti sashimi. Fungsinya untuk estetika dan juga sebagai pembersih mulut di antara suapan. Cara membuatnya adalah menggunakan daun dari sayuran seperti daikon, wortel, atau lobak merah. Daun diiris sangat tipis, sering dengan bagian yang masih melekat agar mudah dibentuk. Ujungnya kemudian dipotong menjadi bentuk runcing, bergerigi, atau berombak.

Tsuma punya filosofinya yaitu melambangkan “mitra” atau “pasangan” yang melengkapi hidangan utama dan menciptakan keseimbangan di piring.

c) Kembang dan Potongan Dekoratif Sederhana
Teknik ini adalah pintu gerbang untuk membuat bentuk yang menarik dengan usaha minimal. Ada dua teknik pada bagian di antaranya yang pertama, Jabara (蛇腹) adalah “Ular” atau Pola Zigzag. Cara membuatnya adalah pisau Kattori-bocho (pisau V) ditusukkan secara diagonal ke dalam buah atau sayuran seperti mentimun atau tomat.

蛇腹切 食譜成品照片
Teknik Jabara
cookpad.com

Proses ini diulangi dengan pola yang berlawanan menciptakan barisan takikan zigzag. Ketika dipisahkan, kedua bagian akan memiliki tepi bergerigi yang indah. Proses ini sangat efektif untuk menyajikan acar atau salad dalam “mangkuk” yang alami.

Yang kedua, Hanagiri (花切り) adalah Pemotongan Bunga. Cara membuatnya adala sayuran seperti wortel atau lobak yang sudah dikupas, dibuat beberapa takikan vertikal dan dangkal berbentuk V sepanjang sisi-sisinya menggunakan pisau Kattori-bocho. Ketika sayuran kemudian diiris melintang, setiap irisan akan memiliki pola bunga yang cantik.

Varian lainnya dari potongan ini adalah dengan mengubah kedalaman, sudut, dan jumlah takikan, dapat dihasilkan berbagai bentuk bunga, dari yang sederhana hingga yang menyerupai bunga sakura atau krisan.

3. Teknik Menengah dengan Menambahkan Dimensi dan Bentuk

Di level ini, seniman mulai benar-benar membentuk ulang bahan. Bentuknya bisa bermacam-macam, berikut ini penjelasannya:

a) Ukiran Bola dan Marble
Cara membuatnya adalah menggunakan alat kerok melon atau melon baller. Seniman mencungkil buah atau sayuran untuk membuat bola-bola kecil yang sempurna. Teknik ini juga bisa dilakukan dengan pisau untuk membuat bentuk bulat yang lebih besar dan bebas. Bola-bola ini digunakan dalam salad, koktail, atau sebagai hiasan. Warna yang berbeda dari buah semangka, melon, wortel dapat dikombinasikan untuk efek visual.

b) Modifikasi Permukaan dengan Mengukir di Kulit
Teknik ini meninggalkan kulit buah atau sayuran utuh, tapi mengukir pola di atasnya. Cara membuatnya adalah menggunakan pisau ukir yang sangat tajam, seniman menggores atau mengupas sebagian kulit luar untuk membuat pola. Pola bisa sederhana seperti garis-garis, atau kompleks seperti gambar lanskap atau naga pada kulit semangka. Teknik ini sangat populer untuk dekorasi pesta. Semangka dan labu adalah kanvas yang sempurna untuk teknik ini.

c) Ukiran Relief Rendah
Mirip dengan modifikasi permukaan, tapi dengan kedalaman yang lebih variatif menciptakan efek tiga dimensi yang halus pada permukaan yang rata. Cara membuatnya adalah seniman mengukir bentuk seperti ikan, daun, atau karakter ke dalam permukaan sayuran biasanya lobak atau wortel yang diiris tebal untuk menghilangkan material di sekitarnya sehingga bentuknya menonjol. Hasil teknik ini ditempatkan di atas hidangan atau digunakan sebagai cap/stempel untuk mencetak kaldu.

4. Teknik Lanjutan, Puncak Keterampilan Seni Mukimono

Teknik ini berada pada level maestro di saat bahan diubah menjadi karya seni yang spektakuler. Teknik-teknik ini di antaranya adalah:

a) Ukiran Tiga Dimensi yang Kompleks
Seniman menciptakan patung-patung utuh dari satu buah atau sayuran. Bentuknya umum seperti burung bisa dari bentuk merak, bangau; hewan bisa dari bentuk naga, kelinci, panda; bunga bisa dari bentuk krisan, peony, lotus; dan juga pemandangan alam.

Mukimono Bentuk Naga (youtube.com)

Cara membuatnya adalah dimulai dengan memblokir bentuk dasar, kemudian secara bertahap menambahkan detail seperti bulu, sisik, atau kelopak dengan berbagai pisau ukir. Memerlukan pemahaman mendalam tentang anatomi dan proporsi.

Contoh yang paling ikonik dari teknin adalah bentuk krisan dari Lobak. Sebuah lobak merah kecil diukir sedemikian rupa sehingga ketika direndam dalam air es, ia “mekar” menjadi bunga krisan yang sempurna. Ini adalah ujian keterampilan klasik. Kemudian bentuk Utsuri-gami dengan mengukir bentuk satu benda dari bahan yang sama sekali berbeda, seperti mengukir “kepiting” dari sebuah wortel.

b) Ukiran Jaringan (Net Carving atau Ami Kizami)
Teknik ini sangat halus dan menantang yang menciptakan pola jaring. Cara membuatnya adalah seniman membuat serangkaian potongan paralel yang sangat tipis pada sebuah irisan sayuran biasanya lobak atau wortel, tanpa memotong bagian ujungnya.

Kemudian, dibuat rangkaian potongan paralel lagi dengan sudut yang berlawanan biasanya 90 derajat dan menciptakan pola kotak-kotak seperti jaring. Hasilnya ditarik dengan hati-hati untuk menampilkan jaringannya. Kegunaannya sebagai hiasan yang sangat elegan yang menunjukkan keahlian teknis tertinggi. Sering diletakkan di atas hidangan untuk memberikan tekstur dan kedalaman.

c) Komposisi dan Perakitan
Tingkat tertinggi dari Mukimono melibatkan penggabungan beberapa elemen yang diukir secara terpisah menjadi satu adegan atau rangkaian yang kohesif. Cara membuatnya adalah seorang seniman mungkin membuat naga dari lobak, awan dari kol, dan bebatuan dari ubi jalar, lalu merakitnya di atas piring besar atau papan saji untuk menceritakan sebuah kisah atau menggambarkan sebuah lanskap musiman.

Kegunaan dari teknik ini adalah untuk kompetisi, pameran, atau perayaan yang sangat istimewa. Karya semacam ini adalah puncak dari seni Mukimono, menggabungkan semua teknik dasar, menengah, dan lanjutan dengan visi artistik yang matang.

C. Momen dalam Penggunaan Mukimono

Setelah kita berkenalan dengan teknik-teknik dengan seni mukimono, selanjutnya pada bagian ini akan menjelaskan bagaimana seni yang indah ini menyatu dengan kehidupan sehari-hari, upacara, dan perayaan di Jepang, jauh melampaui hiasan restoran saja. Yuk, kita lanjut di bawah ini.

1. Mukimono dalam Dunia Kuliner Profesional

Momen ini saat kebanyakan orang termasuk wisatawan pertama kali menjumpai Mukimono. Pertama, di Restoran Kaiseki (懐石料理) dan Kappo (割烹), seni mukimono posisinya lebih dekorasi tambahan dan bagian sempurna dari filosofi penyajian. Hidangan Kaiseki adalah seni hidangan luar biasa yang merayakan musimnya. Setiap elemen di piring memiliki makna.

Contoh penerapannya adalah pada musim semi menggunakan sebuah iris tipis lobak daikon yang diukir dengan pola halus menyerupai awan mungkin menjadi alas untuk sashimi, sementara wortel yang diukir menjadi bunga sakura ditempatkan di sampingnya. Warna-warna pastel yang lembut mendominasi.

Sedangkan, pada musim gugur menggunakan sebuah lobak merah kecil diukir menjadi bunga krisan (kiku kabu), simbol dari musim gugur dan umur panjang. Daun shiso mungkin dipotong menyerupai bentuk daun maple (momiji).

Mukimono di sini berfungsi sebagai Shiku (敷く) atau “alas” yang membersihkan palet dan memberikan kontras tekstur, serta sebagai Tsuma (褄) atau “hiasan samping” yang melengkapi cerita musiman di piring.

Kedua, di Ryokan (旅館) atau penginapan tradisional Jepang, peran mukimono sebagai pengalaman menginap di Ryokan adalah tentang Omotenashi. Seni ini adalah wujud nyata dari perhatian terhadap detail dan usaha untuk menyambut tamu dengan keindahan.

Contoh penerapannya adalah saat makan malam disajikan di kamar tamu, hidangan pembuka (zensai) sering kali menampilkan ukiran sederhana nan elegan. Mentimun yang diukir menjadi daun nanas atau bunga kecil yang diletakkan di atas tofu dingin menunjukkan bahwa setiap detail telah dipikirkan untuk kenikmatan tamu.

Ketiga, di restoran sushi. Peran mukimono sebagai kesederhanaan adalah kunci. Mukimono di restoran sushi biasanya sangat minimalis dan fungsional. Contoh penerapannya adalah sepotong daun shiso di bawah sushi atau sashimi menambah warna, aroma, dan rasa. Parutan daikon yang seperti gunungan salju (tsuma) yang diletakkan di samping sashimi berfungsi sebagai hiasan sekaligus pembersih mulut.

Lalu, menjadi hiasan piring dari potongan jahe yang disusun rapi atau lemon yang diukir dengan pola Jabara atau zigzag untuk diperas ke atas ikan.

2. Mukimono dalam Perayaan dan Festival Musiman

Mukimono adalah cara untuk menandai perjalanan waktu dan merayakan keindahan sementara setiap musim atau yang disebut dengan filosofi Mono no Aware). Yang pertama pada momen Oshogatsu (正月) atau Tahun Baru). Tahun Baru adalah perayaan terpenting di Jepang. Makanan penuh dengan simbolisme untuk keberuntungan, kesehatan, dan umur panjang.

Contoh penerapannya adalah di hidangan ikan kazunoko (数の子) atau hering roe sering disajikan dengan hiasan dari wortel yang diukir menjadi bunga, melambangkan harapan untuk keturunan yang melimpah. Lalu, di datemaki (伊達巻) atau omelet manis) menggunakan potongan wortel atau kamaboko (sosis ikan) yang diukir menjadi simbol keberuntungan seperti pinwheel atau bunga diletakkan di atasnya. Selain itu, di lobak dan wortel diukir menjadi bentuk burung bangau dan kura-kura, simbol umur panjang dalam mitologi Jepang.

Ukiran Wortel Bentuk Bunga Sakura (youtube.com)

Yang kedua pada Hanami (花見) atau acara melihat bunga sakura. Seni mukimono digunakan untuk merayakan keindahan bunga sakura yang singkat. Contoh penerapannya adalah sekotak bento untuk Hanami dipenuhi dengan ukiran bertema sakura. Sosis yang diiris menjadi bunga sakura, telur dadar atau tamagoyaki yang digulung dengan pola merah muda dan putih, dan wortel yang diukir menjadi kelopak sakura adalah pemandangan umum. Warna-warna merah muda, putih, dan hijau mendominasi.

Yang ketiga pada Tsukimi (月見) atau acara melihat bulan. Seni mukimono digunakan pada saat festival pada musim gugur untuk menghormati keindahan bulan purnama. Contoh penerapannya adalah piring tsukimi dango sering dihiasi dengan ukiran lobak yang menyerupai rumput susuki atau rumpus pampas dan bunga krisan yang keduanya terkait dengan musim gugur.

Yang keempat pada acara Obon (お盆). Seni ini digunakan pada saat festival untuk menghormati arwah leluhur. Contoh penerapannya adalag sayuran yang diukir mungkin digunakan untuk menghiasi persembahan (osonae mono) di altar selama Obon. Bentuknya bisa sederhana dan hormat seperti bunga teratai dari bawang bombay yang melambangkan kemurnian dalam Buddhisme.

3. Mukimono dalam Upacara dan Acara Khusus

Pada momen upacara minum teh atau yang disebut Sadou (茶道). Peran mukimono ini sangat halus dan simbolis. Dalam upacara minum teh, wagashi (kue tradisional Jepang) disajikan sebelum matcha. Mukimono di sini tidak mencolok, tapi hadir sebagai elemen pendukung yang memperkuat tema musiman upacara.

Contoh penerapannya adalah sehelai kecil daun shiso atau seiris tipis jahe yang dipotong dengan bentuk tertentu mungkin diletakkan di samping wagashi. Atau bisa juga wadah kecil berisi acar sayuran yang diiris dengan pola hiasan sederhana disajikan untuk membersihkan mulut. Semuanya dilakukan dengan kesadaran akan kesederhanaan.

Selanjutnya, pada momen pernikahan dan kelahiran. Seni ini digunakan pada saat perayaan kehidupan dan awal yang baru. Contoh penerapannya adalah untuk pernikahan menggunakan bentuk naga dan phoenix dari lobak atau labu yang melambangkan mempelai pria dan wanita. Bunga teratai dari bawang, simbol kemurnian dan kelahiran kembali dalam pernikahan.

Sedangkan, untuk kelahiran menggunakan bentuk yang ceria dan penuh harapan seperti kapal takarabune atau kapal harta karun dari semangka, atau berang-berang (karena kata “kawa” dalam bahasa Jepang bisa berarti kulit dan hubungan yang baik) dari ubi jalar.

Selain itu, pada momen kompetisi dan pameran. Di sini seni mukimono dipamerkan sebagai bentuk seni murni melampaui fungsi kulinernya. Contoh penerapannya adalah seniman menciptakan instalasi besar dan rumit seperti naga yang terbang mengelilingi gunung Fuji dari labu raksasa atau adegan dongeng Jepang yang lengkap dari berbagai buah dan sayuran. Karya-karya ini dirancang untuk memukau dan menunjukkan puncak keterampilan teknis.

4. Momen Keluarga dan Kehidupan Sehari-hari

Meski kemungkinan tidak serumit di restoran, Mukimono juga hadir di rumah-rumah. Pada saat membuat sekotak bento Box, sang ibu mungkin memotong nori atau rumput laut dengan pemotong khusus menjadi bentuk karakter anime yang disukai anaknya, atau memotong sosis menjadi bentuk gurita kecil untuk membuat bekal makan siang anaknya lebih menyenangkan. Ini adalah bentuk mukimono yang lebih sederhana dan penuh kasih sayang.

Pada saat makan malam keluarga, misalnya pada akhir pekan atau acara keluarga kecil, seseorang yang menikmati memasak mungkin menghias piring hidangannya dengan bunga wortel atau mentimun yang diukir sederhana untuk menambah kesan istimewa pada makanan.

D. Filosofi di Balik Seni Mukimono

Pemahaman tentang filosofi ini yang membedakan Mukimono sebagai sebuah disiplin seni dan budaya, dan lebih keterampilan teknis belaka. Berikut di bawah ini penjelasan mengenai filosofinya.

1. Wabi Sabi (侘寂), Menerima Ketidaksempurnaan yang Sempurna

Wabi Sabi adalah konsep estetika yang merayakan kesederhanaan, kesahajaan, dan keindahan alami yang tidak sempurna dan sementara. Seorang ahli Mukimono tidak akan memaksakan bentuk yang tidak sesuai dengan bahan mentahnya. Jika sebuah lobak daikon sedikit bengkok, sang seniman mungkin mengukirnya menjadi bangau yang sedang menunduk, bukan memaksanya menjadi bunga yang tegak lurus sempurna. Keunikan alami bahan justru dirayakan sebagai jiwa dari karya tersebut.

Tutorial Membuat Mukimono (youtube.com)

Dekorasi Mukimono yang paling dihargai seringnya adalah yang sederhana dan elegan. Misalnya, sehelai daun yang dipotong dengan presisi dan sebuah gulungan lobak yang tipis sempurna. Ini lebih dihargai daripada ukiran rumit yang berlebihan dan terkesan dipaksakan. Keindahan ditemukan dalam ruang kosong (ma) dan kesederhanaan bentuk.

Selain itu, sebuah potongan yang tidak sepenuhnya simetris atau adanya tekstur alami sayuran yang masih terlihat justru menambah kedalaman dan keaslian karya. Hal ini mencerminkan prinsip Wabi Sabi bahwa kesempurnaan ada dalam ketidaksempurnaan.

2. Mono no Aware (物の哀れ), Kepekaan terhadap Kesementaraan

Konsep Mono no Aware adalah kesadaran yang mendalam dan empati terhadap sifat sementara dari segala sesuatu di dunia. Ini adalah perasaan haru yang indah ketika menyadari bahwa keindahan itu fana. Sebuah bunga krisan yang diukir dari lobak akan layu dalam beberapa jam. Sebuah alas sashimi dari parutan daikon akan kehilangan kerenyahannya.

Kesadaran ini justru membuat keindahan tersebut lebih berharga dan bermakna. Setiap kali kita memandangnya, kita diajak untuk sepenuhnya hadir dan menikmati momen tersebut sebelum ia lenyap. Mukimono juga diciptakan untuk dinikmati sekarang juga. Ini adalah seni hidup dan bernapas yang dirancang untuk pengalaman sesaat. Filosofi ini mengajarkan kita untuk tidak melekat pada keindahan, tapi untuk merayakannya dalam kehadirannya yang singkat.

3. Ichigo Ichie (一期一会), “Satu Pertemuan, Satu Kesempatan”

Konsep ini yang sering dikaitkan dengan upacara minum teh menekankan bahwa setiap pertemuan adalah unik dan tidak akan terulang persis sama, sehingga harus dihargai sepenuhnya. Karyanya yang tidak dapat diduplikasi bahkan dengan bahan dan seniman yang sama, dua karya seni ini tidak akan pernah benar-benar identik. Setiap ukiran adalah unik untuk tamu, hidangan, dan momen pada hari itu.

Seorang koki yang meluangkan waktu untuk mengukir sebuah hiasan khusus untuk hidangan kita sedang mempraktikkan konsep Ichigo Ichie. Ini adalah wujud fisik dari rasa hormat dan upaya untuk membuat pengalaman makan kita pada hari itu menjadi sesuatu yang benar-benar tak terlupakan. Seni ini menjadi hadiah untuk momen yang tidak akan terulang.

4. Shun (旬), Menghormati Musim

Konsep Shun merujuk pada puncak musim suatu bahan saat ia paling segar, paling lezat, dan paling bernutrisi. Kesadaran akan musim meresap dalam seluruh budaya Jepang, dan Mukimono adalah salah satu mediumnya.

Tutorial Mukimono Kupu-Kupu (youtube.com)

Seni mukimono menjadi bahasa visual musim. Seni ini adalah cara koki untuk berkomunikasi dengan tamunya tentang musim apa yang sedang berlangsung. Pada musim semi membuat ukiran bentuk bunga sakura, plum, kupu-kupu. Lalu, pada musim panas membuat ukiran bentuk bunga matahari, ikan capung, pola gelombang. Kemudian, pada musim gugur membuat ukiran bentuk bulan purnama (tsukimi), bunga krisan, daun maple. Terakhir, pada musim dingin membuat ukiran bentuk salju, bambu, dan plum yang tahan banting.

Dengan menggunakan bentuk-bentuk ukiran tersebut, Mukimono menciptakan harmoni antara makanan di piring dengan dunia di luar jendela. Memakan hidangan yang dihias dengan bunga sakura di musim semi adalah pengalaman yang menyatu dengan alam.

5. Ma (間), Keindahan Ruang Kosong

Ma adalah konsep tentang “ruang negatif” atau jarak yang bermakna. Ini adalah keyakinan bahwa ruang kosong bukanlah sesuatu yang harus diisi, tapi merupakan elemen estetika yang penting itu sendiri. Seorang ahli Mukimono tidak akan memenuhi seluruh piring dengan ukiran. Mereka akan dengan sengaja meninggalkan ruang kosong di sekitar makanan dan dekorasi. Ruang ini memungkinkan mata untuk beristirahat dan menghargai keindahan setiap komponen secara individual.

Penggunaan Ma yang tepat mencegah dekorasi terlihat berantakan atau berlebihan. Ini menciptakan kesan tenang, teratur, dan anggun yang merupakan ciri khas estetika Jepang.

6. Harmoni dengan Makanan (食材との調和), Dekorasi yang Melayani Bukan Mendominasi

Ini adalah filosofi praktis yang membedakan Mukimono dari seni mengukir makanan di beberapa budaya lain. Hampir semua hasil ukiran Mukimono dirancang untuk dimakan. Mereka adalah bagian yang dapat dimakan dari pengalaman kuliner. Sehelai daun lobak yang diukir indah berfungsi sebagai alas yang dapat dimakan untuk sashimi menambah tekstur dan kesegaran.

Bentuk, warna, dan penempatan dekorasi selalu dipilih untuk melengkapi dan menyoroti hidangan utama bukan untuk mencuri perhatian. Tujuannya adalah meningkatkan kenikmatan secara keseluruhan bukan memamerkan keterampilan teknis semata.

E. Asal-usul dan Sejarah Mukimono

Membahas seni tentu kurang lengkap rasanya kalau tidak mengulik tentang asal-asal usul sejarahnya. Pemahaman tentang sejarah ini akan menunjukkan bagaimana sebuah praktik dekoratif sederhana berevolusi menjadi sebuah disiplin seni yang penuh makna.

1. Akar Purba, Pengaruh Kontinental dan Awal Mula (Abad ke-8 s.d. ke-12)

Akar Mukimono dapat ditelusuri kembali ke periode Nara (710-794) dan Heian (794-1185) ketika Jepang secara intensif menyerap budaya, agama, dan seni dari China dan Semenanjung Korea melalui jalur diplomatik dan keagamaan.

Tutorial Membuat Mukimono Kelinci dari Lobak (youtube.com)

Bersama dengan ajaran Buddha, datang pula tradisi mempersembahkan makanan hiasan (buna) di altar-altar kuil. Makanan yang diatur dan dihias dengan indah merupakan bentuk penghormatan kepada para dewa dan Buddha. Praktik inilah yang menjadi cikal bakal estetika dalam penyajian makanan.

Bukti awalnya adalah literatur klasik seperti Genji Monogatari dari awal abad ke-11 menggambarkan pesta dan perayaan di istana kekaisaran yang penuh dengan kemewahan, termasuk penyajian makanan yang punya estetika. Meskipun tidak dijelaskan secara teknis, narasi ini menunjukkan bahwa nilai visual dalam penyajian makanan sudah dihargai di kalangan bangsawan.

2. Konsolidasi dan Pembentukan Identitas (Abad ke-13 s.d. ke-16)

Pada periode Kamakura (1185-1333) dan Muromachi (1336-1573), Jepang mulai memisahkan diri dari pengaruh Cina dan membentuk identitas budayanya sendiri. Estetika Wabi Sabi yang menekankan kesederhanaan dan kesahajaan mulai berkembang, terutama yang dikaitkan dengan Sen no Rikyu dan upacara minum teh.

Pengaruh Wabi Sabi ini mulai merasuk ke dalam seni kuliner. Dekorasi makanan tidak lagi tentang kemewahan dan kekayaan, tapi lebih pada keanggunan yang sederhana, menghormati bahan alami, dan menciptakan harmoni. Peralihan filosofi inilah yang membedakan Mukimono Jepang dengan seni mengukir makanan China yang cenderung lebih spektakuler dan rumit.

Teknik-teknik dasar seperti pemotongan dan penyajian yang elegan untuk hidangan formal atau Honzen Ryori mulai distandardisasi. Konsep menggunakan hiasan yang dapat dimakan (Tsuma) untuk membersihkan mulut dan menyeimbangkan rasa juga mulai mengemuka.

3. Zaman Keemasan dan Demokratisasi (Abad ke-17 s.d ke-19)

Periode Edo (1603-1868) ini adalah era yang paling penting dalam pembentukan Mukimono seperti yang kita kenal sekarang. Di bawah pemerintahan Keshogunan Tokugawa yang stabil, perdamaian yang panjang dan pertumbuhan ekonomi melahirkan kelas pedagang dan pengrajin (chounin) yang kaya raya.

Kelas chounin yang baru makmur ini menciptakan budaya urban mereka sendiri yang dinamis, berbeda dengan budaya aristokrat istana. Mereka mengembangkan seni, fashion, dan masakan mereka sendiri. Restoran (ryoutei) dan rumah makan berkelas bermunculan di kota-kota seperti Edo (sekarang Tokyo), Kyoto, dan Osaka.

Dalam lingkungan yang kompetitif pada masa itu, restoran-restoran saling bersaing untuk menarik pelanggan. Kemahiran dalam memasak harus diimbangi dengan keindahan penyajian. Mukimono menjadi salah satu alat vital untuk menunjukkan kualitas dan keanggunan sebuah restoran. Pada periode ini teknik-teknik seperti Katsura-muki atau mengupas lobak dalam satu gulungan disempurnakan dan menjadi standar keahlian seorang koki.

Lalu, pengetahuan yang sebelumnya diturunkan dari guru ke murid secara lisan mulai didokumentasikan. Buku-buku masak dan pedoman tentang teknik memotong dan menghias mulai diterbitkan, menyebarkan pengetahuan Mukimono ke khalayak yang lebih luas.

4. Modernisasi dan Standardisasi (Abad ke-19 s.d ke-20)

Periode Meiji (1868-1912) dan Taisho (1912-1926) ini terjadi Restorasi Meiji dan Jepang membuka diri terhadap pengaruh Barat. Hal ini membawa bahan makanan baru, teknik memasak baru, dan konsep baru tentang nutrisi dan higienitas.

Seni kuliner termasuk Mukimono mulai memasuki era modern. Sekolah-sekolah memasak profesional didirikan. Mukimono tidak lagi hanya diajarkan melalui magang di restoran, tapi menjadi bagian dari kurikulum formal. Ini menyebabkan standardisasi teknik dan penyebaran keterampilan yang lebih merata.

Teknik-teknik Mukimono pada periode ini diklasifikasikan secara lebih sistematis. Buku-buku teks yang terperinci diterbitkan, membedakan antara berbagai gaya potongan, ukiran, dan fungsi dekorasinya. Mukimono benar-benar diakui sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri.

5. Ekspansi Global dan Eksistensi Kontemporer (Pasca Perang Dunia II – Sekarang)

Pada pasca 1945 setelah kekalahan dalam Perang Dunia II, Jepang membangun kembali ekonominya dan mulai mempromosikan budayanya ke dunia internasional, termasuk melalui pariwisata. Mukimono menjadi salah satu wajah budaya kuliner Jepang yang ditampilkan kepada wisatawan asing dan menjadi daya tarik wisatawan. Keindahan dan keunikannya memukau dunia, dan menjadi simbol dari kerafidan dan estetika Jepang.

Video Membuat Mukimono Bentuk Ikan (youtube.com)

Gelombang restoran sushi dan Jepang yang menyebar ke seluruh dunia membawa serta praktik Mukimono, meski sering dalam bentuk yang disederhanakan seperti hiasan daun shiso atau lobak parut saja. Saat ini, Mukimono berada di persimpangan antara pelestarian tradisi dan inovasi modern.

Seni ini tetap diajarkan di sekolah kuliner dan dipraktikkan di restoran-restoran high-end sebagai penjaga tradisi. Dalam konten digital yang biasa ada di platform seperti YouTube dan Instagram menjadi galeri virtual bagi para ahli Mukimono untuk memamerkan karya mereka, menarik minat audiens global dan generasi muda.

Seiring dengan berjalannya waktu, di tengah tuntutan efisiensi dan kecepatan di industri kuliner modern, praktik Mukimono yang memakan waktu menghadapi tantangan. Namun, justru nilainya sebagai bentuk “slow food,” mindfulness, dan ekspresi seni murni semakin diapresiasi.

F. Eksistensi Mukimono di Jepang Saat Ini

Di era konbini, aplikasi food delivery, dan kehidupan yang serba cepat saat ini, seni tradisional yang membutuhkan ketelitian dan waktu ini menemukan tempatnya dengan cara-cara yang baru sekaligus menghadapi tantangan yang nyata. Berikut adalah penjelasan mengenai eksistensi seni mukimono saat ini.

1. Pendidikan dan Sistem Sertifikasi, Menjaga Standar di Era Modern

Di Jepang modern, Mukimono tidak lagi hanya diajarkan melalui sistem magang yang tradisional. Seni ini telah menjadi bagian dari institusi pendidikan formal yang terstruktur.

Terdapat Sekolah Kuliner Profesional (Senmon Gakkou) ternama seperti Tsuji Culinary Institute dan Tokyo Sushi Academy menjadikan Mukimono sebagai mata pelajaran inti. Para calon koki tidak hanya belajar teknik memotong untuk efisiensi, tapi juga seni menghias untuk estetika.

main 2783
Tsuji Culinary Institute
studyinjpn.com

Pembelajaran dimulai dari filosofi dan sejarah, kemudian berlanjut ke teknik dasar seperti Katsura-muki dan Tsuma hingga teknik lanjutan seperti ukiran tiga dimensi dan Ami Kizami (ukiran jaring). Setiap teknik harus dikuasai hingga level tertentu untuk lulus.

Setelah menempuh sekolah, terdapat juga sertifikasi keahlian nasional atau bernama Shokuryou Choukoku Shi yang diakui oleh pemerintah. Sertifikasi ini memiliki beberapa tingkatan, misalnya Basic, Intermediate, Advanced, Master. Untuk mencapai level Master, seorang seniman harus mahir secara teknis dan juga mampu menciptakan gaya orisinal dan komposisi artistik yang tinggi. Sertifikasi ini menjadi bukti kompetensi yang sangat dihargai di dunia kuliner Jepang.

2. Dunia Restoran, Dari Tradisional High-End hingga Inovasi Kontemporer

Praktik Mukimono di restoran Jepang modern sangatlah beragam, mencerminkan strata dan jenis restoran itu sendiri. Di sini, Mukimono masih hidup dalam bentuknya yang paling murni dan filosofis. Setiap hiasan adalah puisi musiman yang halus.

Sebuah restoran kaiseki ternama di Kyoto mungkin akan mempekerjakan koki khusus atau memiliki koki kepala yang keahlian Mukimono-nya sudah mencapai level master. Biaya dan waktu yang diperlukan untuk dekorasi ini dibenarkan oleh harga tinggi dan pengalaman kuliner yang ditawarkan.

Mukimono di sini juga lebih fungsional dan minimalis. Fokusnya adalah pada Tsuma seperti parutan daikon atau daun shiso yang membersihkan palet, dan potongan lemon atau jahe yang dihias sederhana. Kecepatan dan efisiensi adalah kunci, tetapi presisi dan estetika tetap tidak boleh diabaikan.

Selain itu, koki muda dan inovatif menggunakan teknik Mukimono dengan cara baru. Mereka mungkin mengukir buah tropis seperti mangga atau avokad, atau menggunakan teknik jabara pada zucchini untuk hidangan Barat. Mukimono di sini tidak terikat pada aturan musiman tradisional yang ketat, tetapi menjadi alat untuk mengekspresikan kreativitas pribadi sang koki

3. Kompetisi dan Pameran, Ajang Prestisi dan Inovasi

Mukimono selain hidup di dapur, tapi juga di panggung kompetisi yang bergengsi. Acara Kontes Nasional dan Internasional seperti All Japan Food Carving Competition menjadi ajang bagi para maestro dan bakat baru untuk memamerkan keahlian mereka. Karya yang ditampilkan di sini sering kali spektakuler, melampaui fungsi kuliner dan memasuki ranah seni murni seperti ukiran naga dari labu raksasa atau replika kuil Kinkaku-ji dari berbagai sayuran.

Selain untuk prestise, kompetisi ini mendorong inovasi teknik, eksplorasi bahan baru, dan menjadi sumber inspirasi bagi seluruh komunitas. Kompetisi juga menjadi cara untuk menarik perhatian media dan publik, menjaga relevansi Mukimono di mata masyarakat.

4. Media Massa dan Digital, Membawa Mukimono ke Ruang Keluarga

Media memainkan peran penting dalam memperkenalkan dan melestarikan Mukimono untuk generasi modern. Acara memasak di TV Jepang, seperti TV Champion atau segmen di program pagi, sering menampilkan kontes Mukimono kilat atau tutorial singkat. Majalah wanita dan kuliner rutin menampilkan ide-ide Mukimono sederhana untuk bento atau pesta rumahan.

TV Champion Indonesia (youtube.com)

Selain itu, ada revolusi media Sosial seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Platform ini yang menjadi penyambung nyawa utama bagi Mukimono di abad 21. Banyak channel YouTube menawarkan tutorial langkah demi langkah, dari yang paling dasar hingga lanjutan, gratis untuk siapa saja di seluruh dunia.

Lalu, banyak video time-lapse proses pengukiran yang presisi dan menghasilkan karya yang indah sangat populer, memuaskan rasa senang akan keindahan dan ketelitian. Selain itu, seni ini mengundang viralitas dan terbentuknya komunitas global. Contohnya, seorang ibu rumah tangga di Osaka dapat membagikan kreasi bento untuk anaknya yang dihias karakter anime dari nori, dan menginspirasi seorang food vlogger di Brasil. Dari sini terbentuklah komunitas global yang saling berbagi dan mengapresiasi.

5. Konteks Rumahan dan Komersial Praktis

Di luar restoran mewah, Mukimono hadir dalam bentuk yang lebih mudah diakses. Seni ini dalam bento (bekal nakan siang) adalah konteks Mukimono yang paling mudah ditemui. Para orang tua biasanya ibu-ibu menggunakan pemotong kue (puncher) berbentuk bunga, bintang, atau karakter populer untuk menghias nori, telur dadar, atau sosis. Meski sederhana, ini adalah wujud cinta dan perhatian untuk membuat anaknya senang makan.

Untuk pesta ulang tahun atau pertemuan keluarga, orang Jepang mungkin membeli dekorasi sayuran siap pakai atau mencoba membuat bunga dari wortel sendiri untuk menambah kesan istimewa pada hidangan. Selain itu, di depachika atau lantai dasar Department Store yang terkenal dengan makanan berkualitas tinggi, sering ditemukan sayuran dan buah yang sudah diukir dengan indah oleh ahli untuk dibeli sebagai hadiah atau untuk acara khusus.

6. Tantangan dan Masa Depan

Eksistensi Mukimono di Jepang saat ini tidak lepas dari tantangan. Di industri restoran yang kompetitif dengan margin keuntungan yang tipis, meluangkan waktu 30 menit untuk mengukir sebuah hiasan adalah kemewahan yang tidak semua restoran mampu. Tekanan untuk efisiensi seringkali mengorbankan seni ini.

Di sisi lain, adanya kekurangan tenaga ahli. Menjadi seorang master Mukimono membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sedikit kaum muda yang memiliki kesabaran dan dedikasi untuk mempelajarinya hingga level tertinggi yang menyebabkan kekurangan penerus yang serius.

Meski menghadapi tantangan tersebut, masa depan Mukimono tidak suram. Seni ini sedang beradaptasi. Pertama, sebagai bentuk mindfulness. Dalam masyarakat yang stres, kegiatan mengukir Mukimono mulai dilihat sebagai praktik meditasi dan mindfulness, mirip dengan merajut atau melukis.

Kedua, sebagai simbol identitas budaya. Mukimono semakin dihargai sebagai warisan budaya tak benda yang membedakan kuliner Jepang di panggung global. Terakhir, adanya inovasi yang selalu menarik. Seperti yang dilakukan koki-koki muda, masa depan Mukimono terletak pada kemampuannya berintegrasi dengan gaya kuliner baru tanpa kehilangan jiwa filosofinya.

G. Bagaimana Popularitas Mukimono di Mancanegara?

1. Jalan Masuk lewat Ekspansi Global Restoran Jepang

Faktor ini menjadi yang terpenting dan paling awal dalam memperkenalkan Mukimono ke dunia internasional. Dimulai dari gelombang restoran sushi 1980-an sampai sekarang saat sushi menjadi fenomena global tidak hanya ikan mentah yang diekspor, tapi juga estetika penyajiannya.

Video Mukimono Ikan Koi (youtube.com)

Orang-orang di New York, London, atau Sydney mulai terbiasa melihat parutan daikon yang seperti kumpulan awan di samping sashimi atau daun shiso yang diletakkan dengan saksama. Ini adalah bentuk Mukimono yang paling dasar tapi powerful, karena menjadi bagian pertama yang dilihat pelanggan.

Restoran Jepang high-end seperti restoran kaiseki atau kappo yang dibuka di luar Jepang yang seringnya ada di hotel-hotel mewah membawa serta standar Mukimono yang lebih tinggi. Di sini, tamu mungkin akan menemukan bunga lobak yang diukir sederhana atau mentimun dengan pola jabara (zigzag) yang menyertai hidangan pembuka. Pengalaman ini memperkenalkan Mukimono sebagai simbol kerafidan dan perhatian terhadap detail.

Bagi banyak orang Barat, kehadiran elemen dekoratif Jepang yang halus ini menjadi penanda bahwa restoran tersebut “otentik” dan menjunjung tinggi tradisi yang pada akhirnya menambah nilai dan daya tarik bisnis.

2. Media Sosial dan Viralitas

Jika restoran adalah pintu masuknya, maka media sosial adalah mesin yang meledakkan popularitas Mukimono ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Platform media sosial seperti Instagram, Pinterest, dan TikTok banyak membagikan foto dan video Mukimono dengan warna-warna cerah, bentuk yang simetris, dan transformasi ajaib dari bahan biasa menjadi karya seni sangat cocok dengan algoritma platform visual. Hashtag seperti #foodcarving#mukimono, dan #japanesefoodart dipenuhi dengan karya yang memukau.

Konten jenis lain misalnya ASMR menawarkan kepuasan (satisfying content) tersendiri. Video time-lapse atau video berkecepatan normal yang menunjukkan proses pengukiran yang lancar dan presisi seperti mengupas lobak dalam satu gulungan (Katsura-muki) atau membentuk bunga dari wortel sangat populer sebagai konten yang menenangkan dan memuaskan (satisfying). Konten ini melampaui bahasa dan budaya, menarik minat audiens global yang mungkin tidak tertarik dengan masakan Jepang sekalipun.

Selain itu, channel YouTube yang dikelola oleh ahli Mukimono baik dari Jepang maupun internasional menjadi sumber pembelajaran yang gratis dan mudah diakses. Siapa saja di belahan dunia mana pun kini dapat mempelajari dasar-dasar seni ini hanya dengan menonton layar mereka

3. Pendidikan dan Workshop, Penyebaran Pengetahuan Langsung

Minat yang bangkit melalui media sosial dan restoran kemudian ditransformasikan into keterampilan melalui pendidikan. Banyak sekolah kuliner ternama di luar Jepang, seperti Le Cordon Bleu yang memiliki kampus di seluruh dunia, kini menawarkan modul atau kelas khusus tentang seni mengukir makanan. Sering kali dengan fokus atau inspirasi dari teknik Jepang.

Kemudian, adanya workshop dan komunitas Lokal. Seniman kuliner lokal yang mungkin telah mempelajari Mukimono secara otodidak atau melalui pelatihan formal sering mengadakan workshop. Kelas-kelas ini populer bagi koki profesional, ibu rumah tangga, penggemar kerajinan tangan, dan bahkan para pelaku food styling.

Selain itu, Lembaga Pusat Kebudayaan Jepang atau disebut juga dengan Japan Foundation ini di berbagai negara sering menyelenggarakan workshop budaya termasuk Mukimono sebagai cara untuk mempromosikan pemahaman yang lebih dalam tentang budaya Jepang di tingkat masyarakat.

4. Adaptasi dan Percampuran dengan Budaya Lokal

Seni mukimono selain disalin mentah-mentah, tapi juga diadaptasi dengan cerdas untuk menciptakan gaya baru yang unik. Seniman di negara lain mungkin tidak selalu memiliki lobak daikon yang segar. Mereka beradaptasi dengan menggunakan wortel, lobak, zucchini, ubi jalar, atau buah-buahan lokal seperti semangka dan pepaya. Setiap bahan memiliki tekstur dan karakteristiknya sendiri, yang memunculkan tantangan dan gaya baru.

Di sisi lain, ada percampuran dengan estetika lokal. Contohnya, di Thailand yang sudah memiliki tradisi mengukir buah (Kae Sa Luk) yang sangat rumit ini terjadi persilangan yang menarik. Seniman Thailand mungkin memasukkan elemen simetri dan pola tradisional Thailand ke dalam teknik pemotongan Jepang. Sedangkan, di Eropa, seorang koki mungkin menggunakan teknik Jabara atau zigzag pada zucchini untuk hidangan Mediterania atau mengukir bunga dari bit untuk menghias salad.

Alih-alih bunga sakura atau maple, seniman internasional juga mengukir bunga mawar, bunga nasional setempat, atau bahkan karakter kartun populer menggunakan pisau Mukimono. Ini menunjukkan bahwa yang diadopsi adalah teknik dan filosofinya bukan hanya motif budayanya.

5. Kompetisi Kuliner Internasional

Panggung kompetisi adalah tempat seni mukimono diakui sebagai disiplin seni yang sah di kancah global. Dalam kompetisi bergengsi seperti IKA Olimpiade Kuliner (Culinary Olympics) di Jerman atau EXPOGAST di Luxembourg, sering terdapat kategori khusus untuk seni mengukir makanan. Di sini, para kompetitor dari seluruh dunia memamerkan karya mereka dan teknik serta estetika Mukimono Jepang sangat dihormati dan sering menjadi tolok ukur.

IKA/Culinary Olympics (youtube.com)

Selanjutnya, jadi ajang prestisi bagi koki internasional. Bagi koki non-Jepang, menguasai seni Mukimono dan memenangkan kompetisi dengan itu adalah cara untuk membedakan diri, menunjukkan dedikasi, dan tingkat keahlian yang tinggi.

6. Tantangan dan Batasan Popularitas Global

Meski populer, ada juga tantangan dalam adopsi seni mukimono secara luas di luar Jepang. Yang pertama, kurangnya pemahaman filosofis. Banyak yang hanya melihatnya sebagai “dekorasi yang cantik” tanpa memahami filosofi Shun (musim), Wabi Sabi, dan fungsinya sebagai bagian yang dapat dimakan untuk menyeimbangkan hidangan.

Yang kedua, persepsi membuang-buang waktu. Dalam budaya kuliner yang sangat menekankan efisiensi dan kecepatan, meluangkan waktu puluhan menit untuk mengukir hiasan dianggap tidak praktis. Dan yang terakhir, keterbatasan alat dan pelatihan. Pisau mukimono khusus mungkin tidak mudah didapat di semua negara dan instruktur berkualitas tinggi masih terbatas.


Selain seni mengukir makanan, mukimono adalah ekspresi budaya Jepang yang mendalam dan perwujudan filosofi yang telah berkembang selama berabad-abad. Dalam setiap irisan yang presisi dan bentuk yang elegan terkandung penghormatan terhadap alam, kesadaran akan perjalanan waktu, dan apresiasi terhadap keindahan sementara.

Di dunia yang semakin terindustrialisasi, mukimono mengingatkan kita pada nilai kerajinan tangan, kesabaran, dan perhatian terhadap detail. Seni ini mengajarkan bahwa makanan itu tentang rasa dan pengalaman yang dirasakan dan mata memainkan peran penting dalam bagaimana kita menikmati apa yang kita makan.

Baik di restoran bintang lima di Tokyo, di dapur rumah, atau di kelas memasak di Paris, mukimono terus menghidupkan tradisi, mengukir beraneka ragam buah dan sayuran dan juga cerita dan makna dalam setiap hidangan. Seperti bunga sakura yang mekar sebentar sebelum gugur, keindahan mukimono terletak pada kesementaraannya. Jadi, jika Minasan berada di Jepang, sempatkan untuk menikmati keindahan seni mukimono di dekat makanannya ya.

Nah, cukup segitu yang bisa Pandai Kotoba berikan mengenai indahnya seni ukir buah dan sayuran khas Jepang bernama mukimono. Jika Minasan ingin tahu dengan kuliner Jepang lainnya, di website ini banyak informasinya lho, Ada satu rekomendasinya nih: Pocky, Sang Biscuit Stick yang Merajai Pasar Snack Dunia. Klik untuk membacanya ya. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *