Asal-Usul Emoji yang Bikin Chatting Makin Seru!
Hai Minasan~! Di era digital saat ini, emoji telah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi sehari-hari. Hanya gambar kecil yang lucu, tapi sekarang menjadi simbol ekspresi universal dan emoji telah mengubah cara kita berinteraksi secara online.
Namun, tahukah Minasan bahwa emoji berasal dari Jepang? Bagaimana awalnya emoji diciptakan dan mengapa emoji menjadi begitu populer di seluruh dunia? Pandai Kotoba pada artikel kali ini ini akan membahas secara mendalam mengenai sejarah emoji, perkembangannya dan alasan mengapa orang begitu menyukainya. Daripada penasaran, yuk kita simak di bawah ini.

android.com
Asal-Usul Emoji yang Bikin Chatting Makin Seru!
A. Asal-Usul Emoji: Lahir di Jepang
Emoji, yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi digital global, sebenarnya memiliki akar sejarah yang dalam di Jepang. Kata “emoji” (絵文字) berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Jepang, yaitu E (絵) yang artinya “gambar” dan Moji (文字) yang artinya “karakter atau huruf”. Jadi, emoji secara harfiah berarti “gambar karakter” atau “simbol visual”. Konsepnya bermula pada akhir tahun 1990-an, ketika teknologi ponsel mulai berkembang pesat di Negeri Sakura itu.
Pada masa itu, layanan pesan singkat (SMS) masih sangat terbatas, hanya mendukung teks tanpa elemen visual. Hal ini memicu kebutuhan akan cara yang lebih ekspresif untuk berkomunikasi melalui pesan teks, terutama di kalangan pengguna muda yang akrab dengan budaya pop Jepang seperti manga dan anime, yang sering menggunakan simbol visual untuk menggambarkan emosi.
Shigetaka Kurita, seorang insinyur di perusahaan telekomunikasi Jepang NTT DoCoMo adalah orang di balik terciptanya emoji pertama. Pada tahun 1999, Kurita dan timnya sedang mengembangkan platform internet mobile bernama i-mode yang dirancang untuk memungkinkan pengguna mengakses web dan bertukar pesan melalui ponsel.

x.com
Saat itu, pesan teks terasa kaku dan seringkali menimbulkan ambiguitas atau ketidakjelasan karena tidak adanya nada atau ekspresi. Kurita menyadari bahwa komunikasi akan jauh lebih efektif jika ada cara untuk menyampaikan emosi secara visual, mirip dengan bagaimana orang menggunakan ekspresi wajah dalam percakapan tatap muka.
Inspirasi untuk emoji datang dari berbagai sumber. Salah satunya adalah emotikon Barat, seperti “:)” untuk senang atau “:(” untuk sedih yang sudah digunakan dalam komunikasi digital sejak era awal internet. Namun, Kurita ingin menciptakan sesuatu yang lebih visual dan mudah dikenali daripada sekadar susunan tanda baca.
Ia juga terinspirasi oleh manga dan anime Jepang, ketika karakter sering digambarkan dengan simbol-simbol seperti tetesan keringat (💦) untuk menunjukkan kegugupan atau bintang (✨) untuk mengekspresikan kesan yang mengagumkan. Selain itu, ia mengambil ide dari piktogram dan tanda lalu lintas yang dirancang untuk menyampaikan pesan secara universal tanpa perlu kata-kata.
Dengan latar belakang ini, Kurita menciptakan set emoji pertama yang terdiri dari 176 karakter, masing-masing berukuran kecil (12×12 piksel) agar tidak memakan banyak bandwidth. Set emoji perdana terdiri dari 176 simbol yang mencakup berikut ini:
Kategori | Contoh Emoji | Fungsi |
---|---|---|
Ekspresi wajah | 😊 😠 😢 😎 😰 | Menggantikan emoticon teks seperti 🙂 🙁 |
Objek sehari-hari | ❤️ 📱 🎵 🍎 🏠 | Memperjelas konteks pesan (misal: aku di rumah 🏠) |
Cuaca & alam | ☀️ 🌧️ ⛄ 🌙 🍁 | Berguna untuk ramalan cuaca atau suasana |
Transportasi | 🚗 ✈️ 🚄 ⛵ 🚲 | Menunjukkan aktivitas (misal: naik kereta 🚄) |
Simbol abstrak | ♨️ ⚠️ 〽️ 🈲 | Dipakai untuk pesan singkat (misal: dilarang 🈲) |
Emoji muncul di Jepang juga karena beberapa faktor unik, yaitu budaya visual yang kuat. Jepang sudah terbiasa dengan kanji atau “karakter gambar” dan manga atau komik bergambar. Selain itu, ada juga Kaomoji (顔文字) seperti (´・ω・`) atau (╯°□°)╯︵ ┻━┻ sudah populer di kalangan netizen Jepang.
Kemudian, ada faktor dari teknologi ponsel yang lebih maju. Jepang adalah pelopor mobile internet atau i-mode lebih dulu ada sebelum iPhone. Penggunanya sering mengirim pesan pendek (SMS/MMS), sehingga emoji jadi solusi praktis. Yang tidak kalah penting adalah kebutuhan komunikasi efisien. Bahasa Jepang punya banyak nuansa kesopanan (keigo), sehingga emoji membantu mengurangi ambiguitas dalam pesan singkat.

techhelpkb.com
Awalnya, emoji hanya tersedia untuk pengguna NTT DoCoMo di Jepang. Namun, popularitasnya cepat menyebar ke operator lain di Jepang, seperti SoftBank dan au, yang mulai mengembangkan set emoji mereka sendiri. Pada tahun 2000-an, emoji menjadi fenomena budaya di Jepang, dengan pengguna ponsel mengandalkannya untuk memperkaya pesan teks mereka. Namun, butuh waktu hampir satu dekade sebelum emoji benar-benar meledak di panggung global, berkat adopsi oleh perusahaan teknologi besar seperti Apple dan Google.
Jadi, meskipun emoji sekarang digunakan oleh miliaran orang di seluruh dunia, asal-usulnya sangatlah Jepang. Emoji lahir dari kebutuhan akan komunikasi yang lebih manusiawi dalam batasan teknologi pada masanya, dan dari budaya visual yang kaya yang telah lama menjadi bagian dari masyarakat Jepang. Inovasi Kurita dapat mengubah cara kita berkomunikasi dan juga menciptakan bahasa visual baru yang terus berkembang hingga hari ini.
B. Bagaimana Emoji Menyebar ke Seluruh Dunia?
Meskipun emoji lahir di Jepang pada akhir 1990-an, popularitasnya sebagai fenomena global tak terjadi secara instan. Penyebarannya melibatkan serangkaian perkembangan teknologi, adopsi oleh perusahaan-perusahaan besar, dan perubahan budaya komunikasi digital. Proses ini memakan waktu lebih dari satu dekade sebelum akhirnya emoji menjadi bagian tak terpisahkan dari percakapan sehari-hari di seluruh dunia. Berikut di bawah ini akan dijelaskan lebih detail ya.
1. Awalnya Hanya Populer di Jepang
Pada awal 2000-an, emoji masih merupakan fitur eksklusif yang hanya tersedia di ponsel-ponsel Jepang, terutama yang diproduksi oleh operator seperti NTT DoCoMo, SoftBank, dan AU (KDDI). Hal ini terjadi karena standar emoji saat itu belum diakui secara internasional, sehingga pengguna di luar Jepang tidak dapat melihat atau mengirim emoji.

ledgerinsights.com
Budaya digital Jepang yang sudah terbiasa dengan simbol-simbol visual seperti kaomoji (ekspresi wajah menggunakan karakter teks) dan stiker karakter yang membuat emoji cepat diterima. Namun, di luar Jepang, orang masih mengandalkan emotikon berbasis teks seperti 🙂 atau 😉 yang kurang fleksibel dibandingkan emoji grafis.
2. Masuknya Emoji ke Sistem Operasi Global
Perubahan besar terjadi ketika perusahaan teknologi internasional mulai menyadari potensi emoji. Langkah pertama menuju globalisasi emoji dimulai ketika Unicode Consortium, sebuah organisasi yang mengatur standar pengkodean teks universal, mulai mempertimbangkan untuk memasukkan emoji ke dalam standar Unicode. Proses ini tidak mudah karena Unicode awalnya dirancang untuk teks bukan gambar. Namun, dengan meningkatnya penggunaan emoji di Jepang, Unicode akhirnya menyetujui pengadopsian emoji secara bertahap.
Pada tahun 2010, emoji resmi menjadi bagian dari Unicode 6.0 yang berarti simbol-simbol ini sekarang memiliki kode standar yang dapat dikenali oleh berbagai perangkat dan sistem operasi. Keputusan ini membuka jalan bagi perusahaan teknologi besar seperti Apple, Google, dan Microsoft untuk mengintegrasikan emoji ke dalam produk mereka.
3, Peran Apple dalam Membawa Emoji ke Panggung Global
Meskipun Unicode telah mengadopsi emoji, penyebaran sebenarnya dimulai ketika Apple memutuskan untuk menyertakan keyboard emoji di iOS 5 pada tahun 2011. Awalnya, emoji di iPhone hanya tersedia untuk pasar Jepang karena dianggap sebagai fitur regional. Namun, pengguna di negara lain menemukan cara untuk mengaktifkannya dengan mengubah pengaturan bahasa perangkat mereka ke Jepang. Hal ini menciptakan permintaan yang besar, dan akhirnya Apple merilis emoji secara global dalam pembaruan berikutnya.
Tak lama setelah itu, Google mengikuti langkah Apple dengan menambahkan dukungan emoji di Android 4.4 KitKat (2013), sementara Microsoft memperkenalkan emoji di Windows 8. Dengan dukungan dari tiga raksasa teknologi ini, emoji perlahan-lahan menjadi fitur standar di hampir semua perangkat modern.
4. Ledakan Popularitas di Media Sosial dan Aplikasi Perpesanan
Dukungan dari sistem operasi hanyalah awal. Faktor utama yang benar-benar membuat emoji meledak di seluruh dunia adalah adopsi besar-besaran oleh platform media sosial dan aplikasi perpesanan. Media sosial Twitter (sekarang disebut X) mulai mendukung emoji secara penuh pada tahun 2014 yang memungkinkan pengguna mengekspresikan diri dengan simbol-simbol kecil ini dalam tweet mereka.

emojipedia.org
Sedangkan, Facebook dan Instagram juga mengintegrasikan emoji ke dalam fitur komentar dan posting, membuatnya semakin populer di kalangan generasi muda. Kemudian, WhatsApp, LINE, dan Telegram menjadikan emoji sebagai bagian inti dari pengalaman mengobrol (chatting), bahkan menambahkan fitur seperti stiker animasi yang merupakan evolusi dari konsep emoji statis.
Dengan semakin banyaknya orang yang berkomunikasi melalui pesan singkat dibandingkan telepon atau email, emoji menjadi alat yang sempurna untuk menyampaikan emosi dan nuansa yang hilang dalam teks biasa.
5. Emoji sebagai Bahasa Universal
Salah satu alasan utama emoji bisa diterima di seluruh dunia adalah sifatnya yang transnasional. Tidak seperti kata-kata yang terikat pada bahasa tertentu, emoji bersifat visual dan dapat dipahami oleh siapa saja, terlepas dari bahasa ibu mereka. Sebuah penelitian bahkan menunjukkan bahwa otak manusia memproses emoji seperti ekspresi wajah nyata yang menjelaskan mengapa emoji begitu efektif dalam menyampaikan perasaan.
Selain itu, Unicode Consortium terus memperbarui daftar emoji dengan menambahkan simbol-simbol baru yang mencerminkan keragaman budaya, seperti emoji kulit berwarna (2015), makanan dari berbagai negara misalnya emoji 🌮 atau 🍣, serta representasi gender yang lebih inklusif. Hal ini membuat emoji semakin relevan bagi pengguna dari berbagai latar belakang.
C. Mengapa Orang Suka Menggunakan Emoji?
Emoji telah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi modern, tidak hanya jadi tren sesaat tapi juga pergeseran cara manusia mengekspresikan diri di era digital. Ada alasan psikologis, sosial, dan praktis mengapa orang begitu menyukai emoji, mulai dari kemampuannya menyampaikan emosi secara instan hingga fungsinya sebagai pemersatu bahasa di dunia yang semakin terhubung. Berikut adalah penjelasan dari alasan-alasan tersebut.
1. Emoji Mengisi Kekurangan Komunikasi Digital yang Kering
Dalam percakapan tatap muka, kita mengandalkan ekspresi wajah, intonasi suara, dan bahasa tubuh untuk menyampaikan nuansa perasaan. Namun, komunikasi digital, terutama pesan teks tidak memiliki elemen-elemen ini. Sebuah pesan seperti “Aku gakpapa” bisa ditafsirkan sebagai ketulusan, kesal, atau bahkan sarkasme tergantung konteks.
Di sinilah emoji berperan sebagai pengganti ekspresi manusia. Dengan menambahkan 😊 atau 😒, pengirim bisa memperjelas nada pesan, mengurangi keraguan, dan mencegah salah paham yang sering terjadi dalam komunikasi berbasis teks.
2. Emoji adalah Bahasa Universal yang Melampaui Batas Budaya
Tidak semua orang fasih berbahasa asing seperti Inggris atau Jepang, tapi hampir setiap orang mengerti arti 😂 yaitu “tawa terbahak-bahak” atau ❤️ yaitu “cinta”. Emoji bekerja seperti lingua franca modern yang memungkinkan orang dari berbagai negara berkomunikasi tanpa hambatan bahasa.

ukposters.co.uk
Ini terutama penting di platform global seperti Twitter atau Instagram, di saat pengguna dari berbagai latar belakang saling berinteraksi. Bahkan penelitian menunjukkan bahwa otak manusia memproses emoji seperti ekspresi wajah nyata dan membuatnya mudah dipahami secara intuitif.
3. Efisiensi, Menghemat Waktu dan Tenaga
Manusia cenderung mencari cara termudah untuk menyampaikan pesan dan emoji memenuhi kebutuhan itu. Daripada menulis “Aku seneng banget hari ini!”, cukup kirim emoji 😄 atau 🎉. Dalam dunia yang serba cepat di saat pesan singkat seperti “OK” atau “LOL” sudah menjadi norma, emoji menjadi alat yang efisien untuk mengekspresikan perasaan tanpa perlu mengetik panjang lebar. Bahkan, beberapa emoji bisa menggantikan seluruh kalimat. Misalnya, mengirim emoji 🍽️ untuk menanyakan “Udah makan?” atau 📍 untuk memberi tahu “Udah sampai di lokasi”.
4. Memperkuat Ikatan Sosial dan Kepribadian
Emoji selain menyampaikan informasi, tapi juga membangun kedekatan emosional. Penggunaan emoji yang sesuai bisa membuat pesan terasa lebih hangat dan personal. Sebuah studi dari Journal of Social and Personal Relationships menemukan bahwa pasangan yang sering menggunakan emoji dalam chat cenderung lebih puas dengan hubungan mereka karena merasa lebih terhubung.
Selain itu, emoji juga menjadi cara untuk mengekspresikan identitas. Seseorang yang sering memakai emoji 🐶 atau 🐱 mungkin ingin menunjukkan kecintaannya pada hewan, sementara yang menggunakan emoji ⚽ atau 🎮 bisa memberi tahu minat mereka tanpa perlu penjelasan panjang.
5. Emoji Membuat Komunikasi Lebih Menyenangkan dan Kreatif
Dibandingkan teks polos, pesan dengan emoji terasa lebih hidup dan dinamis. Generasi muda seperti Gen Milenial, Z dan Alpha khususnya melihat emoji sebagai cara untuk menambahkan “warna” dalam percakapan. Beberapa bahkan membuat permainan kata berbasis emoji, seperti mengganti “Aku capek” dengan 😫💤 atau “Jangan marah” dengan 🥺👉👈. Di media sosial seperti TikTok atau Instagram, emoji sering dipakai dalam caption untuk menarik perhatian atau menciptakan kesan playful.
6. Pengaruh Budaya Pop dan Kebiasaan Sosial
Emoji saat ini menjadi alat komunikasi dan juga fenomena budaya. Popularitasnya didorong oleh bagaimana media sosial dan influencer menggunakannya secara masif. Selebritas seperti Kim Kardashian atau Ariana Grande sering membanjiri postingan mereka dengan emoji yang kemudian ditiru oleh pengikut.
Selain itu, fitur seperti “reaksi emoji” di Facebook atau WhatsApp membuat orang semakin terbiasa berekspresi melalui ikon-ikon ini. Bahkan beberapa emoji seperti 💀 yang awalnya berarti “kematian”, sekarang dipakai untuk mengekspresikan “lucu banget ini sampai aku mati ketawa” yang menunjukkan bagaimana makna emoji bisa berevolusi seiring tren internet.
7. Emoji sebagai Alat untuk Menghindari Konflik
Dalam komunikasi digital, nada pesan sering kali sulit dibaca. Sebuah kalimat seperti “Boleh kok” bisa terdengar datar atau bahkan sinis tanpa emoji. Dengan menambahkan emoji 👍 atau 😊, pengirim bisa memastikan pesannya tidak disalahtafsirkan sebagai kesal atau tidak antusias. Ini terutama penting dalam percakapan profesional atau dengan orang yang belum terlalu akrab dan kesan pertama sangat berpengaruh.
D. Apa yang Membuat Chatting Lebih Menarik dengan Emoji?
Dalam dunia komunikasi digital yang serba cepat dan seringkali impersonal, emoji hadir sebagai elemen transformatif yang mengubah interaksi teks kering menjadi percakapan yang hidup, berwarna, dan penuh kepribadian. Keberadaan emoji tidak sekadar sebagai hiasan, melainkan sebagai komponen fungsional yang secara psikologis dan sosial meningkatkan kualitas percakapan. Berikut ini penjelasan tentang bagaimana emoji menyuntikkan daya tarik khusus dalam obrolan digital.
1. Menciptakan Dimensi Emosional yang Hilang dalam Teks
Komunikasi tatap muka mengandalkan tiga elemen kunci, yaitu kata-kata (7%), nada suara (38%), dan bahasa tubuh (55%) menurut penelitian Albert Mehrabian. Dalam chatting, dua elemen terakhir hilang dan meninggalkan hanya kata-kata yang sering kali terasa datar dan ambigu. Emoji berfungsi sebagai pengganti digital untuk ekspresi wajah dan gestur, menambahkan lapisan emosional yang krusial.
Sebuah pesan seperti “Bagus!” bisa diinterpretasikan sebagai pujian tulus atau sarkasme pedas tergantung emoji yang menyertainya. Versi dengan emoji 👍 terasa lebih tulus, sementara “Bagus 😏” jelas mengandung nada sinis. Kemampuan emoji untuk menyampaikan nuansa inilah yang membuat percakapan digital terasa lebih manusiawi dan terkoneksi secara emosional.
2. Mempercepat Pemahaman melalui Visualisasi
Otak manusia memproses gambar 60.000 kali lebih cepat daripada teks, menurut penelitian MIT. Ketika seseorang membaca pesan seperti “Baru saja makan sushi enak 🍣”, otak segera membentuk gambaran mental yang jelas tanpa perlu deskripsi panjang. Efisiensi kognitif ini membuat komunikasi menjadi lebih lancar dan menyenangkan.

bonappetit.com
Dalam konteks grup chat yang ramai, emoji berfungsi sebagai penanda visual yang membantu menyaring informasi penting. Reaksi emoji seperti ❤️ atau 😂 pada pesan tertentu memungkinkan partisipan cepat memahami poin-poin yang dianggap menarik oleh mayoritas tanpa harus membaca seluruh thread percakapan.
3. Membangun Identitas dan Keakraban Digital
Pola penggunaan emoji secara tidak langsung mencerminkan kepribadian seseorang. Pengguna yang sering memakai 😂 atau 🤣 cenderung memiliki sifat humoris, sementara yang dominan menggunakan 🧠 atau 📚 mungkin menandakan kecenderungan intelektual. Seiring waktu, pola ini menjadi semacam “signature digital” yang membuat kehadiran seseorang dalam chat terasa lebih personal dan konsisten.
Dalam hubungan dekat seperti persahabatan atau percintaan, pasangan sering mengembangkan “bahasa emoji” mereka sendiri. Kombinasi tertentu seperti 🌮🍻 yaitu kode untuk “nanti makan tacos sambil minum bir” atau 💏🐶 yaitu “istilah sayang untuk pasangan dan anjing peliharaan” menjadi kode privat yang memperkuat ikatan melalui kebersamaan digital.
4. Menciptakan Ritme dan Dinamika Percakapan
Emoji berfungsi seperti tanda baca yang diperluas dan memberikan struktur visual pada alur percakapan. Penggunaan strategis emoji bisa seperti ini:
- Memberikan jeda alami: “Kamu serius? 😳” – menciptakan efek dramatis
- Menandai transisi topik: “Oke cukup tentang kerja 🎉 sekarang bahas liburan!”
- Memperhalus perubahan nada: “Aku marah tapi… 😤➡️😔”
Dalam percakapan grup, emoji juga berfungsi sebagai “social lubricant” yang mengurangi tensi. Ketika terjadi kesalahpahaman, emoji seperti 😅 atau 🤗 dapat meredakan ketegangan lebih efektif daripada kata-kata.
5. Memicu Kreativitas dan Permainan Bahasa
Komunitas digital telah mengembangkan berbagai bentuk kreatif penggunaan emoji, yaitu di antaranya:
- Sequencing: Mengurutkan emoji untuk bercerita seperti komik mini. Contohnya: 🚶♂️➡️🍔➡️😋➡️💸➡️😭 untuk cerita yang maksudnya “jalan-jalan, beli burger, enak, habis uang, menyesal”.
- Puns visual: Mengganti kata dengan emoji yang bunyinya mirip. Contohnya: 👀🌊 untuk “I see/sea you“.
- Meta-communication: Menggunakan emoji untuk mengomentari gaya chatting itu sendiri. Contohnya: mengakhiri pesan panjang dengan 🎤⬇️ sebagai tanda “mic drop“
Bentuk-bentuk kreatif seperti ini mengubah chatting menjadi pertukaran informasi menjadi semacam kolaborasi artistik spontan.
6. Adaptasi terhadap Konteks Sosial yang Beragam
Kecerdasan emoji terletak pada fleksibilitasnya menyesuaikan berbagai situasi sosial. Ketika dalam situasi chat profesional, penggunaan emoji seperti 🙏, 👍, atau 💡 dalam jumlah terbatas bisa membuat komunikasi kerja terasa lebih ramah tanpa kehilangan profesionalitas
Kemudian, dalam percakapan formal, emoji netral seperti ✉️ atau 📅 membantu memperjelas maksud tanpa terlalu kasual. Sedangkan, dalam obrolan santai, edakan emoji seperti 🤯👏🎊🎉 menciptakan energi dan antusiasme bersama Kemampuan beradaptasi ini yang membuat emoji bisa diterima di hampir semua lapisan masyarakat dan konteks sosial, berbeda dengan kata gaul, slang, atau jargon yang sering terbatas pada kelompok tertentu.
7. Fungsi Terapeutik dalam Komunikasi
Penelitian dari University of Missouri menemukan bahwa penggunaan emoji positif dapat meningkatkan mood baik pengirim maupun penerima. Dalam situasi sulit, emoji seperti 🤗 atau 💪 sering kali lebih efektif menyampaikan dukungan emosional daripada kata-kata. Emoji juga memungkinkan ekspresi perasaan yang mungkin sulit diungkapkan secara verbal seperti menggunakan emoji 🥺 untuk menunjukkan kerentanan atau 😌 untuk mengekspresikan kedamaian.
Emoji yang awalnya hanya berupa gambar sederhana dari Jepang, kini telah menjadi bahasa global yang memudahkan komunikasi digital. Ekspresi wajah yang bermacam-macam hingga simbol aktivitas, emoji membantu kita menyampaikan perasaan dengan lebih efektif.
Popularitasnya tidak akan pudar karena emoji terus berevolusi mengikuti perkembangan budaya dan teknologi. Ketika Minasan mengirim pesan atau chatting, jangan lupa tambahkan emoji agar chat berasa lebih hidup ya. Jadi, kira-kira apa nih emoji favoritnya?
Nah, cukup segitu yang bisa Pandai Kotoba berikan mengenai asal-usul emoji ini. Jika Minasan ingin tahu tentang sejarah dan budaya Jepang lainnya, di website ini tersedia banyak lho artikelnya. Salah satu rekomendasinya ini nih: Mengenal Ninja, Mata-Mata, Pejuang, atau Mitologi Jepang?. Klik untuk membacanya ya. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!
