Tradisi ‘Hatsumode’: Mengunjungi Kuil di Awal Tahun Baru Jepang
Tahun Baru merupakan salah satu momen terpenting dalam budaya Jepang. Salah satu tradisi yang selalu dinantikan masyarakat adalah Hatsumode (初詣), yaitu kunjungan pertama ke kuil atau tempat suci pada awal tahun. Melalui tradisi ini, orang-orang datang berdoa untuk kesehatan, kebahagiaan, dan keberuntungan di tahun yang baru. Tidak hanya menjadi ritual keagamaan, Hatsumode juga telah berkembang menjadi peristiwa sosial yang mempererat hubungan keluarga, sahabat, serta komunitas. Suasana meriah dengan lampu, kios makanan, dan keramaian di kuil menjadikan Hatsumode sebagai pengalaman khas yang penuh makna dan semangat baru.
Apa itu Hatsumode?
Hatsumode (初詣) adalah tradisi kunjungan pertama ke kuil Shinto (jinja) atau kuil Buddha (otera) pada awal tahun baru di Jepang. Biasanya dilakukan pada tanggal 1 Januari, namun banyak orang tetap melakukannya hingga tanggal 2 atau 3 Januari, ketika libur Tahun Baru masih berlangsung.
Dalam kunjungan ini, masyarakat Jepang berdoa untuk kesehatan, keselamatan, rezeki, dan keberuntungan selama setahun ke depan. Selain berdoa, mereka juga sering membeli omamori (お守り, jimat keberuntungan), mengambil omikuji (おみくじ, ramalan keberuntungan), atau mengembalikan jimat lama untuk diganti dengan yang baru.
Hatsumode bukan sekadar kegiatan keagamaan, tetapi juga tradisi budaya yang menandai dimulainya tahun baru dengan penuh harapan dan semangat baru. Oleh karena itu, kuil-kuil besar di seluruh Jepang selalu dipadati pengunjung pada awal tahun, dengan suasana yang meriah dan hangat.

Sejarah dan Asal-usul Tradisi Hatsumode
Tradisi Hatsumode (初詣) memiliki akar sejarah yang panjang dalam budaya Jepang. Pada zaman dahulu, masyarakat Jepang menjalankan ritual yang disebut Toshigomori (年籠り), yaitu berdiam diri di kuil atau tempat suci sepanjang malam pergantian tahun. Ritual ini dilakukan oleh kepala keluarga atau pemimpin desa untuk berdoa kepada dewa pelindung (ujigami) agar keluarga dan komunitas mereka dilindungi selama tahun yang baru.
Seiring berjalannya waktu, praktik Toshigomori berubah menjadi kunjungan singkat ke kuil pada awal tahun, dan inilah yang kemudian dikenal sebagai Hatsumode. Pada periode Meiji (1868–1912), tradisi ini semakin populer berkat berkembangnya jaringan kereta api. Pemerintah dan perusahaan kereta bahkan mempromosikan kunjungan ke kuil besar sebagai bagian dari budaya modern, sehingga semakin banyak masyarakat Jepang yang rutin melakukan Hatsumode.
Kini, Hatsumode tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga tradisi budaya yang mempertemukan masyarakat dengan keluarga, sahabat, dan komunitas mereka. Banyak kuil besar seperti Meiji Jingu di Tokyo, Fushimi Inari Taisha di Kyoto, dan Sumiyoshi Taisha di Osaka menjadi pusat keramaian setiap awal tahun dengan jutaan pengunjung.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Hatsumode
1. Waktu Pelaksanaan
Hatsumode biasanya dilakukan pada tiga hari pertama tahun baru (1–3 Januari), yang dikenal sebagai Sanganichi (三が日). Namun, sebagian orang melakukannya hingga tanggal 7 Januari, bahkan ada yang menunggu sampai keramaian mereda.
- Malam pergantian tahun (Ōmisoka, 31 Desember): Beberapa orang langsung pergi ke kuil setelah melewati tengah malam.
- Hari pertama (1 Januari): Merupakan waktu paling populer, sehingga kuil-kuil besar dipenuhi jutaan pengunjung.
- Hari kedua dan ketiga (2–3 Januari): Masih ramai, tetapi sedikit lebih lengang dibanding hari pertama.
2. Tempat Pelaksanaan
Hatsumode bisa dilakukan di kuil Shinto (jinja) maupun kuil Buddha (otera). Pilihan tempat biasanya bergantung pada tradisi keluarga, lokasi tempat tinggal, atau keinginan pribadi.
- Kuil Shinto (神社, Jinja) → banyak orang berdoa kepada dewa pelindung (kami) untuk keselamatan, kesehatan, dan keberuntungan.
- Kuil Buddha (お寺, Otera) → beberapa orang memilih berdoa dengan nuansa lebih religius, seperti memohon kedamaian batin dan kebahagiaan keluarga.
Kuil-kuil terkenal yang menjadi pusat Hatsumode antara lain:
- Meiji Jingu (Tokyo) → salah satu kuil paling ramai, dengan pengunjung mencapai lebih dari 3 juta orang setiap tahun.
- Fushimi Inari Taisha (Kyoto) → terkenal dengan ribuan gerbang torii merah.
- Sumiyoshi Taisha (Osaka) → kuil populer di wilayah Kansai.
- Tsurugaoka Hachimangu (Kamakura) → destinasi favorit di wilayah Kanto.
Ritual dan Tata Cara dalam Hatsumode
Saat melakukan Hatsumode, ada beberapa langkah dan ritual yang biasanya dilakukan masyarakat Jepang ketika berkunjung ke kuil. Setiap langkah memiliki makna tersendiri untuk menunjukkan rasa hormat sekaligus menyucikan diri sebelum berdoa.
1. Membersihkan Diri di Temizuya (手水舎)
- Sebelum masuk ke area kuil, pengunjung membersihkan diri di pancuran air (temizuya). Caranya:
- Ambil air dengan gayung kayu menggunakan tangan kanan, bilas tangan kiri.
- Tukar tangan, bilas tangan kanan.
- Ambil air lagi, bilas mulut (jangan ditelan, lalu buang di samping, bukan di dalam bak).
- Bilas tangan kiri sekali lagi, lalu letakkan gayung kembali.
- Ritual ini melambangkan penyucian diri sebelum menghadap dewa (kami).
2. Melewati Gerbang Torii (鳥居)
- Saat memasuki kuil, pengunjung melewati torii (gerbang khas kuil Shinto). Hal ini melambangkan peralihan dari dunia manusia ke dunia suci. Saat lewat, biasanya orang sedikit menundukkan kepala sebagai bentuk penghormatan.
3. Berdoa di Haiden (拝殿, Aula Utama)
- Ketika tiba di aula utama kuil (haiden), doa dilakukan dengan urutan berikut:
- Lemparkan koin (umumnya 5 yen / go-en, karena bunyinya sama dengan kata 御縁 yang berarti “hubungan baik”).
- Bunyi lonceng (suzu) jika tersedia, untuk memanggil perhatian dewa.
- Lakukan dua kali tepuk tangan (ni-hakushu), satu kali membungkuk dalam-dalam (rei), lalu berdoa dalam hati.
- Akhiri dengan sekali lagi membungkuk.
4. Mengambil Omikuji (おみくじ, Ramalan Kertas)
- Setelah berdoa, banyak orang mencoba keberuntungan dengan omikuji, kertas ramalan yang berisi prediksi tentang kesehatan, cinta, pekerjaan, atau keberuntungan di tahun tersebut. Jika hasilnya buruk, biasanya kertas diikat di pohon atau rak khusus di area kuil agar nasib buruknya “tertinggal” di sana.
5. Membeli Omamori (お守り, Jimat Keberuntungan)
- Banyak pengunjung membeli omamori, jimat khas kuil yang dipercaya membawa keberuntungan, kesehatan, atau perlindungan. Biasanya jimat lama dikembalikan ke kuil untuk dibakar secara ritual sebelum diganti dengan yang baru.
6. Menikmati Suasana dan Festival Kuil
- Selain berdoa, suasana Hatsumode juga diramaikan dengan kios makanan khas (yatai) seperti takoyaki, taiyaki, dan yakisoba, sehingga menjadi pengalaman spiritual sekaligus sosial yang menyenangkan.

Makna Simbolis dan Doa yang Dipanjatkan
Hatsumode bukan hanya sekadar kunjungan ke kuil, tetapi juga memiliki makna simbolis yang mendalam bagi masyarakat Jepang.
1. Menyucikan Diri dan Memulai Awal Baru
Dengan berdoa di awal tahun, orang Jepang percaya bahwa mereka dapat meninggalkan hal-hal buruk dari tahun sebelumnya dan menyambut tahun yang baru dengan hati yang bersih. Ritual seperti membasuh diri di temizuya dan mengembalikan jimat lama melambangkan pembersihan diri dari energi negatif.
2. Doa untuk Kesehatan dan Keselamatan
Banyak orang memohon kesehatan yang baik, keselamatan dalam perjalanan, serta terhindar dari penyakit dan bencana. Hal ini mencerminkan nilai pentingnya kesejahteraan keluarga dalam budaya Jepang.
3. Harapan akan Keberuntungan dan Rezeki
Koin 5 yen (go-en) yang dilemparkan saat berdoa bukan hanya persembahan, tetapi juga simbol harapan akan “hubungan baik” (御縁) dengan dewa, sehingga membawa keberuntungan dalam pekerjaan, bisnis, atau kehidupan sehari-hari.
4. Doa untuk Hubungan dan Keharmonisan
Banyak orang, terutama pasangan muda, berdoa untuk kebahagiaan rumah tangga, hubungan cinta yang harmonis, atau keberuntungan dalam mencari pasangan.
5. Simbol Kebersamaan dan Harapan Kolektif
Hatsumode juga menjadi ajang kebersamaan keluarga. Dengan berdoa bersama di kuil, keluarga merasa lebih dekat satu sama lain sekaligus meneguhkan harapan bersama untuk tahun yang baru. Secara keseluruhan, makna simbolis Hatsumode terletak pada semangat pembersihan, pembaruan, dan harapan, sehingga setiap orang dapat memulai tahun baru dengan penuh energi positif.
Perbedaan Hatsumode di Kuil Shinto dan Kuil Buddha
Meskipun Hatsumode dapat dilakukan baik di kuil Shinto (神社, jinja) maupun kuil Buddha (お寺, otera), terdapat beberapa perbedaan dalam nuansa, tujuan, dan cara pelaksanaannya.
1. Kuil Shinto (Jinja, 神社)
- Fokus doa: keselamatan, kesehatan, kesuburan, keberuntungan dalam bisnis, dan hubungan baik dengan kami (dewa Shinto).
- Ritual khas: melempar koin 5 yen, membunyikan lonceng (suzu), menepuk tangan dua kali (hakushu), lalu membungkuk.
- Jimat khas: omamori untuk keberuntungan, hamaya (panah keberuntungan), dan ema (papan kayu untuk menulis doa).
- Suasana: biasanya lebih meriah, banyak kios makanan (yatai) dan festival kecil di sekitar kuil.
2. Kuil Buddha (Otera, お寺)
- Fokus doa: kedamaian batin, kesehatan spiritual, arwah leluhur, serta doa agar terbebas dari penderitaan.
- Ritual khas: lebih sering berdoa dengan cara membungkuk dalam-dalam atau menangkupkan tangan (gasshō), tanpa tepuk tangan.
- Tradisi unik: pada malam tahun baru, kuil Buddha membunyikan lonceng besar (Joya no Kane, 除夜の鐘) sebanyak 108 kali, melambangkan pembersihan 108 nafsu duniawi manusia.
- Jimat khas: selain omamori, beberapa kuil Buddha juga menyediakan jimat berbentuk manik-manik (juzu) atau benda suci lainnya.
3. Pilihan Masyarakat
- Banyak keluarga Jepang memilih kuil Shinto untuk Hatsumode karena nuansanya lebih meriah dan dekat dengan tradisi doa keseharian.
- Namun, sebagian juga mengunjungi kuil Buddha, terutama untuk mendoakan leluhur atau mencari kedamaian batin.
- Tidak jarang pula orang Jepang mengunjungi keduanya dalam satu rangkaian perjalanan, sebagai bentuk penghormatan yang seimbang antara tradisi Shinto dan Buddha.
Omamori dan Omikuji: Jimat dan Ramalan Tahun Baru
Salah satu hal yang membuat tradisi Hatsumode semakin menarik adalah adanya omamori (お守り, jimat keberuntungan) dan omikuji (おみくじ, ramalan kertas). Keduanya menjadi simbol harapan baru dan cara masyarakat Jepang menyambut tahun dengan penuh semangat.
1. Omamori (お守り, Jimat Keberuntungan)
- Pengertian: Omamori adalah jimat khas kuil Shinto maupun Buddha yang dipercaya dapat melindungi pemiliknya dari nasib buruk dan membawa keberuntungan.
- Bentuk: Biasanya berupa kain kecil berbentuk kantong dengan kertas atau kayu bertuliskan doa di dalamnya.
Jenis-jenis Omamori:
- 健康祈願 (kenkō kigan) → untuk kesehatan
- 学業成就 (gakugyō jōju) → untuk keberhasilan belajar
- 縁結び (enmusubi) → untuk cinta dan hubungan
- 交通安全 (kōtsū anzen) → untuk keselamatan perjalanan
- 商売繁盛 (shōbai hanjō) → untuk keberuntungan dalam bisnis
- Tradisi: Omamori lama biasanya dikembalikan ke kuil pada awal tahun agar dibakar dalam ritual penyucian, lalu diganti dengan yang baru.
2. Omikuji (おみくじ, Ramalan Kertas)
- Pengertian: Omikuji adalah kertas ramalan yang berisi prediksi tentang keberuntungan seseorang dalam tahun tersebut.
- Isi Ramalan: Meliputi aspek kehidupan seperti kesehatan, pekerjaan, cinta, perjalanan, dan studi.
- Tingkat Keberuntungan: Mulai dari 大吉 (daikichi, keberuntungan besar) hingga 大凶 (daikyō, kesialan besar).
Tradisi:
- Jika mendapat ramalan baik, biasanya kertas disimpan dalam dompet atau tas.
- Jika mendapat ramalan buruk, kertas diikatkan pada pohon atau rak khusus di area kuil agar nasib buruk “ditinggalkan” di sana.
3. Makna Budaya
Omamori dan Omikuji bukan hanya benda spiritual, tetapi juga cerminan budaya Jepang yang menggabungkan doa, harapan, dan ritual simbolis dalam menyambut tahun baru. Bagi banyak orang, membeli jimat dan mencoba ramalan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman Hatsumode.

Keramaian dan Suasana di Kuil Saat Hatsumode
Setiap awal tahun, kuil-kuil besar di Jepang dipenuhi oleh jutaan pengunjung yang ingin melakukan Hatsumode. Suasana ini menjadi salah satu ciri khas perayaan Tahun Baru di Jepang, di mana tradisi spiritual berpadu dengan keceriaan masyarakat.
1. Kerumunan Pengunjung
- Kuil terkenal seperti Meiji Jingu (Tokyo), Fushimi Inari Taisha (Kyoto), dan Sumiyoshi Taisha (Osaka) bisa menarik hingga jutaan orang hanya dalam beberapa hari pertama tahun baru.
- Antrian panjang terlihat mulai dari gerbang torii hingga aula utama (haiden), namun suasana tetap tertib karena orang Jepang terbiasa menjaga disiplin dan ketenangan.
2. Kios dan Festival Kuil (Yatai, 屋台)
- Di sepanjang jalan menuju kuil, banyak kios makanan tradisional Jepang yang menjajakan takoyaki, taiyaki, okonomiyaki, yakisoba, dan berbagai camilan manis.
- Ada pula kios permainan seperti memancing mainan (kingyo sukui) atau undian hadiah kecil.
- Hal ini membuat Hatsumode tidak hanya menjadi pengalaman religius, tetapi juga momen rekreasi keluarga.
3. Suasana Malam Tahun Baru
- Pada malam 31 Desember menjelang 1 Januari, beberapa kuil dan candi dipenuhi pengunjung yang ingin merasakan detik-detik pergantian tahun sambil mendengar lonceng besar dibunyikan 108 kali (Joya no Kane) di kuil Buddha.
- Cahaya lampu, lentera, dan aroma makanan dari kios menciptakan suasana hangat meski udara musim dingin sangat menusuk.
4. Nuansa Kebersamaan
- Banyak keluarga, pasangan, hingga kelompok teman datang bersama untuk berdoa dan menikmati suasana.
- Momen ini juga sering dijadikan kesempatan untuk mengenakan kimono atau furisode (kimono lengan panjang untuk wanita muda), menambah keindahan suasana Hatsumode.
Tradisi Hatsumode di Era Modern
Seiring berjalannya waktu, Hatsumode mengalami berbagai perubahan dan penyesuaian dengan gaya hidup masyarakat Jepang yang semakin modern. Meskipun akar tradisinya masih kuat, cara pelaksanaannya kini lebih fleksibel dan beragam.
1. Perubahan Pola Kunjungan
- Dahulu, Hatsumode identik dengan kunjungan langsung ke kuil besar pada 1 Januari.
- Kini, sebagian orang lebih memilih datang pada tanggal 2 atau 3 Januari, atau bahkan setelah minggu pertama, untuk menghindari keramaian.
- Beberapa kuil juga membuka reservasi online untuk jimat (omamori) atau ramalan (omikuji) agar masyarakat tetap bisa berpartisipasi tanpa berdesakan.
2. Pengaruh Urbanisasi dan Teknologi
- Di kota besar seperti Tokyo dan Osaka, kunjungan ke kuil semakin mudah berkat transportasi umum yang terintegrasi.
- Media sosial turut berperan: banyak orang membagikan foto Hatsumode mereka dengan kimono atau suasana kuil, menjadikan tradisi ini juga bagian dari tren digital.
3. Fleksibilitas Spiritualitas
- Bagi sebagian orang Jepang modern, Hatsumode lebih dilihat sebagai tradisi budaya daripada ritual keagamaan murni.
- Banyak yang datang sekadar untuk menikmati suasana, membeli jimat, atau mencoba ramalan keberuntungan, tanpa keterikatan religius yang kuat.
4. Daya Tarik Wisatawan Asing
- Hatsumode kini juga menjadi daya tarik wisata. Banyak turis asing yang ikut serta untuk merasakan pengalaman khas Jepang di awal tahun.
- Kuil-kuil besar bahkan menyediakan informasi dalam bahasa Inggris, Mandarin, atau Korea untuk membantu wisatawan memahami ritualnya.

Tips Mengikuti Hatsumode bagi Wisatawan Asing
Bagi wisatawan asing, mengikuti Hatsumode bisa menjadi pengalaman budaya yang unik sekaligus berkesan. Namun, ada beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan agar kunjungan berjalan lancar dan penuh makna.
1. Pilih Waktu yang Tepat
- Jika tidak ingin berdesakan, hindari tanggal 1 Januari pagi, karena saat itu kuil biasanya sangat padat.
- Pilihlah tanggal 2 atau 3 Januari, atau kunjungan malam hari ketika keramaian mulai mereda.
2. Ikuti Tata Cara Berdoa
- Belajar sedikit tentang ritual dasar, seperti membasuh tangan di temizuya, menunduk saat melewati gerbang torii, serta urutan berdoa (melempar koin, membunyikan lonceng, dua kali tepuk tangan, sekali membungkuk).
- Jika bingung, perhatikan orang Jepang di sekitar dan ikuti dengan sopan.
3. Mencoba Omikuji dan Omamori
- Jangan ragu untuk membeli omamori (jimat) atau mencoba omikuji (ramalan keberuntungan). Keduanya bisa menjadi suvenir khas sekaligus pengalaman budaya.
- Ingat untuk mengikat ramalan buruk di tempat yang sudah disediakan.
4. Gunakan Pakaian yang Nyaman dan Hangat
- Karena dilakukan di musim dingin, kenakan pakaian hangat. Jika ingin mencoba pengalaman lebih tradisional, wisatawan juga bisa menyewa kimono di dekat kuil besar.
5. Siapkan Uang Tunai Kecil
- Kuil biasanya menerima persembahan berupa koin, terutama 5 yen (go-en) yang dianggap membawa hubungan baik dengan dewa.
- Uang tunai juga diperlukan untuk membeli jimat atau makanan di kios (yatai).
6. Jaga Etika dan Kesopanan
- Jangan mendorong atau berisik saat antri, selalu hormati suasana sakral kuil.
- Fotografi biasanya diperbolehkan di area luar, tetapi hindari memotret altar utama kecuali ada izin.
7. Nikmati Suasana Festival
- Selain ritual, cobalah makanan jalanan khas tahun baru seperti taiyaki, yakisoba, atau amazake (minuman manis hangat dari beras).
- Nikmati suasana ramai dan hangatnya tradisi bersama masyarakat Jepang.
Kesimpulan
Tradisi Hatsumode merupakan salah satu momen terpenting dalam perayaan Tahun Baru di Jepang. Lebih dari sekadar kunjungan ke kuil, Hatsumode adalah simbol pembersihan diri, doa, dan harapan baru untuk kesehatan, keselamatan, serta keberuntungan di tahun yang akan datang. Dari ritual sederhana seperti berdoa, membeli jimat (omamori), hingga mencoba ramalan (omikuji), setiap elemen Hatsumode memiliki makna spiritual sekaligus nilai budaya yang mendalam.
Meskipun telah mengalami penyesuaian di era modern, tradisi ini tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jepang, baik sebagai bentuk penghormatan pada warisan leluhur maupun sebagai kesempatan untuk mempererat hubungan keluarga dan komunitas. Bagi wisatawan asing, Hatsumode adalah pengalaman unik yang memperlihatkan harmoni antara spiritualitas, budaya, dan kebersamaan masyarakat Jepang dalam menyambut tahun baru.Yuk, lanjutkan membaca artikel-artikel menarik lainnya di Pandaikotoba dan supaya nggak ketinggalan update seputar bahasa & budaya Jepang, jangan lupa follow Instagram @pandaikotoba belajar Jepang jadi lebih ringan dan menyenangkan!


