Kenapa Pegulat Sumo Menebarkan Garam Sebelum Pertandingan?
Pernahkah Minasan melihat pertandingan sumo? Sebelum pertandingan dimulai pegulat sumo kerap terlihat menebarkan garam di gelanggang pertandingan. Kenapa, ya mereka melakukan itu?
Garam memang dipercaya memiliki keajaiban khusus di banyak peradaban dunia, tak terkecuali Jepang. Di Indonesia juga begitu, kan? Kita pernah mendengar dengan menebarkan garam di depan rumah ketika malam satu suro akan membuat hantu-hantu tidak akan bisa masuk rumah. Hiii~
Kembali ke sumo. Nah, salah satu alasan pesumo menaburkan garam karena hal tersebut adalah bagian dari ritual, Minasan. Pertandingan Sumo identik dengan beberapa ritual, salah satunya menebarkan garam.
Garam dipercaya dapat menyucikan arena pertandingan sekaligus menyucikan pesumonya. Selain menyucikan dohyo (arena sumo), pesumo yang menebarkan garam juga merupakan simbol bahwasanya kekuatan para pesumo ada di bawah kekuasaan mistikal dewa.
Di luar hal mistis tersebut, garam memang dikenal sebagai media disinfektan dan mampu mengeringkan tangan pesumo yang basah karena keringat. Hmm, Minasan lebih percaya yang mana?
Sejarah Sumo dan Garam
Sumo merupakan salah satu olahraga tertua di dunia dan pada awalnya termasuk bagian dari upacara ritual Shinto.
Meskipun tidak ada catatan sejarah yang menuliskan kapan pertama kali sumo muncul, namun beberapa pendapat mengatakan bahwa sumo sudah ada sekitar 2000 tahun lalu di Jepang sebagai ritual untuk menghibur para dewa.
Sumo mulai distandarisasi sebagai olahraga dengan aturan baku permainan di zaman Edo (1600-1868). Meskipun sudah memiliki aturan main, ritual penyucian Shinto dalam sumo tetap ada dan dipraktikkan hingga kini.
Beberapa ritual yang masih bisa dilihat pada olahraga sumo di antaranya, menepukkan kedua tangan sebagai simbol untuk menarik perhatian dewa, menebarkan segenggam garam untuk menyucikan dohyo (arena sumo), dan menghentakkan kaki untuk mengusir roh jahat agar keluar dari dohyo.
Garam dan Shinto
Dalam kepercayaan shinto, garam kerap digunakan sebagai media penyucian. Hal ini terlihat dari kebiasaan penganut shinto yang kerap meletakkan sepiring kecil tumpukan garam (mori shio) di depan rumah.
Hal tersebut dilakukan untuk menyucikan orang-orang yang akan memasuki rumah dari segala roh jahat yang datang dari luar.
Tak hanya di depan rumah, para pemilik restoran di Jepang yang percaya akan hal ini pun melakukan hal yang serupa, yaitu meletakkan mori shio di depan restoran miliknya.
Tujuannya pun agak berbeda, yaitu untuk menarik pelanggan dari golongan bangsawan yang kaya raya.
Sumo berasal dari tradisi shinto, karena itulah beberapa ritual shinto juga terdapat pada sumo.
Kami dan Sumo
Kami adalah dewa kepercayaan shinto. Penganut shinto percaya jika manusia meninggal maka akan menjadi kami.
Kami yang paling dihormati dan dijunjung keagungannya adalah Amaterasu, dan diyakini sebagai jelmaan dari pegulat sumo yang pertama.
Kami bisa menjadi baik dan jahat. Karena itulah agar kami tetap menjadi baik, orang-orang perlu mengadakan ritual khusus secara rutin.
Ritual bisa berbentuk festival (matsuri), pertunjukkan (seperti sumo), dan ritual lain sebagainya. Dengan mengadakan ritual khusus, kami akan memberikan imbalan berupa berkah dan perlindungan.
Pentingnya Garam dalam Tradisi Jepang
Tidak hanya di Jepang saja, peran garam dianggap penting dalam tradisi kepercayaan lain.
Misalnya, umat Katolik Roma pun kerap menggunakan garam ketika menyiapkan air suci, orang India kerap menggunakan garam untuk mengusir roh jahat. Termasuk di Indonesia kan?
Peran garam sudah dianggap penting, tidak hanya untuk kebutuhan memasak saja, namun sudah dipercaya dapat melindungi manusia dari serangan roh jahat.
Di Jepang ada tradisi yang disebut Misogi, yaitu semacam penyucian seperti pembaptisan dengan menggunakan garam.
Selain itu, penganut shinto pun percaya bahwa perempuan yang baru melahirkan harus menyucikan dirinya dengan mandi air garam, lalu menaburkan garam di setiap penjuru rumah.
Garam pun digunakan di suatu upacara bernama Oharae. Yaitu upacara ritula besar yang kerap dilangsungkan di kuil pada akhir bulan Juni dan Desember.
Upacara ini digelar untuk menghilangkan roh jahat dan menghapus dosa orang-orang yang menghadirinya.
Nah, itulah Minasan perihal garam yang kerap ditaburkan pegulat sumo sesaat sebelum pertandingan dimulai.
Selain kerap dipakai untuk bumbu masak, garam ternyata memiliki peran penting bagi beberapa tradisi kepercayaan umat tertentu, termasuk sumo sebagai bagian dari tradisi shinto.
Bagi, Minasan yang tertarik perihal kebudayaan Jepang lainnya bisa baca artikel tentang budaya Jepang di Pandai Kotoba, ya!
Mata ne.