Kuliner,  Leisure

Ekiben, Sekotak Bekal Kereta Khas Jepang yang Temani Perjalanan

Hai Minasan~! Di Jepang ada sebuah produk budaya yang didefinisikan sebagai kotak makan siang yang dijual khusus di stasiun kereta untuk dikonsumsi selama perjalanan yang bernama Ekiben. Lebih dari makanan biasa, Ekiben berfungsi sebagai wujud representasi kuliner suatu daerah, memadukan keunikan bahan lokal, sejarah, dan tradisi dalam satu kemasan praktis.

Fenomena ini muncul sebagai solusi terhadap masalah yang ditimbulkan oleh revolusi transportasi kereta api di Jepang. Pada zaman dahulu, perjalanan kereta yang panjang tidak menyediakan akses makanan bagi penumpang, sehingga Ekiben hadir untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Perkembangannya ternyata menjadi hidangan kompleks dalam kotak kayu mencerminkan evolusi industri, ekonomi, dan selera masyarakat Jepang.

Pandai Kotoba pada artikel kali ini akan membahas sekotak bekal kereta khas Jepang bernama Ekiben yang temani perjalanan mulai definisinya, isi dalam menunya apa saja, hingga alasannya dalam terciptanya kotak bekal ini. Yuk, simak di bawah ini.

ekibenn
Sekotak Ekiben
kurumesi-bentou.com

Ekiben, Sekotak Bekal Kereta Khas Jepang yang Temani Perjalanan

A. Apa Sebenarnya Ekiben Itu?

Secara harfiah, Ekiben (駅弁) adalah gabungan dari dua kata: “eki” (駅) yang berarti stasiun, dan “bentou” (弁当) yang berarti makan siang kotak. Jadi, Ekiben adalah makan siang kotak yang dijual di stasiun kereta api khususnya di stasiun-stasiun besar atau yang terkenal untuk dinikmati para pelancong selama perjalanan kereta mereka.

Namun, mendefinisikan Ekiben hanya dari segi linguistiknya sama seperti mendefinisikan seni hanya dari goresan kuasnya. Ekiben adalah fenomena budaya dan cerminan dari meibutsu atau produk terkenal suatu wilayah.

ekiben 2
Sekotak Ekiben
commons.wikimedia.org

Setiap daerah bahkan setiap stasiun besar sering memiliki Ekiben ikoniknya sendiri yang menceritakan sebuah kisah tentang tempat itu, misalnya apakah itu dari laut, pegunungan, sejarah, atau tradisi kuliner setempat. Ia adalah ciri khas rasa tempat yang dapat dibawa pulang dan kenang-kenangan yang dapat dimakan yang memuaskan rasa lapar sekaligus rasa ingin tahu.

B. Isi dari Ekiben

Keindahan Ekiben terletak pada kisah yang diceritakan oleh setiap lapisan rasanya. Ini bukan hanya soal mengisi perut, tapi tentang merepresentasikan jiwa suatu tempat dalam sebuah kotak. Yuk, coba kita liat isi dari Ekiben apa saja di bawah ini.

1. Isian Dasar Sekotak Ekiben

Secara struktural, hampir semua Ekiben mengikuti pola dasar bento Jepang yang dirancang untuk keseimbangan nutrisi dan estetika. Yang pertama, ada shushoku (主食) atau sumber karbohidrat utama yang hampir selalu berupa nasi, tapi cara pengolahannya yang membuatnya istimewa. Berikut ini adalah jenis yang biasa ada di Ekiben:
Gohan (Nasi Putih): Nasi putih sederhana yang pulen dan berkualitas. Seringnya ada umeboshi (acar plum) berwarna merah muda diletakkan di tengahnya, bukan hanya sebagai hiasan tapi juga sebagai pembangkit selera dan pengawet alami tradisional.
Takikomi Gohan (Nasi Campur): Nasi yang dimasak dengan kaldu dashi, kecap, dan berbagai bahan seperti jamur shiitake, wortel, aburaage (tahu goreng tipis), dan sayuran lainnya. Setiap suapan penuh dengan rasa gurih (umami).
Maze Gohan (Nasi Aduk): Mirip dengan takikomi, tetapi bumbu dan bahan dicampur ke dalam nasi yang sudah matang. Contohnya adalah kani meshi (nasi dicampur daging kepiting).
Sushi: Bentuk yang sangat populer untuk Ekiben karena praktis dan tidak mudah basi. Bisa berupa Oshizushi (Sushi Tekan) atau sushi yang ditekan dalam cetakan kayu khas daerah Kansai seperti Osaka. Ikan mackerel yang diasamkan dengan cuka di atas nasi yang ditekan adalah contoh klasik dan juga Gomoku Sushi (Sushi Campur) atau nasi sushi dicampur dengan berbagai bahan seperti udang, jamur, dan telur.

ekiben 3
Sekotak Ekiben dengan Menu yang Lengkap
koriyama2shin.com

Yang kedua, ada okazu (おかず) atau lauk pauk dari protein dan sayuran. Isi bagian ini yang paling mencerminkan identitas regional. Okazu dirancang untuk tahan lama, lezat dalam keadaan dingin, dan mudah dimakan dengan sumpit. Bisa berisi protein hewani seperti:
Ikan: Sering dibakar atau dikukus dengan bumbu kabayaki (kecap manis-gurih). Contoh: unagi no kabayaki (belut bakar), sake no shioyaki (salmon bakar garam), saba no miso ni (ikan mackerel rebus dengan miso).
Daging: Merupakan simbol kemewahan. Gyudon (irisan daging sapi dengan bawang di atas nasi) adalah Ekiben yang umum, tapi variasi regional seperti Matsusaka Beef atau Kobe Beef Bento menawarkan pengalaman premium.
Unggas: Tori no karaage (ayam goreng Jepang) sangat populer karena enak dimakan dingin. Tori no teriyaki (ayam panggang saus manis) juga umum.
Telur: Tamagoyaki (telur gulung Jepang) adalah elemen wajib. Rasanya bisa manis atau gurih, dan teksturnya yang lembut memberikan keseimbangan.

Jika sayuran dan olahannya juga ada beberapa opsi seperti:
Sayuran Rebus (Nimono): Wortel, akar lotus (renkon), kentang, dan bambu rebus (takenoko) yang dimasak perlahan dalam campuran kecap, mirin, dan dashi.
Sayuran Tumis (Itamemono): Bayam dengan saus wijen (goma ae) atau kacang buncis tumis.
Hidangan Berbasis Kedelai: Aburaage (tahu goreng) yang diisi dengan nasi atau sayuran (inari sushi), atau potongan koyadofu (tahu kering).

Yang keempat, ada kou no mono (香の物) atau acar. Fungsinya sebagai pencuci mulut. Setelah menyantap sesuatu yang gurih atau berminyak, sepotong acar yang asam dan segar akan menyegarkan mulut untuk suapan berikutnya. Jenisnya bervariasi, dari takuan (acar lobak kuning), kyuri no tsukemono (acar mentimun), hingga hakusai no tsukemono (acar sawi putih).

Yang keempat, ada aksesori dan penyajian. Ada beberapa bagian penyajian untuk Ekiben di antaranya adalah wadah berupa kotak kayu atau disebut magewappa dari Akita memberikan aroma kayu yang harum. Kotak plastik atau kertas lebih praktis. Beberapa Ekiben seperti Ika Meshi menggunakan bahan alami (cumi) sebagai wadahnya. Selain itu, pembungkus dari kertas tradisional atau plastik bermotif indah dan sumpit yang biasanya sumpit kayu sekali pakai.

2. Kategori dan Contoh Ekiben Ikonik yang Detail

Berikut ini adalah kategori untuk mengapresiasi beberapa mahakarya Ekiben yang lebih detail.

a) Klasik yang Abadi (The Timeless Classics):
Masashi no Sanshu Kashiwa Bento (松阪の三種河内弁当): Dijual di Stasiun Kashiwa, Chiba. Ini menjadi potongan nostalgia dari periode Showa. Isinya selalu sama dan disayangi berupa nasi dengan taburan wijen, sepotong tamagoyaki manis, sebuah kamaboko (bakso ikan) berwarna merah muda, dan sepotong ayam rebus yang gurih. Kesederhanaan dan keandalannya adalah daya tarik utama.
Tawara Meshi (俵飯): Dari Stasiun Okayama, “nasi karung” ini berbentuk seperti karung beras kecil (tawara). Nasi dibungkus dengan telur dadar yang diiris tipis (kinshi tamago) yang menyerupai anyaman karung. Di dalamnya, terdapat nasi yang dicampur dengan jamur, ayam, dan sayuran. Ini menjadi contoh sempurna dari keanggunan dan kreativitas sederhana.

ekiben 4
Macam-Macam Ekiben dari Berbagai Wilayah di Jepang
fukuoka-an.com

2. Ekstravaganza Regional (The Regional Extravaganzas):
Kani Meshi (蟹飯) dari Hokkaido: Hokkaido terkenal dengan hasil lautnya. Ekiben ini menampilkan nasi yang dicampur dengan daging kepiting asli dari Laut Jepang. Setiap butir nasi terimpregnasi dengan rasa manis dan gurih (umami) dari kepiting. Terkadang, potongan daging kepiting yang lebih besar diletakkan di atasnya sebagai mahkota.
Fugu Bento (ふぐ弁当) dari Shimonoseki, Yamaguchi: Untuk para pencinta petualangan kuliner. Menampilkan fugu (ikan buntal) yang diiris tipis seperti kertas dan disusun cantik di atas nasi menyerupai bunga krisan. Dagingnya yang kenyal dan rasa halusnya adalah sebuah delicacy. Keberanian untuk menyantapnya dan keahlian dalam mengolahnya menjadi bagian dari daya tariknya.

3. Masterpiece Wadah Alami (The Natural Container Masterpieces):
Ika Meshi (いか飯) dari Stasiun Mori, Hokkaido: Sebuah cumi-cumi segar dan utuh diisi dengan nasi ketan yang dicampur dengan potongan cumi, jamur, dan sayuran. Kemudian, cumi tersebut direbus perlahan dengan kecap dan mirin. Saat kita membukanya, nasi yang beraroma kaldu cumi yang kuat langsung menyapa. Menu ini adalah pengalaman rasa yang mendalam dan tak terlupakan.
Kaki Meshi (かき飯) dari Stasiun Hiroshima: Mirip konsepnya, menggunakan kerang tiram besar sebagai “mangkuk” alami untuk nasi yang dicampur dengan daging tiram. Rasa laut yang sangat terkonsentrasi dan mewah.

4. Ekiben dari “Cerita Rakyat” (The “Folklore” Ekiben):
Shika no Tonkotsu Bentō (鹿のトンコツ弁当) dari Nara: Nara terkenal dengan rusa yang berkeliaran bebas. Ekiben ini menceritakan kisah tersebut dengan menampilkan daging rusa yang dimasak dengan gaya tonkotsu (seperti sup tulang babi) disajikan di atas nasi. Rasanya kaya, gurih, dan sedikit kenyal memberikan cita rasa yang unik dan langsung mengingatkan pada Nara.

5. Inovasi Modern (The Modern Innovations):
Ekiben Gourmet: Koki bintang Michelin sekarang sering berkolaborasi untuk menciptakan Ekiben. Bayangkan nasi dengan foie gras, steak wagyu iris, atau pasta yang telah diadaptasi agar lezat dalam keadaan dingin.
Ekiben Karakter: Untuk menarik keluarga dan turis, beberapa daerah menciptakan Ekiben dengan bentuk karakter anime atau hewan lucu menggunakan nori (rumput laut) dan bahan lainnya untuk membentuk wajah dan dekorasi.

C. Misi di Balik Kotak, Mengapa Ekiben Dibuat?

Ekiben lahir dari sebuah kesempatan yang cerdas. Makanan ini adalah jawaban yang elegan terhadap tantangan yang diciptakan oleh revolusi industri dan sosial di Jepang. Yuk, kita lanjut lagi di bawah ini.

1. Misi Utama untuk Solusi Logistik yang Cerdas untuk Perjalanan Kereta Api

Pada intinya yang paling dasar, Ekiben adalah sebuah produk yang lahir dari kebutuhan logistik murni. Kereta api dulu di era Meiji tidak seperti sekarang. Tidak ada gerbong makan, gerbong penumpang tidak memiliki meja, dan perjalanan antar kota bisa memakan waktu berjam-jam bahkan berhari-hari untuk rute tertentu. Penumpang tidak bisa turun begitu saja untuk membeli makanan.

Ekiben dirancang secara luar untuk dikonsumsi di pangkuan seseorang, dalam ruang yang sempit dan seringkali goyah. Itulah mengapa komponennya biasanya kuat, tidak berkuah, dan mudah diambil dengan sumpit. Ikan dibakar utuh, nasi dipadatkan, dan sayuran direbus hingga kering. Desain ini meminimalkan risiko tumpah dan berantakan, sebuah pertimbangan praktis yang vital.

Liputan Berita tentang Ekiben (youtube.com)

Sebelum ada kotak pendingin, Ekiben mengandalkan teknik pengawetan alami. Umeboshi di tengah nasi bertindak sebagai pengawet antibakteri alami. Metode memasak seperti pengasinan (shioyaki), perebusan dengan kecap (nimono), dan pengawetan dengan cuka (sushi) memastikan makanan tetap aman dan lezat untuk beberapa jam. Ekiben adalah sebuah keajaiban ilmu pangan tradisional.

2. Misi Ekonomi sebagai Mesin Penggerak Ekonomi Lokal yang Tangguh

Ini mungkin adalah misi paling luar biasa dari Ekiben. Makanan ini menciptakan sebuah ekosistem ekonomi yang saling menguntungkan. Setiap daerah di Jepang memiliki produk unggulan. Ekiben adalah platform pemasaran yang sempurna untuk produk-produk ini. Sebuah Ekiben dari Prefektur Miyagi akan menampilkan sapi Sendai Gyu dari Hokkaido menampilkan kepiting atau ikannya dan dari Shimonoseki menampilkan ikan buntal (fugu). Dengan membeli Ekiben, kita secara langsung membeli produk dari petani, nelayan, dan peternak lokal.

Industri Ekiben semakin hari menciptakan rantai pasok yang luas. Mulai dari produsen bahan baku, toko Ekiben khusus (ekiben-ya) yang seringnya adalah bisnis keluarga turun-temurun, hingga perajin yang membuat kotak kayu magewappa. Banyak komunitas kecil yang ekonominya ditopang oleh popularitas Ekiben andalan mereka dan turut membuka lapangan kerja di sana.

Stasiun-stasiun bersaing untuk menciptakan Ekiben paling terkenal. “Ekiben terenak” adalah sebuah gelar bergengsi yang bisa mendatangkan ribuan pelancong tambahan ke stasiun yang mungkin sebelumnya tidak dikenal. Persaingan ini mendorong inovasi tanpa henti dan peningkatan kualitas.

3. Misi Sosial-Budaya sebagai Perekat Identitas dan Pengalaman Kolektif

Ekiben berfungsi sebagai jembatan antara individu, komunitas, dan bangsanya. Bagi banyak orang Jepang, Ekiben adalah perwujudan dari furusato atau kampung halaman. Seorang perantau dari Niigata yang membeli Ekiben dengan menu sake no shioyaki (salmon bakar garam) di Stasiun Tokyo akan langsung dibawa oleh kenangan akan rumah. Makanan ini berfungsi sebagai penghibur rasa rindu (comfort food) dalam perjalanan yang mungkin membuat stres atau kesepian.

Selain itu, membeli dan menyantap Ekiben telah menjadi sebuah kegiatan perjalanan kereta api yang sakral. Proses memilih di toko Ekiben yang penuh dengan pilihan, membuka bungkusan dengan hati-hati, dan mencicipi setiap lauk satu per satu sambil menikmati pemandangan yang berganti, mengubah waktu transit yang membosankan menjadi momen istimewa yang penuh kesadaran (mindful moment). Makanan ini menambahkan elemen kegembiraan dan antisipasi.

Bagi turis domestik maupun internasional, Ekiben adalah cara yang mudah dan menyenangkan untuk mempelajari geografi dan budaya kuliner Jepang. Dengan mencoba beberapa Ekiben dalam satu perjalanan, seseorang dapat “berkelana” secara rasa dari satu ujung Jepang ke ujung lainnya, memahami perbedaan musim, iklim, dan tradisi setiap daerah.

4. Misi Simbolis sebagai Representasi Nilai-Nilai Jepang

Ekiben dalam bentuknya yang sederhana merepresentasikan nilai-nilai inti masyarakat Jepang. Perhatian terhadap detail dalam setiap Ekiben dari keseimbangan rasa, warna, hingga penyajiannya yang indah adalah wujud Omotenashi. Pembuat Ekiben tidak hanya menjual makanan, tapi mereka ingin memberikan pengalaman terbaik kepada pelancong yang lewat, meskipun mereka mungkin tidak akan pernah bertemu lagi.

Ekiben di Tokyo (youtube.com)

Di sisi lain, filosofi Jepang dalam menyempurnakan satu hal sederhana hingga mencapai puncaknya tercermin dalam Ekiben. Sebuah Ekiben unagi (belut) tidak dibuat asal-asalan. Makanan ini hasil dari generasi keluarga yang menyempurnakan resep saus, teknik pembakaran, dan pemilihan nasi. Ia menjadi sekotak mahakarya miniatur yang dapat dimakan.

D. Asal-Usul dari Ekiben

Terakhir, kita juga perlu tahu ini soal asal-usul ekiben yang menjadi evolusi menarik yang mencerminkan transformasi Jepang itu sendiri dari negara feodal menjadi kekuatan modern. Berikut di bawah ini penjelasan lebih detailnya.

1. Akar Pra-Modern, Benih-Benih Ekiben di Jalan Raya (Zaman Edo, 1603-1868)

Sebelum ada rel kereta, jalan kaki menjadi pilihan utama jika ingin pergi ke suatu tempat. Untuk memahami lahirnya Ekiben, kita harus membayangkan kehidupan para pelancong di zaman Edo. Kebijakan Tokugawa yang mewajibkan daimyo untuk tinggal bergiliran di Edo menciptakan lalu lintas manusia yang sangat padat di jalan raya utama seperti Tokaido. Diiringi oleh ratusan pengikut, para daimyo ini membutuhkan pasokan logistik yang rumit.

Sepanjang jalan raya, shukuba atau stasiun pos bermunculan sebagai tempat peristirahatan. Di sinilah konsep “makanan untuk pelancong” mulai terbentuk. Para pedagang dan penginapan menyediakan di di antaranya adalah Nigirimeshi atau Onigiri. Sekepal nasi yang sering dibungkus daun bambu atau aonori (rumput laut bubuk) untuk mencegah nasi menempel di tangan. Ini adalah prototipe Ekiben yang paling primitif. Isinya sederhana, sering hanya sebuah ada (acar plum) yang berfungsi sebagai pengawet alami.

Selain itu, ada juga makanan kering berupa beras yang dikeringkan sehingga bisa disimpan lama dan hanya perlu diseduh air panas saat akan dimakan. Ini menunjukkan kebutuhan akan makanan yang tahan lama dalam perjalanan.

Konsep “bekal untuk keberangkatan” ini sudah ada. Keluarga akan menyiapkan makanan khusus untuk anggota keluarga yang akan melakukan perjalanan jauh sebagai bekal dan doa untuk keselamatan. Ekiben adalah penerus langsung dari tradisi penuh makna ini. Intinya, pada zaman Edo, “budaya makan di perjalanan” sudah berjalan. Yang belum ada adalah moda transportasinya.

2. Kelahiran Resmi, Revolusi Kereta Api (16 Juli 1885, Zaman Meiji)

Tanggal 16 Juli 1885 di Stasiun Utsunomiya dianggap sebagai hari lahir resmi Ekiben pertama. Namun, ceritanya lebih kompleks dan menarik. Pemerintah Meiji membuka Jepang dengan agresif terhadap teknologi Barat dan kereta api adalah simbol utama modernisasi. Jalur kereta api pertama yaitu Shinbashi – Yokohama dibuka pada 1872. Dengan cepat, jaringan rel menyebar dan menghubungkan kota-kota besar.

Versi yang paling banyak diterima adalah bahwa seorang pemilik toko di dalam Stasiun Utsunomiya, bernama Shozo Hikozaemon yang melihat peluang. Ia mulai menjual dua onigiri (berbentuk bulat bukan segitiga modern) yang dibungkus daun bambu berisi umeboshi bersama sepotong takuan (acar lobak), kepada penumpang kereta yang melintas.

Liputan Berita tentang Perayaan Ekiben ke-140 Tahun (youtube.com)

Pada awalnya, penjual Ekiben tidak hanya menunggu di kios. Mereka adalah Ekiben Uri (Penjual Ekiben) yang lincah. Mereka akan naik ke gerbong kereta, berteriak menawarkan dagangan mereka, dan berjalan di sepanjang lorong gerbong untuk melayani penumpang secara langsung. Ini adalah cara penjualan tersendiri dan menjadi kenangan klasik dari era tersebut.

Beberapa sejarawan berargumen bahwa penjualan serupa mungkin telah terjadi lebih awal di stasiun-stasiun lain seperti Stasiun Himeji atau Stasiun Yokohama. Namun, Stasiun Utsunomiya berhasil mendokumentasikan dan memopulerkan klaim mereka sehingga tanggal 16 Juli 1885 yang diakui secara luas. Perdebatan ini justru menunjukkan bahwa Ekiben adalah “ide yang waktu-nya telah tiba” menjadi solusi yang muncul secara spontan di berbagai tempat sebagai respons terhadap kebutuhan yang sama.

3. Evolusi dan Memodernkan, Dari Onigiri ke Kotak Kayu (Akhir Meiji – Periode Showa)

Setelah kelahirannya, Ekiben berkembang dengan pesat, mencerminkan kemajuan sosial dan teknologi Jepang. Onigiri saja tidak cukup. Para penjual mulai menambahkan lauk-pauk sederhana seperti ikan bakar kecil (shioyaki) atau telur dadar manis (tamagoyaki). Ini menandai transisi dari “makanan ringan” menjadi “hidangan lengkap dalam kotak”.

Seiring berjalannya waktu, ada kemunculan kotak kayu atau yang disebut dengan Magewappa. Sekitar tahun 1888, kotak kayu yang ditekuk dari kayu cedar atau hinoki mulai digunakan khususnya di daerah Tohoku seperti Akita. Kotak kayu ini punya estetika tersendir, tapi tetap fungsional. Kayunya menyerap kelembapan berlebih, menjaga nasi tetap pulen dan memberikan aroma kayu yang harum yang memperkaya pengalaman makan. Kotak kayu menandai peningkatan status Ekiben dari makanan praktis menjadi barang mewah yang diinginkan.

Pasca Perang Dunia II dengan pulihnya ekonomi Jepang, Ekiben memasuki “zaman keemasan”. Persaingan antar stasiun dan daerah memanas. Setiap daerah berlomba menciptakan Meibutsu Ekiben atau Ekiben khas daerah yang mempromosikan kekayaan kuliner lokal mereka. Inovasi dalam pengemasan seperti baki plastik dan polystyrene membuat Ekiben lebih terjangkau dan mudah diproduksi massal, sehingga benar-benar menjadi konsumsi semua kalangan.

Lalu, ketika Kereta Shinkansen diperkenalkan pada 1964, banyak yang meramalkan kematian Ekiben karena perjalanan menjadi lebih singkat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Stasiun-stasiun besar seperti Tokyo dan Shin-Osaka menjadi “pameran gastronomi nasional” ketika penumpang bisa membeli Ekiben terkenal dari seluruh Jepang tanpa harus pergi ke daerah asalnya. Ekiben beradaptasi beralih dari “makanan untuk dimakan selama perjalanan” menjadi “cendera mata rasa dari destinasi yang bisa dibawa pulang”.


Ekiben dapat dipahami sebagai sebuah sistem yang terintegrasi dengan logika infrastruktur, ekonomi, dan budaya Jepang. Keberadaannya diawali oleh kebutuhan akan makanan sederhana selama perjalanan kereta yang kemudian berevolusi menjadi platform efektif untuk promosi produk lokal dan identitas daerah. Dalam setiap suapan Ekiben, terdapat dedikasi para pembuatnya, kekayaan alam sebuah wilayah, dan kegembiraan untuk menjelajah.

Fungsi-fungsi utamanya mulai dari solusi logistik, penggerak ekonomi regional, hingga media pelestarian tradisi kuliner ini menjelaskan mengapa praktik ini dapat bertahan dan justru berkembang pesat meskipun teknologi transportasi telah berubah drastis. Inovasi terus menerus dalam resep dan pemasaran memastikan relevansinya dengan pasar modern.

Oleh karena itu, Ekiben menjadi bukti bahwa sebuah konsep yang lahir dari kebutuhan dasar, ketika dikelola dengan prinsip kualitas, identitas, dan efisiensi, dapat bertransformasi menjadi elemen budaya yang berkelanjutan dan secara logis terintegrasi dalam kehidupan modern. Jadi, jika Minasan sedang berada di Jepang dan menempuh perjalanan kereta, sempatkan diri untuk mencoba Ekiben ini ya.

Nah, cukup sekian yang bisa Pandai Kotoba berikan mengenai sekotak bekal kereta khas Jepang bernama Ekiben yang temani perjalanan. Jika Minasan ingin tahu dengan kuliner Jepang lainnya, di website ini banyak informasinya lho, Ada salah satu rekomendasinya nih: Matsutake, Serba-serbi Jamur Jepang Termahal dan Kaya Manfaat. Klik untuk membacanya ya. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *