‘Shikatanai’ dalam Kehidupan Sehari-Hari: Ketika Harus Menerima Keadaan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang sulit dihindari atau tidak bisa kita ubah. Dalam budaya Jepang, ada sebuah ungkapan yang mencerminkan sikap pasrah namun menerima keadaan tersebut, yaitu “Shikatanai” (仕方ない).
Ungkapan ini sangat populer dan mencerminkan filosofi hidup yang mendalam tentang penerimaan, terutama dalam menghadapi situasi yang tidak bisa diubah. Apa sebenarnya makna di balik kata “Shikatanai,” dan bagaimana ungkapan ini digunakan dalam bahasa dan budaya Jepang? Artikel ini akan menjelaskan pengertian, fungsi, serta contoh-contoh penggunaan “Shikatanai” dalam kehidupan sehari-hari.
Pengertian “Shikatanai”
Secara harfiah, “Shikatanai” berarti “tidak ada cara lain” atau “tidak ada yang bisa dilakukan.” Kata ini berasal dari gabungan kata “shikata” (仕方) yang berarti “cara” atau “metode,” dan “nai” (ない) yang merupakan bentuk negatif dari kata kerja “aru” (ada). Jadi, ungkapan ini merujuk pada situasi di mana seseorang tidak memiliki cara lain untuk mengatasinya selain menerimanya.
Dalam kehidupan sehari-hari, “Shikatanai” sering kali digunakan untuk menyatakan perasaan pasrah saat menghadapi keadaan yang tidak bisa diubah, misalnya saat cuaca buruk, kemacetan lalu lintas, atau hasil yang sudah ditentukan.
Filosofi di Balik “Shikatanai”
“Shikatanai” mencerminkan filosofi hidup orang Jepang yang penuh dengan kesadaran akan keterbatasan manusia dan ketidakpastian hidup. Dalam menghadapi berbagai tantangan, filosofi ini mengajarkan untuk tidak terlalu terjebak dalam hal-hal yang di luar kendali kita. Menerima keadaan dengan lapang dada dan melanjutkan hidup adalah esensi dari ungkapan ini.
Budaya Jepang yang sangat menghargai kedisiplinan, kerja keras, dan ketekunan juga tercermin dalam “Shikatanai.” Namun, pada saat yang sama, ungkapan ini menunjukkan fleksibilitas dan kemampuan untuk beradaptasi dengan keadaan.
Penggunaan “Shikatanai” dalam Kehidupan Sehari-Hari
“Shikatanai” sering digunakan dalam situasi di mana seseorang merasa tidak berdaya untuk mengubah keadaan. Berikut adalah beberapa contoh situasi dan kalimat yang menggunakan ungkapan “Shikatanai”:
- Cuaca Buruk
Ketika hujan deras mengganggu rencana bepergian, minasan mungkin berkata:
例: 今日は大雨だから仕方ないね。
(Kyou wa ooame dakara shikatanai ne.) – “Karena hujan deras hari ini, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- Kemacetan Lalu Lintas
Saat terjebak macet dan tidak ada cara lain untuk keluar:
例: 渋滞に巻き込まれたので、仕方ない。
(Juutai ni makikomareta node, shikatanai.) – “Karena terjebak macet, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- Keputusan yang Sudah Ditetapkan
Jika keputusan diambil dan tidak dapat diubah,minasan bisa mengatakan:
例: もう決まってしまったから仕方ない。
(Mou kimatte shimatta kara shikatanai.) – “Karena sudah diputuskan, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- Keterbatasan Waktu
Saat waktu tidak cukup untuk menyelesaikan semua pekerjaan:
例: 時間が足りなくて、仕方ないね。
(Jikan ga tarinakute, shikatanai ne.) – “Karena waktu tidak cukup, tidak ada yang bisa dilakukan.”
“Shouganai” vs. “Shikatanai”
Selain “Shikatanai,” ada juga ungkapan serupa yang sering digunakan, yaitu “Shouganai” (しょうがない). Kedua ungkapan ini hampir sama artinya, yaitu menerima keadaan yang tak terhindarkan. Namun, “Shikatanai” cenderung lebih formal, sementara “Shouganai” lebih kasual dan sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Meski berbeda dalam nuansa, keduanya menyampaikan ide yang sama tentang penerimaan.
Kesalahan Penggunaan Shikatanai
Meskipun “Shikatanai” (仕方ない) merupakan ungkapan yang umum digunakan dalam bahasa Jepang, ada beberapa kesalahan penggunaan yang perlu diperhatikan, terutama oleh pelajar bahasa Jepang atau orang yang baru belajar memahami nuansa budaya di balik ungkapan ini. Berikut adalah beberapa kesalahan umum dalam penggunaan “Shikatanai”:
1. Menggunakan “Shikatanai” dalam Situasi yang Masih Bisa Diubah
Salah satu kesalahan yang sering terjadi adalah menggunakan “Shikatanai” dalam situasi yang sebenarnya masih bisa diubah atau ditangani. “Shikatanai” hanya relevan dalam situasi yang benar-benar di luar kendali kita dan tidak dapat diubah. Jika masalahnya masih bisa diselesaikan dengan usaha tambahan, menggunakan “Shikatanai” dianggap tidak tepat dan bisa terlihat sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab.
Contoh
- Kesalahan:
間に合うかどうかわからないけど、仕方ない。(Maniau ka douka wakaranai kedo, shikatanai.) – “Saya tidak tahu apakah saya akan tepat waktu, tapi tidak ada yang bisa dilakukan.”
(Kesalahan di sini adalah masih ada kemungkinan untuk tiba tepat waktu, jadi ungkapan ini tidak sesuai.)
- Perbaikan:
Jika masih ada upaya yang bisa dilakukan, lebih tepat menggunakan ungkapan lain, misalnya:
もっと急がなければならない。(Motto isoganakereba naranai.) – “Saya harus lebih cepat.”
2. Penggunaan yang Berlebihan atau Terlalu Sering
Penggunaan “Shikatanai” yang terlalu sering atau berlebihan dalam berbagai situasi bisa menciptakan kesan bahwa seseorang mudah menyerah atau tidak mau berusaha. Ungkapan ini sebaiknya digunakan secara selektif hanya dalam situasi yang benar-benar di luar kendali.
Contoh
- Kesalahan:
今日の課題は難しいから、仕方ない。(Kyou no kadai wa muzukashii kara, shikatanai.) – “Tugas hari ini sulit, jadi tidak ada yang bisa dilakukan.”
(Dalam hal ini, seharusnya seseorang mencoba menyelesaikan tugas meskipun sulit, bukan langsung menyerah dengan “Shikatanai.”)
3. Penggunaan dalam Situasi Formal atau Profesional
“Shikatanai” pada dasarnya adalah ungkapan informal yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Menggunakannya dalam situasi formal atau profesional dapat dianggap kurang sopan atau tidak profesional. Di lingkungan kerja atau dalam acara formal, lebih baik menggunakan ekspresi yang lebih sopan dan diplomatis.
Contoh
- Kesalahan:
会議がキャンセルされたので、仕方ないですね。(Kaigi ga kyanseru sareta node, shikatanai desu ne.) -“Karena rapatnya dibatalkan, tidak ada yang bisa dilakukan.”
Ini mungkin terdengar terlalu kasual dalam situasi kerja.
- Perbaikan:
Gunakan ungkapan yang lebih formal, misalnya:
会議のキャンセルは残念ですが、次回に備えます。(Kaigi no kyanseru wa zannen desu ga, jikai ni sonaemasu.) – “Pembatalan rapat ini disayangkan, tetapi kami akan mempersiapkan untuk pertemuan berikutnya.”
4. Menerima Keadaan Terlalu Cepat
Kesalahan lainnya adalah menggunakan “Shikatanai” terlalu cepat sebelum mencoba semua alternatif yang tersedia. Dalam budaya Jepang yang sangat menghargai kerja keras dan usaha, terlalu cepat menggunakan ungkapan ini bisa dianggap sebagai tanda kurangnya semangat atau determinasi.
Contoh
- Kesalahan:
プロジェクトが失敗したけど、仕方ない。(Purojekuto ga shippai shita kedo, shikatanai.) -“Proyeknya gagal, tapi tidak ada yang bisa dilakukan.”
(Dalam konteks bisnis, pernyataan ini bisa mencerminkan sikap yang terlalu cepat menyerah. Sebelum mengakui kegagalan, biasanya orang akan berusaha mencari penyebab dan cara memperbaiki masalah.)
- Perbaikan:
Sebaiknya, dalam situasi ini, gunakan ungkapan yang menunjukkan evaluasi atau keinginan untuk belajar dari kesalahan, seperti:
プロジェクトは失敗しましたが、次回はもっと良くするために反省します。
(Purojekuto wa shippai shimashita ga, jikai wa motto yoku suru tame ni hansei shimasu.)- “Proyek ini gagal, tetapi kami akan melakukan evaluasi untuk memperbaiki di kesempatan berikutnya.”
Contoh Kalimat
- 今日は大雨だから、仕方ないね。
(Kyou wa ooame dakara, shikatanai ne.) – “Karena hari ini hujan deras, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 電車が遅れているので、仕方ない。
(Densha ga okurete iru node, shikatanai.)- “Karena kereta terlambat, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- チケットが売り切れたので、仕方ない。
(Chiketto ga urikireta node, shikatanai.)- “Karena tiket sudah habis terjual, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 渋滞に巻き込まれたから、仕方ないね。
(Juutai ni makikomareta kara, shikatanai ne.) – “Karena terjebak macet, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 一生懸命勉強したけど、落ちちゃったから、仕方ない。
(Isshoukenmei benkyou shita kedo, ochichatta kara, shikatanai.) – “Saya sudah belajar keras, tapi tetap gagal, jadi tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 病気で参加できなかったので、仕方ない。
(Byouki de sanka dekinakatta node, shikatanai.) -“Karena sakit dan tidak bisa ikut serta, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 配達が遅れているけど、仕方ないね。
(Haitatsu ga okurete iru kedo, shikatanai ne.) – “Pengirimannya terlambat, tapi tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 仕事が忙しくて、会議に行けないのは仕方ない。
(Shigoto ga isogashikute, kaigi ni ikenai no wa shikatanai.) -“Karena sibuk dengan pekerjaan, tidak bisa menghadiri rapat, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- ベストを尽くしたけど、結果が悪いのは仕方ない。
(Besuto o tsukushita kedo, kekka ga warui no wa shikatanai.) – “Saya sudah melakukan yang terbaik, tapi hasilnya buruk, tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 思ったより高いけど、仕方ないね。
(Omotta yori takai kedo, shikatanai ne.) – “Lebih mahal dari yang saya kira, tapi tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 体調が悪くなったから旅行を中止するのは仕方ない。
(Taichou ga waruku natta kara ryokou o chuushi suru no wa shikatanai.) – “Karena kondisi kesehatan memburuk, membatalkan perjalanan adalah hal yang tidak bisa dihindari.”
- 試合に負けてしまったけど、仕方ない。
(Shiai ni makete shimatta kedo, shikatanai.) -“Kami kalah dalam pertandingan, tapi tidak ada yang bisa dilakukan.”
- 天気が悪くて、ピクニックができないのは仕方ない。
(Tenki ga warukute, pikunikku ga dekinai no wa shikatanai.) – “Cuaca buruk, jadi tidak bisa piknik, tidak ada yang bisa dilakukan.”
Kesimpulan
Istilah “Shikatanai” dalam bahasa Jepang, yang berarti “tidak ada yang bisa dilakukan” atau “terpaksa,” mencerminkan filosofi menerima keadaan yang di luar kendali kita. Ungkapan ini sering digunakan dalam situasi di mana tidak ada pilihan lain selain menerima realitas, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks budaya Jepang yang menghargai kesabaran dan ketahanan.
Dengan memahami makna dan penggunaan “Shikatanai,” kita belajar bagaimana menerima tantangan hidup dengan lapang dada. Ini adalah pelajaran berharga yang bisa diaplikasikan tidak hanya dalam bahasa, tetapi juga dalam cara kita menghadapi situasi sulit. Jadi, ketika dihadapkan pada sesuatu yang tak bisa diubah, ingatlah bahwa terkadang, menerima keadaan adalah kekuatan tersendiri. Teruslah berlatih dan jangan ragu untuk mencoba berbagai contoh kalimat! Sampai jumpa lagi di materi selanjutnya di Pandaikotoba dan follow juga instagramnya ya minasan.
Ingat belajar bahasa Jepang itu menyenangkan!がんばって!!