11 Rahasia Seni Bertarung Ala Samurai Miyamoto Musashi
Go Rin Sho adalah risalah yang rumit yang ditulis oleh Miyamoto Musashi yang ditujukan kepada murid-muridnya sebelum ajal merenggut pada 1645.
Risalah tersebut aslinya ditulis bagi kamu samurai yang mendalami ajaran Buddha dan Shinto dalam bentuk kode samurai dan tradisi panjang, serta bahasa kiasan yang merupakan bagian dari kebudayaan pada masa itu.
Dan seperti lazimnya para seniman Jepang membiarkan pengamatlah yang “menyelesaikan” karya mereka. Miyamoto Musashi pun membiarkan para pembaca Go Rin Sho mengisi detail-detail kiasan dan nasihatnya dengan pengetahuan mereka sendiri.
Go Rin Sho memerlukan penjelasan dalam membacanya. Risalah tersebut berkaitan dengan konsep Buddha yang disebut Lima-Elemen: Tanah, Air, Api, Angin, dan Kekosongan.
Sesuai pandangannya, Tanah melambangkan dasar dari segala sesuatu. Air melambangkan gaya bertarung yang murni dan mengalir. Api melambangkan pertarungan beserta energinya dan kemampuan untuk berubah arah.
Angin melambangkan gaya bertarung yang lain. Dan Kekosongan melambangkan asal dari segala sesuatu.
Konsep Lima-Elemen digunakan secara luas dalam kesusastraan dan ajaran Buddha. Di antaranya disimbolkan oleh pagoda bertingkat lima yang begitu terkenal di kalangan Buddhis Asia.
Go Rin Sho kemudian menjadi perbincangan publik, ketika beberapa pendapat mengatakan bahwa pemikiran Miyamoto Musashi yang tertuang dalam Go Rin Sho perihal pertarungan taktik pedang kaum samurai merupakan alasan di balik kesuksesan bisnis Jepang yang mengejutkan di seluruh dunia.
Boye Lafayette De Mente, seorang penulis dan jurnalis asal Amerika kemudian menafsirkan isi risalah Go Rin Sho secara sederhana dan lebih praktis, sebagai prinsip-prinsip seni bertarung dalam mengarungi kehidupan. Yuk kita simak Seni Bertarung ala samurai Miyamoto Musashi!
11 Seni Bertarung Ala Miyamoto Musashi
1. Samurai Menetapkan Tujuan
Dalam risalah Go Rin Sho, samurai Miyamoto Musashi mengetengahkan dua hal utama tentang tujuan: Pertama, tetapkan tujuan sebelum upaya mencapainya. Dan yang kedua, semakin sulit dan berbahaya suatu tujuan, semakin banyak usaha yang harus dilakukan untuk mencapainya.
Tujuan Miyamoto Musashi, yang ditetapkan dengan baik sejak ia berusia belasan tahun, adalah untuk menjadi ahli pedang terbaik di masanya. Sebuah tujuan yang ambisius, tetapi memang begitulah dunia tempat keahlian pedang menjadi persoalan hidup atau mati bagi kelas penguasa negeri tersebut.
MIyamoto Musashi ingin menjadi yang terbaik di dunia yang sudah penuh oleh ahli pedang kawakan, ditunjukkan dengan fakta bahwa mereka berhasil bertahan hidup!
Hanya ada segelintir, kalaupun bisa disebut ada, tujuan di dalam kehidupan modern yang dapat disandingkan dengan tujuan yang ditetapkan Miyamoto Musashi bagi dirinya sendiri.
Namun, seluruh keberhasilan selalu dimulai dengan tujuan, dan Miyamoto Musashi menekankan perlunya ambisi dalam menetapkan tujuan. Tujuan yang ambisius akan membantu memfokuskan energi, kemampuan, dan tindakan secara optimal.
2. Disiplin Hidup atau Mati
Hanya mental, fisik, intelektual, dan disiplin diri spiritual yang luar biasa, yang dapat menjelaskan bagaimana Musashi mampu menjadi ahli pedang terbaik di negerinya, meskipun ia masih berusia belasan tahun saat itu.
Dan walaupun kisah kanak-kanak Musashi tidak terlalu dikenal, sejak kecil ia sudah memiliki keinginan kuat dan disiplin diri yang luar biasa.
Dalam risalah Go Rin Sho, samurai Musashi menuliskan bahwa ia tidak memiliki guru, bahwa ia sepenuhnya belajar sendiri. Pernyataannya patut dipuji: Jika guru kawakan, yang bangga akan sistem pelatihan samurai yang melembaga dan memiliki pola yang selalu dicatat cermat menjadi gurunya, mereka tentu akan mengatakannya.
Jelas terlihat ketika berusia 13 tahun, ia benar-benar telah berhasil setidaknya dengan tongkat kayu. Hal ini membuatnya tidak takut menantang duel para petarung kawakan yang telah membunuh banyak orang.
Situasi tersebut cukup membuat Musashi terbilang unik dalam sejarah samurai, bahkan langka. Sebagaimana dinyatakannya, ambisinya telah terbentuk sejak muda dan mendorongnya ke tingkat disiplin diri yang luar biasa.
Mungkin, cara terbaik untuk menggambarkan tingkat disiplin diri ini adalah membandingkannya dengan para atlet muda yang tengah berlatih menghadapi Olimpiade, ketika mereka berusaha menjadi juara tanpa dukungan pelatih, asosiasi olahraga, atau sponsor.
Tentu saja, tidak ada yang baru seputar peran disiplin dalam mengembangkan keahlian di bidang apapun. Namun, keberhasilan Musashi makin memperjelas tentang dibutuhkannya disiplin diri yang luar biasa untuk meraih hasil yang luar biasa, sebagai pengetahuan yang dapat diterapkan di dalam segala daya upaya.
3. Berlatih Untuk Menang
Keahlian bertarung yang dikembangkan Miyamoto Musashi dan samurai lain, seperti juga para juara Olimpiade, tidak datang dengan mudah.
Meskipun samurai Musashi menyatakan bahwa selama ini ia berlatih sendiri, bisa diasumsikan ia mendasarkan latihannya pada model-model yang diberikan oleh para guru samurai pada masa itu.
Program mereka didasarkan atas sistem latihan yang dimulai sejak masa kanak-kanak awal. Latihan dilakukan beberapa jam sehari, umumnya enam hari seminggu, dan berlanjut sampai bertahun-tahun.
Latihan Formal dimulai ketika anak laki-laki mencapai usia 6-7 tahun. Sekitar usia 15 tahun, saat mereka menjadi petarung yang matang, salah satu ritual penerimaan umum dilakukan adalah memenggal kepala penjahat yang dihukum atau musuh yang tertawan. Hal ini dilakukan untuk “merasakan” memenggal kepala.
Begitu seorang samurai telah menguasai penggunaan beragam senjata, terutama pedang, latihan dikurangi menjadi beberapa jam sehari dalam beberapa kali seminggu. Hal ini terus berlanjut sampai mereka meninggal atau mengundurkan diri.
Bahkan, samurai pemimpin pun terus berlatih dengan pedang. Samurai dengan tingkatan yang tinggi, termasuk shogun, mempekerjakan guru untuk mengajari mereka. Guru juga berfungsi sebagai lawan tanding.
Bagi shugyosha, seperti Musashi, latihan intensif setiap hari berlanjut sepanjang hidup mereka, karena hidup mereka bergantung pada keahlian. Mereka berlatih tidak hanya untuk bertarung dalam turnamen. Mereka berlatih untuk menjunjung tinggi kehormatan dan reputasi serta untuk bertahan hidup.
Untuk meraih kesuksesan, kita juga harus mempertahankan “kondisi tarung” melalui latihan yang teratur dan terus-menerus. Seperti halnya samurai, dibutuhkan latihan fisik dan psikis agar kita tetap sehat secara fisik dan awas secara mental.
Berlatihlah terus dengan “senjata” kamu, keahlian dan teknik khusus yang dibutuhkan dalam usaha kamu, untuk tetap bertahan dan berhasil.
4. Bersiap
Musashi tak henti-hentinya menyatakan bahwa mengenal diri sendiri, mengenal senjata sendiri, mengenal lingkungan, dan musuh atau pesaing sama pentingnya dengan keahlian bertarung atau bernegoisasi.
Ia adalah ahli dalam mempersiapkan diri untuk bertarung, karena tujuannya adalah tidak pernah meninggalkan satu peluang pun.
Ia mengajarkan bahwa petarung dengan “pikiran yang siap” lebih disukai, tidak jadi soal senjata yang digunakan. Dalam beberapa kesemptan, ia melawan ahli pedang kawakan dalam duel hidup-mati dengan hanya menggunakan sebatang kayu untuk menunjukkan prinsipnya.
Kenyataannya, kemenangannya dalam menghadapi begitu banyak lawan menunjukkan tingkat kesiapannya dan pentingnya bersiap.
Samurai Musashi mempersiapkan diri dengan cermat. Ia tidak hanya bersiap untuk menghadapi situasi yang diharapkan, tetapi juga untuk mengatasi perubahan peristiwa yang tidak diharapkan, jadi lawannya sajalah yang akan terkejut.
Mudah memahami betapa pentingnya hal ini, jika seperti halnya Musashi, nyawa dipertaruhkan dalam setiap pertarungan. Namun, hal ini sama pentingnya jika kamu mengharapkan kesuksesan di bidang apapun yang membutuhkan keputusan dan tindakan yang sangat cepat.
Prinsip mempersiapkan diri terlebih dahulu ini tentu saja dikenal oleh kalangan pebisnis dan militer di belahan dunia Barat. Namun, meskipun mereka mengetahui betapa pentingnya hal ini dalam meraih peluang kesuksesan, sedikit saja yang melaksanakannya.
Jelas, menghabiskan waktu dengan cermat untuk menyiapkan pertemuan, kompetisi, atau peristiwa penting lainnya akan memberikan keuntungan yang tak ternilai dibanding lawan yang kurang persiapan.
Semakin kamu siap, baik untuk menghadapi hal-hal yang tidak diharapkan maupun yang diharapkan, semakin besar peluang kamu dalam meraih kesuksesan.
5. Ilusi Bentuk
Dalam memperkenalkan jalan pertarungannya sendiri, Musashi sepenuhnya menanggalkan sikap yang berlaku jamak dalam seni pertarungan dan cara berlatih pada masa itu.
Ia mengesampingkan ikatan tradisional dalam bentuk dan gaya dengan mengatakan, “Ibarat berkonsentrasi pada tumbuhnya pohon buah-buahan dan mengabaikan buahnya”. Tampaknya ini memperkuat pernyataan bahwa, tidak seperti anggota kelas petarung muda lainnya, ia tidak punya guru dan tidak mengikuti gaya yang ada.
Musashi disalahkan oleh banyak guru pertarungan pada masa itu, terutama para pendeta Buddha yang menyatakan bahwa jalan pertarungan mereka diturunkan dari para dewa. Musashi dianggap penipu. Namun ia selanjutnya mengatakan bahwa bentuk seni pertarungan tradisional yang telah diajarkan selama berabad-abad itu justru menjadi penghambat bagi mereka untuk melihat realitas ketika mereka terlibat dalam pertarungan pedang, terutama duel sampai mati.
Tampaknya, karena pandangannya akan ilmu pedang dan metode bertarungnya begitu tidak lazim, ia tidak berusaha menjelaskannya sampai saat-saat terakhir hidupnya. Ia mengajar dengan cara mempertunjukkan metode bertarungnya selama sesi latihan dan demontrasi, membiarkan lawannya, muridnya, dan para pengamat belajar dari pengalaman serta dari melihat tindakannya.
Di usia mudanya, banyak cerita miring yang beredear tentang Musashi. Banyak yang menganggp ia sering berbuat curang saat bertarung, dan bahwa kemenangan demi kemenangan yang diraihnya hanyalah kebetulan belaka.
Penguasa wilayah dan pejabat keshogunan sering mengundangnya untuk bertarung melawan diri mereka atau salah satu petarung mereka, dengan harapan mereka dapat membuktikan bahwa ia hanya seorang pembohong besar.
Selama 50 tahun berduel, bertarung dalam dalam pertempuran, dan mendemonstrasikan tekniknya, dimulai sejak ia berusia 13 tahun, Musashi tidak pernah kalah dalam satu pertarungan pun. Dikisahkan, dalam suatu pertarungan, pedang lawan mengoyak pakaian yang ia kenakan. Itulah jarak terdekat yang pernah dirasakannya, yang membuat tubuhnya terluka.
Pesan yang diajarkannya berulang kali dengan beribu-ribu cara adalah: Keberhasilan tanpa kekalahan dalam pertarungan dan dalam usaha lainnya didapatkan dengan cara tidak membiarkan diri dibutakan oleh ilusi.
Membebaskan diri dari ilusi dilakukan dengan menangkap esensi diri, lawan atau pesaing, tugas yang ada, kondisi fisik, dan lingkungan sekitar. Tentu saja, tidak ada nasihat yang lebih baik dari itu.
Meskipun ia menyatakan tidak mengambil naskah Buddha atau ajaran apa pun pada masa itu, pandangan Musashi tentang kehidupan adalah murni ajaran Zen.
Dalam Zen diajarkan bagaimana cara mengenali dan menghadapi realitas dengan cara yang tidak memihak dan objektif, mengurangi emosi-emosi yang membuat kehidupan menjadi seperti cobaan bagi banyak orang.
6. Integritas Mutlak
Dalam buku karya Inazo Nitobe berjudul Bushido: The Soul of Japan, dituliskan bahwa dasar dari kode samurai adalah keadilan. Tak ada yang lebih menyebalkan bagi seorang samurai melebihi kecurangan dalam kesepatakan dan ketidakadilan.
Ia menambahkan, konsep keadilan merupakan kekuatan dari keputusan bagi arah tindakan yang sesuai dengan alasan dan tanpa ragu. Dalam kalimat samurai: “Menyerang bila tepat untuk menyerang, dan mati bila tepat untuk mati.”
Tingkat integritas yang dicapai Jepang selama rezim samurai tak tertandingi dalam sejarah. Aturan keshigunan dan penguasa wilayah sangat jelas dan eksplisit. Mengikuti standar etika merupakan aturan di ranah tersebut.
Hukuman akan diberikan kepada siapapun yang tidak mengikuti standar etika. Hukuman biasanya diberikan dengan cepat dan sering kali merupakan kematian yang menyakitkan.
Kebanyakan moralitas yang ditetapkan selama era samurai mengatur tingak laku publik. Oleh karena itu, semua orang bisa melihatnya. Moralitas tidak didasarkan pada ajaran agama, tetapi pada prinsip keduniawian ketat yang dirancang untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat Jepang.
Moralitas yang didasarkan pada keduniawian ini biasanya mengarah pada “etiket Jepang”, yang dilaksanakan oleh hukum, budaya, dan rasa malu teramat sangat. Yang dirasakan masyarakat Jepang bila gagal hidup dengan standar sosial itu.
Dengan beberapa tindakan, moralitas tradisional masyarakat Jepang tersingkir sejak masuknya demokrasi dan individualisme ke negeri itu pasca-Perang Dunia 2. Namun, berdasarkan standar internasional, bangsa Jepang secara keseluruhan mungkin masih menjadi bangsa yang paling bermoral di seluruh dunia.
Bagaimana standar moralitas atau integritas yang begitu ketat itu menunjang keberhasilan? Seperti pada masa Musashi, tak diragukan kesetiaan pada standar moral dan sosial merupakan cara yang benar untuk bertindak.
Tanpa ambiguitas atau keraguan dalam berperilaku, kompetitor dan petarung dapat memfokuskan diri pada tugas yang ada. Berbarengan dengan sifat positif dari karakter samurai, disiplin, kejujuran, loyalitas dan ketekunan, integritas mutlak sangat penting dalam meraih keberhasilan sembari menegakkan standar moral masyarakat.
7. Latih Pikiran
Kekuatan utama Musashi, seperti yang berulang kali dikatakannya, tidak terletak pada keunggulannya dalam menggunakan senjata, melainkan dalam menggunakan pikirannya untuk mengalahkan lawan. Jelas terlihat bahwa sejak muda, ia melatih pikiran sama giatnya dengan melatih tubuh.
Selain fungsi otomatis tubuh, pikiran merupakan perangkat lunak yang mengarahkan tindakan fisik. Sesuatu menyebabkan pikiran “menekan tombol”, dan kemudian tubuh bereaksi dengan cara tertentu.
Namun perangkat lunak ini tidak dibangun sampai pada tingkat otak yang lebih tinggi dan beradab. Perangkat lunak ini harus diunggah melalui latihan mental dan fisik, dan lebih baik dilakukan sejak kecil.
Begitu perangkat lunak telah “tersambung” ke otak, hal ini tidak mudah berubah atau dihapus. Walaupun dermikian, tetap dapat diubah dengan latihan tambahan secara terus menerus. Dengan kata lain, latihan tubuh dapat mengubah perangkat lunak yang menjalankan otak, mengubah cara berpikir dan bertindak.
Dalam sejarah awal bangsa Jepang, mereka mengenal dan memahami prinsip-prinsip dasar psikologi dan fisiologi ini. Mereka juga menciptakan sebuah sistem budaya dan ritual yang dirancang khusus untuk melatih pikiran dan tubuh.
Dalam beberapa latihan, termasuk mengembangkan keahlian bagi samurai, pada umumnya latihan fisik dimulai sebelum individu cukup matang, secara intelektual, emosi dan spiritual, agar ia dapat membuat komitmen terhadap program intensif seperti itu.
Itulah bagaimana sistem pelatih, mentor, dan guru atau dalam kasus Musashi, disiplin diri yang ekstrem muncul.
Latihan fisik dan mental samurai muda dimulai sejak usia 6-7 tahun,. Seni pedang dan senjata lainnya dipelajari dan dipraktikkan setiap hari selama beberapa jam.
Ketika samurai muda berusia 7 atau 8 tahun, memprogram pikiran untuk menguatkan tubuh sangatlah penting. “Perangkat lunak” mental mereka harus diubah untuk mendapatkan disiplin yang diperlukan dalam meraih tujuan latihan.
Samurai muda secara psikoloigis dan filosofis diprogram agar ulet, bertanggung jawab, tanpa rasa takut, dan memandang kematian tak lebih dari sebuah transisi ke tingkat esensi lainnya. Mereka dilatih untuk meyakini bahwa kematian lebih disukai daripada kegagalan dan rasa malu.
Bagian dari latihan mereka adalah pergi ke daerah eksekusi dan berlatih memenggal kepala serta mengoyak penjahat yang baru dieksekusi. Ayah dan pelatih yang lebih berdedikasi memberi muridnya penjahat yang masih hidup untuk dipenggal kepalanya.
Pada usia 15 tahun, mereka menjadi petarung yang matang. Berdasarkan kode samurai, mereka wajib menyandang dua pedang sepanjang waktu ketika tampil di muka umum. Pedang panjang untuk bertarung dan menjalankan hukum, pedang pendek untuk melakukan harakiri, yaitu bunuh diri dengan merobek perut.
Harakiri merupakan adat istiadat yang begitu jamak di Jepang pada awaln 1600-an. Keshogunan Tokugawa akhirnya mengeluarkan maklumat yang melarang praktik tersebut.
Latihan mental ini menguntungkan samurai. Tentu saja mereka harus bertindak efektif dan meyakinkan dalam situasi sulit. Hal ini terbukti sangat membantu tidak saja dalam pertarungan, tetapi juga dalam peran mereka sebagai pemimpin dan penguasa.
Musashi jelas menanggapi latihan piskologis ini dengan keuletan yang luar biasa. Ia memanfaatkannya dalam semua upaya. Keberhasilan sebagai seorang samurai memberi kita arah yang tak ternilai dalam meraih kesuksesan menghadapi tantangan masa kini.
Jika kamu seorang atlet, jangan abaikan latihan untuk pikiran selain latihan untuk tubuh kamu. Astikan latihan mencakup pengembangan disiplin mental yang diperlukan dalam menghadapi kompetisi yang sulit.
Jika kamu seorang pebisnis eksekutif, atau sedang berusaha keras untuk meraih tingkat tersebut, ingatlah bahwa diperlukan latihan mental yang keras untuk mengembangkan fokus, energi, dan sikap agresif yang diperlukan dalam meraih kesuksesan.
8. Jernihkan Pikiran
Suatu bentuk latihan psikologis samurai yang ditekankan Musashi adalah mengembangkan kemampuan berbasis Zen untuk “menjernihkan pikiran”. Yang dimaksud dengan menjernihkan pikiran adalah menyingkirkan secara serempak pikiran serta imaji yang terus menerus berputar di dalam otak dan mengganggu fungsi efisien dari otak dan tubuh yang saling bertautan.
Cara Zen paling umum dilakukan dalam menjernihkan pikiran adalah zazen, atau “duduk bermeditasi”. Ada bukti yang tak dapat disangkal dalam penerapannya dan dalam penelitian klinis. Bermeditasi atau “menjernihkan pikiran” dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara jernih dan dapat berfungsi lebih efektif.
Namun, mengendalikan pikiran jauh lebih sulit dari yang mungkin dibayangkan. Seorang petarung besar, setelah berlatih meditasi sepanjang hidupnya, mengatakan bahwa semasa hidupnya ia hanya berhasil mengendalikan pikirannya secara penuh selama tiga detik.
Sejak abad ke-14, semua samurai diajarkan untuk bermeditasi secara rutin. Meditasi dipercaya sebagai jalan untuk memperkuat kendali pikiran dan memperkuat daya pancaindra.
Musashi jelas menguasai cara meditasi Zen. Banyak keberhasilannya dalam pertarungan dan seni dikaitkan dengan latihan sederhana ini.
Banyak peristiwa menunjukkan bahwa menghentikan pikiran merupakan hal terbaik untuk dilakukan. Jika sudah cukup terlatih, tubuh akan melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Di Jepang, kondisi ini dikenal sebagai mushin, atau “pengosongan pikiran” dan muga, yang berarti “tanpa ego”.
Menurut ajaran Zen Buddha, begitu seseorang berada dalam konsisi mushin.muga, menyelesaikan tugas menjadi semudah memikirkannya.
Musashi berusaha untuk mengosongkan pikiran secara total dari semua gangguan, bahkan dari beragam bentuk dan teknik bertarung yang dikuasainya. Ia ingin benar-benar bebas menggunakan pendekatan, taktik, atau teknik apa pun yang muncul secara alami sesuai dengan situasi.
Filosofinya adalah: Setiap gerakan harus benar-benar alami dalam pikiran dan tubuh sehingga dapat diselesaikan tanpa perlu merencanakan atau memikirkannya. Tentu saja, ini merupakan ciri atlet juara atau ahli seni apapun, termasuk dalam melukis, bermain sulap, atau menggunakan busur dan panah.
Meditasi telah membudaya di Jepang sejak lama. Meditasi dipraktikkan oleh sebagian besar orang dan secara rutin oleh para pendeta, ahli membuat teh, seniman, ahli taman, pembuat barang tembikar, petarung, dan pengusaha.
Beberapa pengusaha Jepang paling sukses di era modern melakukan meditasi untuk mempertinggi kemampuannya dalam mengambil keputusan dan manajemen. Beberapa perusahaan Jepang bahkan mengharuskan semua manajer menghabiskan waktu di kuil untuk bermeditasi di bawah pengawasan ketat para pendeta Buddha.
Seorang juara Olimpiade menyelam asal Jepang yang berprestasi kurang baik pada babak kualifikasi, berhasil membalik keadaan pada dua upata terakhirnya dan muncul sebagai juara.
Ketika ditanya bagaimana ia dapat melakukannya, ia menjawab, “Aku menghentikan pikiranku dan hanya melakukan apa yang muncul secara alami dari tubuhku.”
Saat ini sebagian besar orang begitu terperangkap dalam kekacauan dan hiruk-pikuk kehidupan serta pekerjaan modern. Hal ini membuat mereka tidak mampu menggunakan kekuatan pikiran mereka bahkan sampai persentase terkecil saja.
Jelas sekali banyak keuntungan yang bisa didapat dari meditasi. Meditasi perlu menjadi bagian dari latihan dan rutinitas semua orang yang berada di posisi pimpinan atau manajemen, di bidang bisnis, politik, dan militer.
Perubahan yang sangat kecil dalam gaya hidup, seperti 15-20 menit bermeditasi sehari, akan membawa pengaruh yang besar. Selain itu, meditasi akan meningkatkan kesehatan mental dan fisik serta membuat hidup lebih panjang dan sejahtera.
Jika meditasi tidak membawa hasil, kembangkan sendiri sarana “menjernihkan” pikiran sehingga kamu dapat memfokuskan diri dengan lebih jernih dan bertindak lebih efektif.
9. Kekuatan Kekosongan
Latihan mental Musashi lebih dari sekadar menjernihkan pikiran dari beragam gagasan yang tidak relevan dan pendapat yang telah terbentuk sebelumnya.
Intinya, pikiran yang benar-benar kosong bisa membuat orang menanggapi situasi yang ada secara spontan. Hal inilah yang memberinya kekuatan khusus melebihi lawannya. Sebenarnya, gaya tarungnya banyak didasarkan pada apa yang disebutnya “kekuatan kekosongan”, misalnya kemahirannya memainkan senjata.
Inti yang ingin disampaikannya berulang kali adalah pentingnya untuk tidak membiarkan pikiran terganggu oleh tindakan seseorang, suatu kelemahan yang biasa kita temui.
Ia mengatakan bahwa faktor ini sangat penting saat bertarung dengan lebh dari satu orang pada waktu yang bersamaan. Terutama, penting sekali ketika menghadapi serangan sejumlah besar lawan yang ingin menghabisi kamu.
Rahasianya adalah mengosongkan pikiran sepenuhnya dan berpikir ulang, soal ketakutan, atau hal lain, dan membiarkan tubuh melakukan apa yang telah dilatih.
Musashi lebih menghargai kekuatan kekosongan daripada yang ia lakukan dengan kemahirannya dalam berpedang, yang katanya bisa ditandingi oleh petarung terlatih lainnya. Intinya, lakukan sesuatu dengan sempurna, entah saat bertarung, melukis, atau seni lainnya.
Biarkan tubuh yang telah terlatih dengan baik dan kesadaran kamu menuntun tindakanmu. Konsep Zen Buddha ini merupakan inti keahlian yang luar biasa dari para ahli seni Jepang, mulai dari pelukis sampai perancang taman.
Sekali lagi, kompetitor besar mengetahui semua ini dengan menggunakan insting dan mempraktikannya tanpa disadari. Dalam hal bisnis dan masalah-masalah terkait, tujuannya adalah untuk mengenali subjek sepenuhnya. Latihlah pelaksanaannya sampai hal itu terjadi secara otomatis. Lalu, mulailah tanpa ragu.
10. Belajar Dari Lawan
Musashi mengembangkan kemampuan yang luar biasa dalam merasakan sepenuhnya hal-hal yang dilihatnya. Ia tidak hanya merasakan objek fisik, tetapi juga gerakan dan pola, seperti matahari, binatang, burung, air, dan manusia.
Semua itu dipelajari sampai akhirnya esensinya menjadi jelas, termasuk bagaimana semua itu menunjukkan diri. Kemudian, ia menggabungkan apa yang telah dipelajarinya dengan menggunakan pendekatan pertarungan.
Dalam penjelasan tentang pertarungannya, Musashi menjelaskan secara detail tentang kelemahan lawannya dan apa saja yang dipelajarinya dari mereka. Kekuatan pengamatannya yang luar biasa memungkinkannya untuk mendeteksi gaya bertarung lawan dalam hitungan detik dan menyergap apa pun dari gaya mereka yang dianggapnya berharga.
Kemudian, ia menyesuaikan gayanya sendiri untuk mengalahkan mereka, biasanya dalam sekejap.
Tampaknya kemampuan mengamati, belajar, dan menyesuaikan diri dengan begitu cepatlah yang memungkinkan Miyamoto Musashi menjadi ahli pedang tak terkalahkan, meskipun tanpa pelatih. Pelajaran yang bisa dipetik jelas: Pelajari lawan dan pesaing dengan cermat.
Ketahui kekuatan dan kelemahan mereka dengan tepat. Belajarlah dari mereka, sesuaiakn pendekatan kamu agar dapat mengambil keuntungan dari kelemahan mereka, kemudian kalahkan mereka sebelum mereka menyadari bahwa kamu telah mengubah taktik.
11. Perhatikan Detail
Di antara prinsip-prinsip latihan yang dicatat oleh para samurai kawakan abad ke-15 dan 16, perhatian pada detail kecil berada pada urutan utama. Salah satu prinsip samurai populer mengingatkan mereka untuk memperlakukan hal-hal besar secara biasa saja.
Dan sebaliknya, mereka perlu memperlakukan hal-hal kecil dengan serius, seolah hidup mereka bergantung pada hal-hal kecil tersebut sebagaimana sering dilakukannya.
Miyamoto Musashi menekankan bahwa perhatian pada detail kecil merupakan salah satu aspek kemenangan paling penting dalam pertarungan, atau kesukesan dalam perusahaan.
Musashi memastikan bahwa orang yang gagal dalam perusahaan besar tentu telah mengabaikan hal-hal kecil atau menyerahkannya pada orang-orang yang tidak terlalu bisa diandalkan. Ia menunjukkan bahwa dalam duel sampai mati, petarung yang tidak dapat mengurus senjata sendiri, yang tidak mempelajarai kekuatan dan kelemahannya sendiri, dan membuat rencana untuk digunakan atau menggantinya, atau yang gagal mempelajari lawan degan cermat, kemungkinan besar tidak akan hidup lama.
Sepanjang hidupnya, samurai Miyamoto Musashi melatih filosofinya lewat pembelajaran dan latihan terus menerus. Ia tidak pernah beranggapan telah mempelajari semua yang perlu ia ketahui, atau bahawa detail-detail kecil akan teratasi sendiri.
Simak artikel tentang Budaya Jepang lainnya, hanya di Pandai Kotoba!